28. mencurigai refa

124 17 1
                                    

Kini Marvel ddk sedang berada di rooftoft, tanpa sesha. Sebab gadis itu sudah masuk kelasnya mengikuti jam pelajaran. Sedangkan kelas Bima jam kosong, tapi marvel, Abian, Willi dan juga Adrian mereka bolos sebab ingin berkumpul dengan teman-teman nya.

"Aku rasa, Bima keterlaluan deh sama nara". Willi membuka suara menatap kearah Bima.

"CK itu belum seberapa dengan apa yang dia lakukan terhadap adek ku refa". Balas Bima membuat Dikta mengerutkan kening nya.

"Apa yang dilakukan pada Nara?".

Semua menoleh kearah Dikta yang seperti membela nara.

"Yah tadi itu, dia selalu menyakiti nara. Memang pembawa sial". Jawab Bima santai.

"Memang Nara lah yang bersalah. Selama ini dia selalu membully pacar ku. Seharusnya dia dikeluarkan di sekolah ini biar kapok". Marvel menimpali, tangannya terkepal kuat kala mengingat jika Refa selalu menangis didekat Nara.

"Kamu melihat Nara membully nya?". Tanya Dikta.

"Aku memang tidak melihatnya tapi Refa yang mengatakan nya sendiri. Jadi aku percaya, karena refa selalu benar".Jawab Marvel, hal itu membuat Dikta tersenyum miring.

"Semoga kamu tidak akan menyesal di kemudian hari, terutama kamu Bima". Setelah mengatakan itu Dikta langsung pergi meninggalkan mereka, Adrian yang melihatnya langsung ikut pergi.

"Dikta s*alan!!!! Kenapa sekarang dia membela refa eh nara maksudnya pembawa sial itu". Bima meninju angin melampiaskan rasa kesal nya terhadap Dikta.

"Dikta nggak ngebela kok, dia hanya tim netral. Jadi wajar kan?". Tatapan maut langsung tertuju pada Willi. Pemuda itu langsung menaikkan jarinya berbentuk V.

"Makanya jangan banyak omong".Abian langsung menoel kepala Willi, sontak Willi juga membalas nya. Terjadi lah mereka saling menoel kepala.

"APA!!! saya akan segera kesana". Dirga buru-buru turun dari lantai dasar menuju parkiran. Setelah mendapat telepon dari pembantunya yang mengatakan jika Fani sekarang berada di rumah sakit, istrinya ditemukan pingsan di sofa.

Semua karyawan yang melihat Dirga berlari kencang, tak ada yang berani menghentikan atasan nya itu. Mereka semua hanya melihat dengan diam kemudian saling berbisik.

Dirga melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Untung suasana jalan begitu legang saat ini, sebab karyawan masih bekerja.

Tak sampai dua puluh menit, kini Dirga telah sampai di rumah sakit. Laki-laki itu kembali berlari masuk dalam rumah sakit, disana sudah ada pembantunya yang sedang menunggu kedatangan nya.

"Dimana nyonya?". Tanya Dirga dengan wajah tegas.

"Nyonya didalam tuan, beliau sudah sadar. Maaf saya keluar, soalnya nyonya ingin sendiri". Jawab bi Darni menundukkan kepalanya.

"Baiklah, terimakasih. Kamu boleh pulang. Jangan beritahu anak-anak dulu. Biar saya nanti yang akan memberitahunya ". Bi Darni hanya mengangguk paham kemudian berlalu meninggalkan Dirga setelah sebelumnya sudah berpamitan.

Dirga mengatur nafasnya pelan, nafasnya ngos-ngosan setelah berlari.

Ceklek

Fani yang mendengar suara pintu terbuka langsung melihat kearah pintu itu. Senyum Dirga turut hadir ketika berjalan menuju kedaha istrinya yang tengah duduk bersandar di ranjang pasien.

"Sayang....". Panggil Dirga menyentuh kepala sang istri.

"Apa ada yang sakit hmm?". Tanya Dirga mengelus pelan rambut istrinya, didaratkan nya ciuman lembut di pucuk kepala sang istri dan juga di keningnya.

"Aku tidak apa-apa pa, aku hanya lelah. Itu yang dokter katakan". Jawab Fani tak ingin membuat suaminya khawatir.

Nafas panjang keluar dari mulut Dirga, istrinya selalu menyembunyikan sesuatu kepadanya bahkan memendamnya sendiri.

"Tolong kali ini bicaralah pada ku".
Fani mendongak menatap sang suami, mata Fani langsung kembali mengeluarkan air mata. Dia tidak tahu kenapa sampai menangis. Tapi rasanya kali ini dia hanya ingin menangis saja.

Dirga langsung duduk dan memeluk istrinya yang sedang menangis. Ditepuknya pundak sang istri sambil menenangkan.

Fani menangis hampir satu jam lamanya, bahkan baju Dirga sampai basah. Tapi Dirga tidak menghiraukan itu karena istrinya lebih penting dari segalanya.

"Sudah ingin bicara ?". Fani mengangguk.

"Aku tidak tau pa, tapi rasanya keluarga kita benar-benar hancur setelah kedatangan Refa. Entah firasat mama atau bagaimana yang jelas Refa memang membawa pengaruh buruk di keluarga kita" Kening Dirga mengerut mendengar penjelasan istrinya. Tapi jika diingat memang saat ini keluarga nya begitu hancur bahkan dia dan anak-anaknya sudah terpecah belah.

"Jadi kamu mencurigai Refa?". Tanya Dirga memastikan.

"Ini hanya firasat mama saja pa, waktu itu mama sempat mendengarnya berbicara dengan seseorang di telepon dan Refa memanggilnya dengan 'mama'. Kita tahu sendirikan jika Refa sebatang kara". Jawab Fani, Dirga terdiam beberapa saat mencerna apa yang dikatakan oleh istrinya itu.

"Mama juga rindu anak-anak kita, zora, Davin, nara". Tambah Fani membuat Dirga cukup terkejut.

"Mama merasa gagal menjadi ibu mereka. Seharusnya mama melindungi mereka tapi apa? Mama malah diam ketika papa membentak nya, menyiksanya, bahkan mengusirnya dari rumah dan menganggap jika Nara bukanlah anak kita lagi". Fani kembali menangis. Kali ini tangisannya begitu pilu seakan menyayat hati.

"Kita harus meminta maaf sama mereka pa, terutama pada Nara, putri kita".Kata Fani di sela tangisnya.

Dirga terdiam, memang setelah dia mengusir, Bahkan tidak mengakui nara sebagai anak nya sendiri hatinya selalu di pandang cemas, bahkan sampai sering mimpi jika putri kandung nya sangat membenci nya.

"Pa...". Fani menyadarkan Dirga yang tengah melamun.

"Tapi... Nara sering menyakiti Refa sayang...". Fani langsung memasang wajah marah, apa suaminya belum mengerti dengan penjelasan nya tadi.

"Mama mau papa menyelediki anak itu, setelah mendengar percakapan malam itu mama merasa jika ada yang janggal disini". Tegas fani, sepertinya suaminya masih menyayangi Refa, tapi fani sudah berkurang sayangnya, ketika dia mendengar Refa menelpon bahkan dengan jelas dia mendengar jika putri kesayangan nya itu menyebut kata 'mama' pada lawan bicaranya.

"Nanti papa lakukan, mama istirahat saja yah jangan banyak pikiran sayang".

"Mama nggak akan banyak pikiran jika papa segera menyelidikinya".

"Iya papa akan menyelidikinya segera. Tapi mama harus sembuh dulu yah". Fani mendengus dengan kesal dengan tingkah sang suami yang tidak ingin menuruti apa kemauan nya. Padahal gampang saja kan jika menyuruh seseorang.

"Terserah papa saja". Fani langsung berbaring membelakangi suaminya.

Dirga menghela nafas panjang, memang setiap kemauan istri yang tidak dituruti nya maka Fani akan merajuk Bahkan sampai tidak mengajak nya bicara sampai seminggu. Walaupun begitu, Fani tetap menjalankan peran nya sebagai istri.

Drtttt

Suara dering ponsel mengangetkan Dirga, ternyata itu adalah ojol makanan.

"Aku keluar sebentar sayang, mau ambil makanan yang tadi aku pesan". Tak ada jawaban dari Fani, lagi-lagi Dirga menghela nafas panjang dan segera keluar.

Berjalan menuju parkiran disana ojol mainan sudah menunggu nya.

"Dengan pak Dirga?".

"Ah iya, saya".

"Ini pak". Ojol itu menyerahkan bungkusan berisi makanan.

Dirga segera mengambilnya dan membayarnya, setelahnya sang ojol segera pergi meninggalkan rumah sakit.

Dirga yang ingin berbalik juga masuk dalam rumah sakit tapi ekor matanya melihat seseorang yang sangat familiar.

Deg

"Apa aku salah lihat?". Gumamnya sambil terus melihat hotel diseberang rumah sakit.

Bersambung...

Y.A.K.A.D Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang