E.n.a.m.b.e.l.a.s

7.9K 464 7
                                    

Natasha POV

"Apa yang coba kamu cari di tengah hujan, hm?"

Aku menggeleng dan kembali menatap lelaki di hadapanku. Rambuk cepak, wajah tegas, dengan senyum hangat yang ga pernah lepas dari bibirnya. Dia lelaki yang sangat baik, dan dia juga yang menolongku saat nyaris senbuah mobil menabrakku. Itu pun karena.... Melamun, dan hal itu menjadi kebiasaan burukku setelah meninggalkan Jakarta setahun yang lalu.

"Nat... Boleh aku mendapatkan perhatianmu sepuluh menit? Atau.... Memang jendela itu lebih menarik?"

"Hahhaa... Maaf. Ga usah sepuluh, sejam pun boleh. Apa yang ngga sih buat kamu, Rik?" Aku berkedip genit dan memberikan perhatianku penuh padanya.

Jangan heran.

Sejak enam bulan yang laku, aku sudah pacaran dengan Riki. Jika ditanya kenala secepat itu aku menerima lelaki lain, tapi itu hanya tampak luarnya saja. Aku mungkin ga sebaik apa yang orang lain bilang, karena nyatanya aku hanya mencari pelarian dari semua masalahku. Riki datang di saat yang tepat dan dia menawarkan hidup yang lebih berwarna untukku. Aku ingin lebih baik, dan aku menerimanya dengan tanga terbuka.

Sedikit banyak, aku takut mengecewakannya.

Tapi Riki ga mempermasalahkan apapun. Kami dekat, walau tak pernah mengungkit siapa aku dibalik nama Mahendra, kisah lamaku, atau hal yang berhubungan dengan hidupku yang penuh masalah. Aku erasa nyaman bersama Riki!

"Mmmm... Nat, gini..."

"Aku mendengarkan..."

"Maukah...."

"Ya?"

"Maukah kamu...."

"Ya Rik?"

"Mmmm... Ma-maukah kamu...."

"Rik, astagaaaaaa kamu itu kenapa gugup begitu?! Berasa kayak kamu mau nembak lagi tau ga?!" Omelku ga sabar.

Riki itu orang yang paling tegas gang pernah ku temui. Dia bisa memutuskan apapun dalam waktu cepat dan itulah yang membuat dirinya terkenal sebagai dokter bedah termuda yang selalu berhasil dalam kasus sesekarat apapun. Dia hebat! Dan aku merasa sangat terhormat bisa dipilihnya dari sekian banyak perempuan yang mengantri mendapatkannya.

Tapi jauh dari ruang operasi, sikapnya kepadaku layaknya anak ABG. Dia suka salah tingkah, gugup, bahkan terbatuk-batuk jika sedikit saja aku menggodanya. Tapi dari sana, aku tau dia menyayangiku. Perhatian sederhananya ga bisa menyembunyikan apapun dan membuatku merasa nyaman. Sungguh, Riki orang yang sangat mencintaiku.

Hanya saja....

Aku harap, seiring dengan berjalannya waktu, aku bisa menyukai dan mencintainya. Mempunyai rasa yang Riki rasakan kepadaku juga. Tapi aku percaya suatu saat nanti aku pasti punya perasaan itu.

Bukankah cinta itu ada karena terbiasa.

Jadi... Kembali ke topik utama. Apa yang ingin dibicarakan Riki?

"Will you marry me?"

WHAT.....

"A-aku tau... Semua terlalu.... Buru-buru. Aku bukan cowok romantis yang bisa nyiapin dinner dengan lilin. Atau nyewa restoran yang.... Yahhh, diimpikan semua kaum wanita. Aku... Sejujurnya aku ga bisa nawarin apapun untuk kamu. Hanya sebatas apa yang dirasakan hatiku dan segala kesederhanaan diriku."

Hei, Riki terlalu rendah hati!

"Ahhh, sampai lupa! Maaf! Mmm... Cincin... Mana cincin..... Oh God! Ga mungkin aku ninggalin di mobil!" Riki meraba semua sakunya, bahkan dengan wajah panik dia menekuk dahinya dan mengambil kunci mobil yang ada di atas meja.

Perasaan terharuku yang tadi mendadak buyar. Yah, seperti inilah Riki. Dia mudah panik dan sangat ketara sekali reaksinya bersamaku. Mau tak mau, aku menahan senyumku mati-matian demi menjaga perasaannya yang pasti deg-degan dan panik.

"A-aku ke mobil dulu Nat. Aku harus ambil cin-...."

Aku ikut berdiri dan menghalangi langkahnya. Jangan sampai semua momen yang udah dia usahakan malah hancur berantakan, dan bersyukurlah restoran ini sepi dan hanya pelayan yang menatap kami penuh rasa penasaran. Yahhh... Memberi tontonan gratis memang bukan gayaku, tapi sesekali boleh kan?

Perlahan, ku kalungkan tanganku di leher Riki, dan berjinjit sampai akhirnya bibirku bisa menyentuh bibirnya. Ini pertama kalinya bagiku dan Riki, karena selama ini ciuman yang kami lakukan hanya sebatas kening dan pipi. Tapi ga masalah!

Perasaan Riki yang tulus sungguh aku hargai. Sejujurnya, aku masih belum yakin dengan perasaanku tapi aku ga mungkin menolak kebaikannya selama ini. Jadi.... "Aku ga yakin. Seperti kata kamu, semua terlalu terburu-buru. Kamu orang yang baik dan aku ga berharap seseorang yang lebih baik lagi untuk menemaniku sepanjang sisa hidup ini. Mari kita jalani bersama..."

"Maksud kamu....?"

"Yes, I will!"

Enam bulan pertama kami menjadi teman. Enam bulan selanjutnya kami berpacaran. Dan beberapa bulan dari sekarang, pasti kami akan menikah. Cepat sekali, tapi bersama Riki, aku merasa jauh lebih baik. Dia yang terbaik yang ku temui, tentunya setelah...... Arya.

Entah bagaimana kabarnya sekarang. Yang aku dengar, dia sibuk mengurus Revan. Sinta ga pernah absen memberikan kabar, jadi jangan heran dengan pengetahuanku tentang keseluruhan anggota keluarga Mahendra.

Kak Rega dan Kak Flo lagi sibuk menanti anak mereka yang tiga bulan lagi lahir. Posesifnya Kak Rega sanggup membuat Kak Flo menginjakkan kaki di bandara hanya untuk kabur menyusul orang tuanya yang sedang berada di Prancis. Mendengarnya, aku hanya bisa tertawa keras. Pasti Kak Rega setengah mati membujuk dan membuat Kak Flo tinggal dengan berbagai ultimatum.

Kak Reta dan Kak Tommy? Jangan tanya... Mereka juga menantikan kelahiran anak mereka yang entah bagaimana, kebetulan sekali dengan Kak Rega dan Kak Flo. Hanya bedanya, Kak Tommy ga sekejam Kak Rega yang menghalangi semua jenis aktivitas sang istri. Bahkan.... Kata Sinta, mereka sibuk jalan-jalan keliling dunia! Masih menikmati semua hal sebelum jadi orang tua. Ck...

Kalau Dad dan Mom, ga ada masalah lagi. Palingan juga pusing mikirin Jemma dan Erick yang entah kenapa bisa nemplok erat layaknya benalu di kehidupan mereka. Jemma diangkat lagi jadi sekretaris atas permintaan Mom, tapi tiap hari ga ada hentinya Mom pelototin agar Dad ga macem-macem. Kalau Erick, dia datang tanpa diundang. Katanya mau merebut Mom karena dia udah resmi bercerai dari istrinya. Ck, awas saja ada masalah, aku pastikan dia dapat masalah yang ga kalah besarnya.

Rama dan Sinta...... Baik.

Semua baik-baik aja dan aku berharap terus baik-baik aja. Terutama Arya. Yang ga bisa aku lupain sampe seumur hidup! Sejujurnya, aku ga mau mendengar kabar apapun tentang Arya. Mungkin karena aku masih takut untuk merasakan sakit. Walau aku juga masih tetap merasakan...... sakit.

Hufff....

Seharusnya setahun yang lalu kami sah....

Walau pada akhirnya aku tetap akan menikah, tapi bukan Arya lagi pasangannya. Bisakah aku menertawai hidupku? Seakan aku mudah sekali berganti pasangan, dan mudah diajak menikah. Hei, apa aku berhasil mengobral diriku setelah putus cinta?

Ha-ha-ha

Aku benci mengatakannya, tapi aku masih berharap Arya datang ke hadapanku. Menjemputku. Memintaku kembali bersamanya. Mengatakan kalau dia masih mencintaiku dan aku akan menerima semuanya. Karena aku sudah sangat siap.... Latihan selama setahun ini sudah lebih dari kata cukup!

Hanya saja.... Arya ga akan bahkan ga pernah sekalipun mencoba menghubungiku.

Ahhh....

Mungkin memang dia sudah lupa denganku, dan sudah ada seseorang yang lebih baik yang menemaninya sekarang. Siapa yang tahu? Yang pasti.....

Ya... Ini yang terbaik bagi kami berdua.

"Makasih Natasha.... Makasih! I love you..." Bisik Riki yang masih setia memelukku dengan erat.

Seandainya aku bisa mengatakan 'I love you too', semua pasti akan sangat membahagiakan!

Loving You #6 : Happily Ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang