Natasha POV
Setelah menimbang-nimbang sampai rasanya kepalaku ingin pecah, akhirnya aku menelepon keluargaku. Sudah sebulan dan Kak Reta sudah mengirimkan anak buahnya untuk mengecek keadaanku. Belum lagi ratusan bahkan ribuan pesan memenuhi kotak masukku. Ck, keterlaluan!
Bukan Kak Reta saja, tapi Kak Rega juga ga kalah heboh. Pagi tiga hari yang lalu itu, pintu kamarku digrebek dan pelakunya anak buah Kak Rega yang mengira diriku sekarat ga keluar-keluar dari apartemen. Padahal itu karena seminggu penuh aku bergadang di rumah mengerjakan proposal untuk memenangkan tender baru!
Dad dan Mom juga ga lelah menelepon. Rama apalagi! Dia yang paling sering nelepon tapi ya itu, ga pernah aku angkat. Aku tau dia pasti khawatir, tapi aku belum siap. Aku belum siap memberitahukan pernikahanku yang SEBULAN LAGI ke keluarga Mahendra!
Kenapa cepat sekali?
Orang tua Riki bilang, niatan baik itu ga boleh ditunda. Mereka meminta bertemu orang tuaku, tapi saat aku datang ke kota ini, aku seperti gelandangan yang mengaku kerja sebagai sales. Mereka mengira aku yatim piatu dan ga tau kalau aku seorang Mahendra! Jadi mereka hanya minta pendapatku. Aku pun merasa niatan baik itu ga boleh ditunda, terutama yang menuju kebahagiaan, jadi aku ikut Riki aja. Dan aku menyesal...
Aku bisa dihabisi semua orang!
Tapi aku harus memberitahukan kabar ini. Mungkin bicara secara langsung lebih baik daripada jauh-jauhan seperti ini. Ya kan?
Berarti aku harus pulang ke Jakarta?
Huff...
Aku ga siap.
Setelah berpikir sampai jam menunjukkan pukul delapan malam, aku menekan tombol telepon. Menunggu beberapa detik yang mencekam sampai akhirnya disambut oleh suara yang kurindukan di seberang sana.
"Halo? Kak Natasha?!"
"Apa kabar Rama?" Sapaku tersenyum lebar mendengar suara adikku yang tampan itu.
"Akhirnyaaaaa! Susah banget sih ditelepon sebulanan ini?! Sebegitu lupanya ya sama Rama?! Tega banget! Rama tuh kuatir Kak Natasha kenapa-kenapa! Untung aja anak buahnya Kak Rega ngasih kabar baik, kalo engga... Kak Natasha bakal Rama seret pulang kayak kain pel!"
"Hahahaha... Ram.. Plis dehh! Kakak baik-baik aja kok. Gimana kuliah kamu?"
"Penting banget ya ngomongin kuliah? Ck."
"Yeeee... Penting lah!"
"Ga penting! Rama yakin Kak Natasha telepon sebenernya ada yang mau diomongin. Dan pasti lebih penting dari cuma tentang kuliahan Rama! Eeeehhhh... Tunggu! Nihhh ada Kak Reta yang tumben kunjungan..."
"Ram? Sapa tu? Ohhhh jangan-jangan Natasha ya?! Loudspeaker! Cepet!!!"
Suara Kak Reta. Pasti dia rebut hp Rama seenaknya. Ck, dasar ibu hamil itu!
"WOOOOOWWWW... bumil! Lu rebutan hp dari Rama? Ngidam hp? Lah... Minta ma suami lu aja lah!"
"Bukan lah Rega kembaran gue yang sangat teramat pinterrr! Ini telepon lagi kesambung sama Natasha, adek kita yang ga inget keluarga!"
Hei hei hei!
Aku bisa mendengarnya!
Dan aku sangat menyesal...
"SERIUSAN?! Loudspeaker! Ehhh...ga jadi. Buat apa speaker?! Zaman udah canggih. Ganti video call. Cepet!"
Aku hanya bisa tertawa. Dasar semua orang itu, seenaknya saja. Bahkan sudah mematikan sambungan dan dalam hitungan detik sudah menghubungiku lagi dengan video call. Tapi sejujurnya aku bersyukur, mereka juga pasti merindukanku!
"Halo semuaaaaa...." Sapaku sepenuh hati.
"Halo-halo! Kemana aja lu, hah?! Gue kira lu tewas."
"Seenaknya! Oh iya, Kak Rega harus ganti uang perbaikan pintu. Ck! Masa seenak jidat anak buah Kak Rega dobrak pintu apartemen aku sih. Billnya aku kirim ke kantor!"
"Salah lu juga! Makanya kasih kabar!"
Iya iyaaa...
"Brisik Ga! Masa adek lu udah ngasih kabar, malah diomelin. Shaaa... Jangan kirimin tagihan ganti pintu dong, Rega kan khawatir..."
Bentarrr... Pasti Kak Reta mau nyambung kata-katanya. Soalnya menggantung.
"Lu sekalian kasih tagihan beli rumah aja. Kan jadi dia ga khawatir dan lu terpantau aman sama kami. Kalau perlu, rumahnya yang besaaaaaar banget plus fasilitas lengkap!"
Nah kan? Sudah ku duga...
"Retaaaaaa!"
Aku hanya bisa tertawa. Sudah setahun aku ga ketemu mereka langsung. Lebih tepatnya, aku sudah ga pulang ke Jakarta setahunan ini. Kalau mereka yang datang, yaaa sebulan sekali. Hanya mengecek saja, tapi enam bulan ini aku melarang mereka datang. Terlebih Kak Reta dan Kak Flo yang sedang hamil. Kasian kalau naik pesawat terus!
"Cukup! Haduhhh... Kak Rega, Kak Reta.. Ini tuh ceritanya Kak Natasha punya berita buat kita. Plis deh, ributin masalah kalian nanti aja."
Kemudian ketiga pasang mata itu menatap ke arahku. Layarku penuh dengan wajah mereka. O-oke... Bagus sekali Ram! Aku merasa diintimidasi. Tapi emmang benar kata Rama, aku punya berita untuk mereka. Tarik nafas.... Buang.
"Mmmm... Boleh panggil Dad dan Mom? Pleaseee...." Pintaku.
"Sinta?"
"Kalo boleh, dia juga..."
"Arya?"
Aku diam.
Ini memang hari Minggu, dan tentu saja semua orang berkumpul di kediaman utama keluarga Mahendra. Beberapa bulan yang lalu, atau mungkin sudah berbulan-bulan, Sinta sempat cerita tentang perjalanan mereka sekeluarga ke pantainya Kak Tommy. Ada Revan yang ikut serta, dan aku menarik kesimpulan kalau semua sudah baik-baik saja. Ya... Berarti semua sudah baik-baik saja.
Aku butuh beberapa detik, sampai akhirnya aku mendapatkan diriku lagi.
"Jangan." Mohonku dengan sangat, dan aku yakin mereka mengerti.
"Oke."
Tak perlu menunggu lama, aku melihat layar tabletku penuh. Semua sudah duduk rapi dan berlomba-lomba melihatku. Sedikit banyak aku tersanjung, dan bersyukur sepenuh hati karena aku punya mereka. Senyum dan binar-binar rindu terlihat sangat jelas. Sebegitu jahatnya kah aku sampai ga menghubungi mereka?
Ahhh... Semoga saja kabarku ga membuat mereka sedih.
"Maaf sebelumnya sebulan ini ga memberi kabar. Tapi tolong, jangan putus omongan Natasha dulu. Ada berita penting yang ingin Natasha sampaikan."
Banyak yang sudah mengganga dan mau protes. Terutama Kak Reta yang cerewetnya minta ampun, tapi syukurlah dia menahan diri. Dad mengangguk dan menyuruhku meneruskan.
"Dia lelaki yang baik, seorang dokter dari Jerman, tampan, dan pastinya dia mencintai Natasha. Dia sudah melamar Natasha, dan jangan tanya kenapa Natasha ga menolaknya. Kami memang baru kenal... Tapi bagi Natasha, dia yang terbaik setelah semua yang Natasha rasa buruk. Seperti yang Dad tau, nama Mahendra ga pernah sekalipun Natasha pakai buat mendapatkan apapun. Dan Riki... Dia menerima Natasha apa adanya.
"Maaf.... Natasha bener-bener minta maaf baru memberitahukan sekarang. Bahkan setelah Natasha dan keluarga Riki mempersiapkan segala sesuatu untuk pernikahan ini. Seharusnya Natasha minta kehadiran kalian semua dalam penentuan tanggal pernikahan. Semua memang mendadak dan... Natasha kira, niatan baik ini akan sangat baik untuk semua orang!
"Tapi Natasha sungguh minta kehadiran Daddy dan Mommy... Untuk membantu Natasha dalam pernikahan ini. Juga Kak Rega dan Kak Reta. Rama... Sinta... Restui keputusan Natasha... Ini permohonan Natasha."
Walau hanya layar yang menampilkan wajah dari tiap-tiap Mahendra, tapi raut jelas kekecewaan itu ada. Yah, aku tau. Berita ini ga akan pernah menjadi berita kebahagiaan bagi keluarga Mahendra.
Sungguh ironis, bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving You #6 : Happily Ever After
RomanceSekuel keenam dari "Loving You". Dear Arya Pradipta Mahendra, Tolong jaga Revan, anak kita. Niatku tidak ingin memberitahumu kejadian satu malam itu. Satu malam yang merupakan kesalahan bagimu, tapi tidak bagiku. Keberadaan Revan adalah anugerah. K...