L.i.m.a.b.e.l.a.s

8.1K 509 12
                                    

Arya POV

Gue ga tau kalau keesokannya, saat gue balik ke rumah sakit untuk menjenguk Jessica dengan seikat bunga tulip kesukaannya, yang gue dapatkan hanyalah kamar kosong. Gue tentu saja kaget, bahkan sempat panik padahal gue tau pasien ga akan dibawa kemana-mana di luar dari wilayah rumah sakit.

Tapi gue beneran panik, dan panik gue beralasan!

Jessica meninggal subuh tadi, dan meninggalkan surat untuk Dad, Mom, keluarga besar gue, dan terakhir buat gue. Dia sempat menulis semua surat ini dalam keadaan sekarat?!

Huff...

Gue hanya berdoa untuk yang terbaik, semoga Jessica diterima di sisi Sang Pencipta. Setelahnya gue meminta asisten gue dengan seenak jidat untuk membantu urusan pemakaman Jessica, kasian juga ga ada keluarga yang menjenguknya. Itu hasil gosip dari para perawat yang menjaga Jessica.

Sorenya, dengan perasaan campur aduk gue menyetir ke rumah keluarga gue. Dengan mantap, gue mengetok. Sambil dalam hati berharap, semoga Mom membaca pesan gue siang tadi dan berhasil mengumpulkan semua anggota keluarga.

Dan ternyata berhasil!

Di sinilah mereka. Berkumpul dan duduk memenuhi sofa di ruang keluarga. Ini pertama kalinya gue ketemu keluarga gue setelah terakhir kali babak belur dan Natasha yang membawa gue dalam keadaan pingsan ke rumah Dion. Tentu saja ga seorang diri, tapi dibantu sama supir. Revan juga ikut serta, dan syukurnya dia tidur jadi ga lihat gue yang hancur lebur dengan darah berceceran di muka.

Inilah...

Sidang dimulai!

Gue hanya berdoa, semoga ga ditonjok lagi. Luka yang lama belum sembuh juga! Lagian, gue ga mungkin bales sekalipun gue mampu. Yakali lawan Dad, Kak Rega, dan Rama. Ga tega! Gue kan dokter, masa nyakitin orang?

"Selamat sore semuanya..." Sapa gue ramah yang dibalas dengan tatapan sinis dari kaum Adam yang ada di ruangan itu.

"Bagaimana kabarmu, Arya? Revan mana?" Tanya Mom tak kalah ramah.

Yah, memang kasih ibu itu sepanjang masa. Mau anaknya semengecewakan apapun, tapi tetep aja diberi perhatian. Ga kayak anggota keluarga yang lain. Dan itu yang membuat gue sedih, karena kesalahan gue ga termaafkan.

"Ga buruk, dan dia di rumah Dion. Revan berteman baik sama Joey."

Dan hening.

Great... Sidang benar-benar dimulai. Semuanya seperti jaksa penuntut, dan gue tersangka utama! Bukan... Bukan tersangka. Tapi gue emang penjahatnya di sini. Gue terdakwa, man! Lihat aja mata dua sarjana hukum lulusan Belanda itu... Benar-benar menusuk dan menilai. Seakan gue dokter yang telah melakukan kejahatan yang lebih buruk dari sekedar malpraktek!

Lalu mana pengacara gue?

"Oke... Ga ada yang suka basa-basi. Jadi Arya mulai semua ini."

Mereka semua perlu tau... Gue mau mengakui kesalahan gue, dan berharap maaf dari semuanya. Ya... Itu tujuan gue datang kemari. Revan butuh sebuah keluarga, dan bukan hanya gue yang dia butuhkan. Gue butuh support, bukan cuma dari Dion yang neriakin tiap pagi gue. Dan.... Rasa bersalah di hadapan keluarga gue itu seperti rayap yang menggerogoti tanpa ampun!

Gue menarik nafas dalam, menatap satu per satu orang yang ada di ruangan ini, berhitung sampai tiga dan memberi pengumuman.

"Tujuh tahun lalu, Arya udah mengiyakan permintaan Natasha. Tujuh tahun dan kalau Arya ga hamilin anak orang artinya kami menikah. Tapi ternyata, janji itu ga Arya tepati. Jessica hamil dan Revan anak Arya, seperti yang kalian ketahui dari hasil tes DNA. Ga perlu diragukan lagi, karena Arya udah ketemu sama ibunya Revan."

Dan semua mata ga lepas lagi menuntut penjelasan gue. Akhirnya, cerita yang sama persis dengan cerita Jessica langsung gue perdengarkan ke semua orang. Yahhh, masalah mereka percaya atau engga, itu terserah. Yang jelas gue udah berusaha membuat semua CLEAR, kayak merek sampo!

Wajah terkejut, marah, sedih, kecewa... Yang jelas ga satu pun dari mereka tampak bahagia ataupun lega setelah mendengar kisah panjang lebar yang gue kemukakan. Jika ini sidang penentuan gue lulus atau engga, udah bisa dipastikan gue ngulang lagi!

"Natasha berhak memilih, dan dia lebih pantas dengan cowok yang baik. Anggaplah ini hukuman setimpal untuk Arya yang udah menabrak ibunya Natasha dan Rama. Kehilangan seorang yang Arya sayang. Arya yakin, Natasha akan mendapatkan yang jauh lebih baik dari Arya." Kata gue mengakhiri cerita panjang tanpa dipotong ini dengan pedih.

"Brengsek lu Kak!" Teriak Rama tepat saat gue selesai bicara.

"Gue tau Ram... Karena itu, sepanjang sisa umur gue bakal gue dedikasiin buat Revan. Cinta gue cuma buat Natasha, dan selamanya begitu." Kata gue mantap tanpa berkedip.

"Omong kosong!" Geram Rama yang sudah nyaris melompat dari kursinya dan mau menghantam gue. Syukurnya Kak Tommy pandai melihat situasi dan nyawa gue selamat!

"Pegang janji gue Ram. Habisi gue di tempat kalau gue sampe nikah sama orang lain. Lagipula, Natasha udah bawa semua pergi. Hidup gue, cinta gue, bahkan impian gue. Apa yang tersisa? Cuma diri gue yang mau jadi seorang ayah yang baik buat Revan. Ga lebih..."

Seminggu menjadi orang gila di tempat Dion, membuat gue sudah memantapkan diri. Dan ini sungguh yang ingin gue lakukan seumur hidup.

"Are you sure? Kamu masih bisa berjuang kalau mau. Kami punya alamat dimana Natasha berada kalau kamu mau menge-..."

"Ya Mom... Arya yakin. Dad, maafin Arya yang emang ga pernah bisa bikin bangga kayak Kak Rega." Potong gue sebelum Mom menyelesaikan kalimat penuh khawatirnya.

Tapi bukan Rama yang perlu dikendalikan, Kak Rega tanpa gue sadar udah berdiri depan gue dan bukkkk... Aihhhh! Gilaaaaa! Sakit banget!!!

"You know what, gue benci banget mengakuinya tapi ..... lu juga tetep adik gue. Yang ga ada lucunya dan selalu buat onar. Gue ga berharap banyak, gitu juga Reta. Kalau ini keputusan lu, ini hasil dari rasa bersalah lu dan semua ini sesuai kata hati lu, terserah! Ini hidup lu, lil' bro. Not mine!" Kata Kak Rega sinis sampai kembali ke sofa.

Ha-ha-ha

"Maafin Arya... Hanya ini yang bisa Arya minta. Maaf... Maaf... Karena Arya sendiri ga tau harus bagaimana. Maaf..."

Benci mengakuinya, tapi gue berubah jadi cowok cengeng sekarang. Gue kehilangan semua... Natasha... Bahkan kepercayaan keluarga gue. Gue tau, gue pantas mendapatkan semua ini.

Oh Tuhan... Ampuni hamba-Mu ini...

"Kedewasaan ga diukur dari umur. Tanggung jawabmu salah satu pengukurnya. Dan semua masalah yang sudah terjadi itu urusanmu, Son! Dad ga akan ikut campur dan memukulmu lagi. Sudah cukup kan?"

"Ya..."

"Keluarga... Kamu masih bagian dari keluarga ini. Mahendra. Dan Dad sudah memikirkannya juga selama semingguan ini. Jika di dalam darah anak itu ada darah kamu, dia juga bagian dari keluarga ini."

Dad memang paling bijaksana. Dan gue sedih karena itu. Gue emang anak ga tau diri, bersyukur aja gue ga diusir dari keluarga ini. Dan mungkin setelah ini, semua selesai... Selamat tinggal mungkin kata yang tepat!

"Thanks... Kak Rega, Kak Reta... Sorry selama ini nyusahin. Tapi tenang aja, mulai sekarang ga akan ada lagi panggilan untuk kalian karena ulah Arya. Dan Ram... Lu punya kakak yang terlalu baik buat gue. Bersyukurlah dia tau kebrengsekan gue sebelum menikah."

Gue bangkit dari tempat duduk dan mengeluarkan beberapa lembar kertas.

"Surat dari Jessica. Buat kalian... Arya pamit dulu, Revan udah nungguin. Selamat malam."

Dan semua terasa melelahkan... Sangat teramat menguras tenaga. Walau sedikit, tapi semua menjadi lebih baik walau ada yang kurang. Apalagi yang kurang kalau bukan Natasha!

'Sha... Apa kamu udah makan? Istirahat cukup? Bisa nyenyak tidur? I hope, you'll be happy whereevr you are.'

Loving You #6 : Happily Ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang