𝙀𝙘𝙘𝙚𝙙𝙚𝙣𝙩𝙚𝙨𝙞𝙖𝙨𝙩 | 43

167 25 28
                                        

🍒 Eccedentesiast 🍒

Taehyung berjalan di samping Seungcheol, segelas kopi hangat berada dalam genggamannya. Aroma khas kafein memenuhi udara, namun tidak cukup untuk mengalihkan pikirannya dari semua hal yang mengganggunya belakangan ini.

Mereka baru saja keluar dari pertemuan yang bagi Taehyung, terasa begitu membosankan. Seungcheol masih sibuk menertawakan tingkah laku sang penulis yang terlalu kekanakan, seolah pertemuan itu hanya sekadar hiburan baginya. Taehyung, di sisi lain, bahkan tidak bisa mengingat separuh dari percakapan tadi.

Pikirannya dipenuhi dengan berbagai hal yang terus-menerus menghantuinya. Perjodohan yang kembali diatur oleh kakeknya—sebuah siklus yang terus berulang tanpa ia inginkan. Kemudian, ada Sohyun. Sosok yang kini terasa begitu dekat, namun juga begitu jauh dalam waktu yang bersamaan.

Sudah dua hari sejak pertemuan terakhir mereka. Dua hari sejak percakapan yang membangkitkan luka lama. Dua hari sejak ia mendengar sendiri betapa Sohyun telah begitu tersakiti karena dirinya.

Dan dua hari ini, Taehyung tidak berani menemuinya.

Bukan karena tidak ingin, tetapi karena rasa malu yang menahannya. Ia tidak menyangka, tidak pernah membayangkan, bahwa luka yang ia tinggalkan di hati Sohyun sedalam itu. Selama ini, ia berpikir bahwa rasa sakit itu hanya miliknya seorang, tetapi kenyataan berbicara sebaliknya. Mereka berdua sama-sama terluka, sama-sama terjebak dalam kenangan yang seharusnya tidak pernah ada.

Seungcheol melirik Taehyung yang berjalan di sampingnya. Pria itu tampak lebih diam dari biasanya, sesekali menghela napas seakan ada beban yang tak terlihat menekannya.

"Ada apa?" tanyanya, mencoba mencari tahu apa yang sedang dipikirkan sahabatnya.

Taehyung hanya menggeleng pelan. "Kepalaku sakit," jawabnya singkat.

Seungcheol tidak langsung percaya, tapi ia memilih untuk tidak memaksa. Mereka masuk ke dalam mobil, suasana di antara mereka masih dipenuhi dengan keheningan. Taehyung hanya menatap lurus ke depan, sesekali menyesap kopinya yang mulai mendingin.

Baru setelah mesin mobil dinyalakan, Seungcheol kembali bertanya, "Gimana bisa?"

Taehyung tetap diam sejenak, kemudian tanpa menjawab pertanyaan itu, ia malah balik bertanya, "Menurutmu... apakah aku sudah tidak pantas untuk Sohyun?"

Seungcheol melirik ke arahnya, bingung dengan arah pembicaraan ini. Ia memilih untuk tidak langsung menjawab, menunggu Taehyung melanjutkan.

Taehyung menunduk, jemarinya menggenggam erat cangkir kopinya. "Apa semua ini benar-benar sudah berakhir untuk kami?" suaranya terdengar pelan, seperti pertanyaan yang lebih ditujukan untuk dirinya sendiri daripada untuk Seungcheol.

Seungcheol membiarkan keheningan mengisi ruang di antara mereka. Matanya masih fokus ke jalanan di depan, tetapi pikirannya sibuk merangkai kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan Taehyung.

Setelah beberapa saat, ia akhirnya berkata dengan nada yang lebih tenang, "Kalau kalian dipertemukan kembali dalam versi terbaik, bukankah itu alasan kalian tidak akan pernah benar-benar berakhir? Kenapa kau malah memikirkan sesuatu yang membuat semuanya semakin sulit?"

Taehyung menghela nafas panjang. Pandangannya menerawang ke luar jendela, mengamati lalu lintas yang berlalu begitu saja. "Aku sudah terlalu banyak menyakitinya..." suaranya nyaris tenggelam dalam suara mesin mobil.

Eccedentesiast ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang