Sinar matahari yang menembus sela-sela tirai jendela kamar membuat suasana lebih hangat. Aroma masakan yang berasal dari dapur sudah mulai menyebar ke seluruh rumah, bercampur dengan udara pagi yang masih sedikit dingin akibat hujan semalam.
Jovaniel sudah terbangun lebih dulu. Rambutnya masih sedikit berantakan, tapi ia tetap berjalan keluar kamar dengan langkah pelan agar tidak membangunkan seseorang yang masih terlelap di ranjangnya─Haidar.
Saat melewati ruang keluarga, ia mendapati mamanya sedang sibuk di dapur, menyiapkan sarapan. Tidak ingin tinggal diam, Jovaniel pun mendekat dan mulai membantunya dengan cekatan.
"Haidar belum bangun?" suara lembut mamanya terdengar di sela-sela suara minyak yang mendesis.
"Belum, Ma. Masih tidur pules banget."
"Bangunin dong. Masa tamu dibiarin tidur terus?"
Jovaniel menghela napas. Disuruh membangunkan Haidar bukan tugas yang mudah.
Dengan langkah malas, ia kembali ke kamar, membuka pintu perlahan dan melihat Haidar masih terbaring di tempat tidur. Lelaki itu tampak begitu nyaman di balik selimut, wajahnya damai dengan napas teratur. Jovaniel mendekati ranjang, duduk di tepinya, lalu menepuk bahu Haidar pelan.
"Kak, bangun. Sarapan udah siap," panggilnya dengan suara lembut.
Namun, yang dibangunkan hanya bergumam pelan, tubuhnya sedikit bergerak, tapi matanya tetap tertutup rapat.
"Kak Hesa, bangun..." Jovaniel mencoba lagi, kali ini sedikit menggoyangkan bahunya.
"Nanti aja... aku masih ngantuk..." gumam Haidar
Setelah beberapa kali mencoba tanpa hasil, ia akhirnya menyerah dan bangkit berdiri. Baru saja ia hendak berbalik untuk meninggalkan kamar, tiba-tiba sebuah tangan hangat mencengkeram pergelangan tangannya.
Jovaniel refleks menoleh, mendapati Haidar masih dalam posisi tidurnya, tapi dengan mata yang sedikit terbuka. Tatapan lelaki itu masih setengah mengantuk, suaranya berat saat berkata,
"Mau ke mana? Kamu gak mau nemenin aku?"
Jovaniel terdiam sejenak. Tatapan mereka bertemu, dan Haidar menampilkan seringai tipis, seolah menikmati ekspresi bingungnya. Belum sempat Jovaniel menjawab, tiba-tiba Haidar menariknya ke tempat tidur.
"Eh─Kak Hesa!" seru Jovaniel, tapi usahanya terlambat. Dalam sekejap, ia sudah tertarik ke atas ranjang, tubuhnya terbaring berhadapan dengan Haidar yang masih tampak malas untuk bangun.
"Kak, ayo bangun..." gumam Jovaniel, mencoba mendorong tubuh Haidar agar melepaskannya.
Namun, yang didorong malah semakin mempererat pelukannya. Dengan mata masih terpejam, Haidar bergumam pelan, seolah masih berada dalam tidurnya.
"Jangan berisik... peluk dulu bentar..."
Jovaniel mendengus kecil, tapi wajahnya mulai memanas. Tangannya mencoba mendorong dada Haidar, tapi seolah sia-sia. Lelaki itu semakin mengeratkan pelukannya, membuat tubuh mereka nyaris tak bersisa jarak.
"Kak..." suara Jovaniel melemah, jantungnya mulai berdetak lebih cepat.
Namun, bukannya menjawab, Haidar justru mengendurkan genggamannya sedikit, lalu menarik kepala Jovaniel hingga menempel di dadanya.
"Sebentar aja..." gumamnya dengan suara rendah.
Jovaniel terdiam, merasakan hembusan napas hangat Haidar di atas kepalanya. Mau tak mau, tubuhnya ikut mengendur, pasrah dalam dekapan lelaki yang enggan melepaskannya.
Ia tahu, jika dibiarkan lebih lama, mamanya pasti akan datang untuk memeriksa. Tapi untuk saat ini biarkan saja sebentar lagi.
Jovaniel menghela napas melihat Haidar yang masih bermalas-malasan di kasur. Dengan kedua tangannya yang menekuk di antara dadanya dan juga dada Haidar, ia akhirnya mencubit dada Haidar, berharap Haidar ingin mengalah.

KAMU SEDANG MEMBACA
You're Mine, Jovaniel
RomanceCoba bayangkan, seorang pria remaja yang punya rencana tak akan jatuh cinta dan meyakinkan dirinya untuk tidak berpacaran, tapi malah jatuh cinta sama pria bule dari kampus. Lalu, bagaimana kisah cintanya setelah ia menyadari bahwa dia jatuh cinta s...