S.e.m.b.i.l.a.n.b.e.l.a.s

7.4K 455 4
                                    

Natasha POV

"Penerbangan terakhir, hm?"

"Yahhhh... Ga juga. Lebih tepatnya, minjem kekuasaan Dad. Hehehe... Boleh kan? Lagian fasilitas Mahendra yang satu itu kan ga pernah dipake dalam keadaan apapun. Ini termasuk urgent kan?"

"Yahhh oke lah. Ayo masuk. Tapi perlu banget ga kamu sampe bawa koper segala Ram? Terussss... Kenapa kamu bawa-bawa Sinta segalaaaa?! Kan katanya dia mau ujian???"

Sambutanku memang sedikit ga menyenangkan, tapi bisa kalian bayangkan? Ini jam dua belas malam dan teleponku berbunyi. Beruntung setelah telepon itu, aku belum tidur karena terus kepikiran. Dad dan Mom hanya bisa tersenyum dan mengangguk, ga memberikan restunya. Mereka kecewa, aku yakin itu. Kak Rega dan Kak Reta... Mereka tak jauh berbeda, hanya mengucapkan selamat dan pergi. Meninggalkan Rama yang masih terdiam menatapku.

Mereka kecewa. Hanya Sinta yang mengucapkan selamat dengan sepenuh hati dan mendoakan kebahagiaanku bersama Riki.

Sulit.

Ini sungguh sulit!

Tapi ga ku sangka, ternyata Rama langsung terbang ke apartemenku bersama Sinta yang tertidur di gendongannya. Ck!

"Ya udah... Sinta tidur di kamar Kakak aja, kamu di kamar tamu. Maaf ya apartemennya sempit."

"Yahhh, aku sama Sinta sekamar juga ga apa. Kan kakak-adik juga.." Kata Rama sambil cengegesan.

Aku melotot. Dasar!

Setelah yakin Sinta nyaman, aku dan Rama sibuk memasukkan koper yang besarnya ga kira-kira. Ini mau pindahan atau berkunjung? Tapi biar deh, besok aja aku baru tanya. Baru saja aku menutup pintu kamar, suara Rama langsung memecah keheningan.

"Kak..."

"Hm?"

"Ngobrol sebentar, boleh kan? Kayak dulu waktu Rama masih SD. Kak Tasha selalu ngajak bicara karena cuma saat itu kita sekeluarga punya waktu."

Mau tak mau, aku mengiyakan. Tanpa perlu menjelaskan lebih lanjut, aku tahu maksud Rama apa. Dia mau membicarakan masalah yang beberapa jam tadi terjadi kan? Maksudku... Mengenai berita pernikahanku dan Riki. Memangnya apalagi yang sanggup membuat Rama terbang ke sini dan bela-belain waktu tidurnya berkurang kalau bukan kekecewaannya.

Baiklah... Aku siap!

Daripada nantinya Rama ga bisa tidur.

Aku menyuguhkan segelas teh hangat, lalu duduk di samping Rama. Entah kami menatap apa, sampai aku memulai pembicaraan.

"Bicara aja... Ga usah merasa ga enak. Kan udah biasa juga kita begitu. Kakak ga akan tersinggung."

Rama berdehem, dan setelah mengumpulkan keberanian akhirnya dia bicara juga.

"Dad dan Mom kecewa... Mereka merasa Kak Natasha mengabaikan status mereka yang adalah orang tua kita. Walau orang tua angkat, tapi mereka sayang sama kita Kak."

Aku tau... Tanpa perlu Rama bilang, aku udah tau...

"Tapi Dad bilang, dia bakal ngunjungin Kak Tasha kok seminggu lagi. Dia mau nyelesaiin urusan kantor dan sepenuhnya tiga minggu dihabiskan untuk nemenin Kak Natasha, bareng Mommy juga!"

"Mereka merestui pernikahan Kakak?" Tanyaku ga percaya, terlebih setelah semua hal yang mengagetkan ini!

"Ya. Walau Rama yakin mereka sedikit sedih karena kakak ga jadi menantu mereka."

Aku tersenyum tipis. Tentu saja... Kalau engga, justru aku yang heran.

"Kak Rega dan Kak Reta?"

"Kesel banget. Sampe bete! Hahaha... Mereka ngambek, dan mau Kak Tasha yang jemput mereka ke sini buat acara di hari H."

Dasar!

"Kamu sendiri gimana Ram..."

Rama menoleh ke arahku dan merangkulku. Rasanya, dulu adikku hanya anak SD yang bahkan jauh lebih pendek dariku. Cepat sekali dia berubah dan menjadi sebesar ini.

"Kecewa lah! Menurut Kakak aja! Tapi Rama seneng kok... Kalau Kak Tasha seneng. Gitu juga orang tua kita dan Sinta yang ada di Surga."

Terima kasih Rama...

Pembicaraanku dan Rama terus membahas pernikahanku dengan Riki, tapi lebih banyak diriku yang mendominasi pembicaraan. Rama ga menghakimiku dengan apa yang aku pilih dan aku merasa, ga ada yang salah. Ini semua hanya maksud supaya diriku bahagia kan?

Setidaknya, sekarang aku bahagia... Walau masih sedikit bingung.

"Kak Natasha ga mau tau gimana kabar Kak Arya?" Tanya Rama tiba-tiba dan sukses membuatku tersedak.

Jujur, aku menutup diri untuk nama itu. Seakan itu hal tabu yang ga pelu diungkit dan ga akan aku ungkit. Tapi aku ga boleh seperti ini terus. Aku sudah lebih baik, dan Arya juga keluargaku. Ada baiknya aku menghadapi sebisaku, bukannya terus menghindar!

"Ga kamu hajar kan Ram?" Tanyaku setengah bercanda.

"Ga mungkin lah! Aku masih sayang Kak Tasha! Lagian, kenapa juga Kak Tasha lebay banget sampe ngancem ga mau ngakuin aku jadi adik lagi?!"

"Hahahaa.. Yahhh, kenapa ya? Ya karena.... Mau gimana pun, semua ga akan selesai hanya dengan pukulan Ram."

"Jangan mengalihkan perhatian. Aku masih nungguin jawaban Kak Tasha tentang Kak Arya nih!"

Ah ternyata ketahuan ya? Memang aku masih belum siap membahas tentang Arya. Walau sudah satu tahun...

"Well... Sejujurnya, aku ga berani untuk mau tau. Arya... Kamu sendiri tau kakak suka sama dia sejak SMA kelas satu. Udah bertahun-tahun lewat, pernikahan kami tinggal hitungan minggu, dan semua hancur. Kalau kakak ga nangis bombay, percayakah kamu kalau kakak ga peduli?

"Saking pedulinya, kakak pergi Ram. Semua masalah yang kemarin itu berdampak besar! Mau tau kabar Arya, tapi apa kakak sanggup denger kalau dia bahagia dengan anak dari perempuan lain? Hubungan kami belum sampai pernikahan, tapi kami hampir menikah!" Kataku panjang lebar dengan emosi yang tersulut.

Tapi Rama hanya diam dan menatap mataku. Sampai akhirnya malah mengagetkanku dengan kabarnya...

"Ibunya Revan meninggal, Kak..."

"APA?!"

"Semingguan setelah Kak Natasha pergi, Kak Arya kembali ke rumah. Dia hancur dan membuang semua egonya. Menceritakan kebenaran dan aibnya sendiri yang udah khilaf. Dia... Berlutut meminta maaf dari semua anggota keluarga Mahendra."

"Arya.... minta maaf? Berlutut?"

"Tentu saja semua orang seperti nyaris akan membunuhnya di tempat. Aku salah satunya, tapi masih ada Kak Tommy. Kak Rega. Yahhh dia nonjok perutnya Kak Arya. Well... Ga kenapa-kenapa, tapi Kak Rega maafin. Mau gimana pun, semua udah terjadi. Ga ada yang bisa berubah..."

Aku hanya bisa menunduk. Diam.

"Berbulan-bulan Kak Arya fokusin dirinya sama kerjaan di rumah sakit, merawat Revan, dan belajar keras untuk ambil gelar doktoralnya. Dia mencoba sekeras mungkin untuk ga berdiam diri. Rama tau, bahkan semua orang tau, dia hancur walau terlihat baik-baik aja."

"Ram..."

"Bukannya membela Kak Arya. Tapi Rama ga mau Kak Tasha menikah dengan orang yang ga Kak Tasha cintai. Saat kita video call tadi, Kak Tasha hanya bilang orang yang bernama Riki itu yang mencintai Kakak, tapi ga sebaliknya. Kakka ga sekalipun bilang kalau cinta sama orang itu."

Dan itu lebih baik, Ram...

Karena nyatanya, aku takut buat jatuh cinta lagi aku takut, semua akan berakhir sama! Sekarang ga ada baik-baiknya bermain dengan waktu. Aku udah lelah... Dan sepertinya, semua akan lebih baik tanpa nama Arya lagi di hidupku.

Aku....

Aku .... sudah berhenti mengharapkannya. Ya! Aku sudah berhenti mengharapkannya dan hanya ingin melihat ke depan. Ada Riki yang menungguku...

"Udah malem Ram... Kamu lebih baik tidur. Besok kita bicarain lagi."

Loving You #6 : Happily Ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang