Hari ini Hana sedang bersantai saja di apartement nya. Dia tidak sendirian, Leo ada disana menemaninya. Lebih tepatnya mengganggu dan menjahili calon istrinya itu. Seperti sekarang, pria itu sedang berbaring di paha Hana tapi tangannya tak berhenti bergerak menyusuri lekuk Hana. Meski masih ada baju yang menghalangi tapi rasanya geli.
"Mas sumpah tanganmu bisa diam nggak?!"
"Nikahnya kita percepat aja ya?"
"Nggak"
"Honey"
"Geli tau nggak. Kamu mending tidur deh. Katanya capek lembur terus"
"Salah papa"
"Salah mas yang kurang cekatan"
"Cengkem mu"
Leo menarik tangan Hana untuk digigit. Tidak keras kok. Hanya gigit-gigit manja.
"Juancok. Kanibal kah kamu?!"
"Kamu belajar bahasa jawa kok ya cuman umpatan"
"Aku belajar dari kamu"
Hana menyeringai dan Leo ikut terkekeh pelan. Leo dan keluarganya memang sangat, sangat jarang menggunakan bahasa jawa. Mereka semua paham tapi Leo dan saudari-saudarinya kurang bisa dalam penyebutannya. Mereka dari lahir tinggal di ibukota dan hanya ke surabaya saat acara-acara tertentu. Hanya penyebutan kata-kata seperti juancok yang bisa mereka lafalkan dengan tepat.
"Mas dari apart apa rumah mama?"
"Apart"
"Aku sampe sekarang heran kenapa mas masih di apart. Katanya rumah mas udah jadi. Kok nggak di tempatin?"
Leo berdecak pelan.
"Pasti mama yang kasih tau kamu. Padahal itu suprise"
"Rumah kita emang udah jadi sayang. Cuman mas belum isi sama sekali. Well, interiornya sih udah. Furniture nya belum"
" kamu nyewa orang itu?"
"Iya. Jasa Desain Interior kenalan mu, Eline"
"Loh? Kok bisa kenal"
"Kamu masih nyuruh Kak Lina ngecek latar belakang ku?"
"Udah nggak sayang. Itu pas di data yang pertama kali dikasih sama kakak, ada. Lagian pacarnya itu teman kuliahnya mas'
"Keren banget Kak Lina. Aku bahkan jarang ketemu sama Eline tapi masih nemu aja infonya"
"Kak Lina jago sih memang" Pria itu menyeringai senang.
"Ayo ikut ke toko furniture"
"ngapain mas?" Bingung gadis itu
"Belanja buat rumah kita"
"Itu tuh rumah mas. Aku nggak nyumbang apa-apa. Aku liat aja belum" Hana cemberut
Leo mengusap pelan pucuk wanitanya sambil tersenyum
"Konsep rumah kita nggak aneh-aneh kok sayang. Selera ku sama selera mu di gabung doang"
"Mas suram dong rumah kalau isinya hitam-hitam semua"
Hana khawatir rumahnya akan seperti rumah hantu. Keduanya menyukai warna gelap seperti hitam. Jika itu selera mereka berdua sudah pasti isinya kalau bukan hitam ya warna gelap lainnya.
"Ya nggak semua astaga sayang" Leo mencubit pipi Hana agak keras.
"Sakit" Hana menggerutu setelah Leo melepaskan tangannya.
"Dimana emang tokonya?" Hana bertanya sambil mengusap pipinya.
"Ada. Langgananya papa"
"Tapi serius mas, ngapain kita beli? Barang-barang apart ku sama apart kamu gimana?"
"Nggak usah di bawa. Ini biar disini aja terus kita sewain. Gimana?"
"Dasar otak pebisnis. Ya bagus sih idemu. Tapi-"
"Kamu tuh ya tapi-tapi mulu. Udah sana ganti baju. Kamu kalau ditinggal yang ada tidur seharian"
Hana memukul bahu Leo agak keras
"Aku serius. Aku kan belum lihat rumahnya gimana, luasnya dan yang lain-lain. Gimana mau milihin furniturenya?!"
"Nanti kita singgah sebentar ke rumah, honey. Deket kok sayang. Sana ah mandi"
****
"Ini beneran rumah mas?""Rumah kita, sayang"
"Rumah mas lah. Kan mas yang ngeluarin biaya"
"Ini rumah kita sayang. Rumah buat kita sama anak-anak nanti" Leo memeluk Hana dari belakang.
Gadis itu masih menatap takjub rumah yang sebentar lagi akan ia tinggali. Meski konsepnya lebih ke modern dan minimalis tapi kesan mewah tetap tak bisa lepas. Black, ocean blue & grey menghiasi setiap sudut rumah dua tingkat. Rumah ini dilengkapi lima kamar tidur, tiga di bawah dan dua lainnya di lantai dua. Tak sampai disitu saja, rumah ini dilengkapi halaman depan dan belakang serta kolam renang dengan ukuran yang tak kecil.
"Kita cuman tinggal berdua. Rumahnya kebesaran dong mas"
"Mumpung ada dana, kita bikin sekalian yang gede. Nanti kalau udah rame sama anak-anak, kita nggak perlu pusing mikirinnya"
"Kamarnya kebanyakan gak sih mas?"
"Justru kurang dong honey"
"Kamar kita, kamar tamu, kamar buat anak-anak nanti terus kamar buat siapa lagi?"
"Kamar anak-anak ya?" Leo menyeringai
Hana memutar matanya malas
"Dua kamar itu juga nggak bakal kosong. Satu deket dapur ya buat asisten rumah tangga kita nanti. Terus satu kamar yang dibawah itu buat ayah sama ibu kalau datang"
Hana menatap Leo terkejut. Gadis itu tak menyangka bahwa Leo memikirkan orang tuanya juga saat menyiapkan kamar untuk mereka. Calon suaminya mempertimbangkan kondisi ayah Hana yang mengkhawatirkan jika harus diminta naik turun tangga. Penyakit jantung dan stroke itu bukanlah perpaduan yang bagus dan Leo mengkhawatirkan ayah Hana. Hana tertawa pelan karena senang, hatinya menghangat.
"Kamar kita yang mana?"
"Dibawah juga. Samping kamar ayah"
Hana mengerutkan keningnya bingung.
"Kenapa nggak diatas mas?"
"Honey, sayangnya mas. Coba kamu bayangin kalau kita berdua harus lembur sampai tengah malam. Sampai dirumah kita masih harus naik tangga. Mas nggak mau begitu. Lagipula kalau nanti kamunya hamil nggak akan mas biarin naik turun tangga. Bahaya"
"Sumpah ya kamu mikirnya kejauhan" Hana menggelengkan kepalanya.
"Ini juga pencegahan honey. Amit-amit jangan sampai ayah kambuh terus kita panik turun dari atas. Coba kalau kamar kita samping ayah ibu? Ibu tinggal ngetuk kamar terus kita langsung jalan kedepan"
"Menantu idaman ya anda"
"Jelas"
Leo menyugar rambutnya kebelakang lalu ikut tertawa.
"Kamu nggak perlu khawatir, Honey. Kamar kita kedap suara kok"
Leo meninggalkan Hana yang terlihat tak mengerti dengan seringainya. Dalam hati pria itu menghitung satu, dua, tiga.
"MAS LEO MESUM BANGET ANJRIT"

KAMU SEDANG MEMBACA
Life Secretary ✔ [Tamat Di Karyakarsa]
De Todo"Maaf Pak, apa yang harus saya kerjakan?" Pertanyaannya dianggap angin lalu oleh Leo, Hana mencoba bersabar dan menunggu bosnya itu menyelesaikan pekerjaannya. Ia menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan, mencoba menghapuskan rasa bosan yang mener...