Jadi Giselle itu nggak gampang, seriusan.
Aku yakin di luar sana ada yang benar-benar ngerasain seperti Giselle. Dimabuk cinta membuat dia gampang terlena. Namun, pada akhirnya diri sendiri jugalah yang akan menyadarkan.***
Aku selalu mengingat perlakuan lembut Mas Abraham saat kami berpacaran dulu. Dia yang selalu menyempatkan diri untuk kencan kami di sela-sela kesibukannya, atau ketika dia diam-diam membawaku berlibur ke Bali dan Lombok saat libur semester. Semuanya masih terekam dalam memori.
Mas Abraham adalah lelaki yang pandai dalam memanjakan perempuan. Makanya begitu tahu dia sudah menikah dan memiliki seorang anak-saat itu, hatiku hancur berkeping-keping. Bayangan akan kelembutannya dalam memperlakukan istrinya, memanjakannya, membawa liburan, seketika berputar dalam benakku-mengenyahkan semua perkataan Mas Abraham mengenai pernikahannya yang hanya di atas kertas saja.
"Sweet like sugar," kata Mas Abraham, setiap kali kami selesai berciuman.
"Biar Mas yang bantu bersihin, terus dipijitin, biar kamu nggak sakit-sakit badannya," kata Mas Abraham, setiap kali kami selesai bercinta.
Semua perlakuan itu yang membuatku terlena. Melupakan norma-norma dan pelajaran agama yang diberikan di sekolah ataupun di rumah. Sebagai anak tunggal, aku merasa kesepian-jahat memang, karena Ibu dan Ayah sibuk mencari rezeki untuk kami hidup, sehingga aku merasa sendirian di rumah untuk menjalani hari-walau sebenarnya tidak terlalu kesepian, karena Ibu selalu menyempatkan diri untuk menemaniku mengerjakan PR, atau Ayah yang selalu membawaku jalan-jalan sore hari. Tapi, semua itu rasanya sepi, dan baru sekarang aku menyesalinya.
Aku tidak tahu diri. Berdosa banyak pada orang tuaku. Mereka terlalu pemaaf. Bahkan masih mendukungku saat aku melemparkan kekecewaan besar berupa hamil di luar nikah.
Ayah, Giselle rindu.
***
"Astagfirullah."
Aku menghela napas panjang usai menceritakan semuanya pada Ibu. Saat ini hanya ada kami berdua di rumah. Seperti yang diminta Mas Abraham siang tadi, dia membawa Gibran untuk bertemu dengan Neneknya. Awalnya Mas Abraham juga mengajakku, namun aku tidak mau dan tidak akan bisa beramah tamah setelah apa yang dilakukan mantan mertuaku dulu pada kami. Memberikan susu basi untuk Gibran yang masih bayi, menyenggol dot yang baru diisi ASI sehabis kupompa, atau bahkan memberikan pakaian bekas Jonathan pada putraku yang malang itu.
Mungkin perempuan tua itu aku akan berkasihani mendengar cerita Mas Abraham. Ya, mungkin ada sedikit perasaan iba, tapi bukan untuk Bu Gemara si Nenek Lampir itu, melainkan Mas Abraham yang harus menanggung semuanya sendirian-atau, berdua dengan Gebara.
"Terus, sampai sekarang masih belum tahu ke mana kaburnya mantan mertuamu itu, Gis?" tanya Ibu, usai menetralkan keterkejutannya.
"Belum, Bu. Untungnya perusahaan memang punya keluarganya Mas Bram, alias punya keluarga Ibunya. Jadi bukan mereka yang bakal diusir. Kasihan sih, Mas Bram."
Ibu mengangguk, lalu berkata, "Bu Gemara gimana ya, Gis? Kita kapan lihat ke sana?"
Aku mendengkus malas. "Ish, ngapain pula kita ke sana, Bu? Nggak penting."
"Hush, jangan gitu."
"Nggak penting, Bu. Meskipun sekarang mungkin Bu Gemara menyesal, bukan berarti semuanya langsung berubah baik. Aku masih ingat loh, Bu, waktu bayi dulu Gibran demam tinggi, tapi sama Bu Gemara malah dimarah-marahin. Gibran hampir kejang kalau aku nggak kabur dari rumah terus bawa Gibran ke klinik terdekat."
Jantungku terasa seperti akan remuk saat tubuh Gibran berwarna merah pekat saat itu. Tangisnya melengking. Suhu panas dan keringat yang mengembun di ubun-ubunnya. Tapi, tidak ada yang peduli. Mas Abraham kebetulan sedang pergi ke Palembang saat itu untuk urusan pekerjaan.

KAMU SEDANG MEMBACA
WHOLEHEARTEDLY
General FictionGiselle Cantika pernah jatuh cinta. Perasaan yang membuat dia jatuh dan tenggelam dalam kelam. Masa-masa yang seharusnya dilalui dengan indah bersama teman sebaya harus dilalui dengan murung dan terkurung. Duniawi telah menyesatkannya. Abraham Orlan...