The night we met 1

827 105 6
                                        


Aku tidak menyangka akan bertemu dia hari itu, di sebuah makan malam yang sederhana diundang oleh kekasihku. Katanya "Teman kuliah ku dari Amerika mau datang juga, bawa tunangannya. Dia lahir di Konoha juga seperti mu"

Aku tertawa dan bersemangat waktu itu. Sekarang rasanya ingin keluar ruangan.

Dia masuk dan tiba-tiba dunia berhenti sebentar.

Rambutnya lebih pendek, suaranya lebih dewasa dan tenang. Tapi sorot matanya...masih sama. Masih sorot mata yang dulu menatapku saat kami berdua mencuri waktu di perpustakaan sekolah. Saat dunia belum sekompleks ini. Saat mencintai hanya berarti memilih satu sama lain, tanpa mempertimbangkan apa-apa.

Aku mengulurkan tangan, dia menyambutnya.

"Hai, aku Sakura. Salam kenal"

"Aku Sasuke. Salam kenal juga"

Dan begitu saja, kami menjadi orang asing di depan orang-orang yang kami cintai.

Tunangan Sasuke adalah teman kampus kekasihku. Mereka sering bersama karena mereka mahasiswa asing dan hanya beberapa dari Jepang. Sekarang dia mempertemukan kami. Dunia ini rasanya cukup bercanda namun lain lagi ketika dijalaninya.

Kami pura-pura baru bertemu. Pura-pura tidak tahu. Pura-pura tidak hancur.

Mataku bergetar dan bingung menatap ke arah mana. Namun aku tak boleh gila dan segugup ini. Aku tahu Sasuke juga mencoba setenang mungkin, dia pun selalu melihat ke arahku untuk meyakinkan kesepakatan bahwa malam itu kita adalah asing satu sama lain.

Kami duduk berseberangan. Gaara duduk di sampingku, sedangkan tunangan Sasuke duduk di sebelahnya. Mereka berbicara dengan riang. Mereka tertawa. Saling bercerita tentang masa kuliah, pekerjaan dan rencana pernikahan yang katanya sudah dekat ini.

Aku tersenyum dan bahkan ikut bercanda. Tapi aku tidak sepenuhnya ada disana.

Karena dalam pikiranku, aku masih duduk di bangku taman sekolah dengan seragam kusut, mendengar Sasuke bilang,

"Kalau aku kenapa-kenapa kan ada istriku yang calon dokter ini yang bakal nolong"

Nyatanya, aku tak menolongnya. Kami tak menolong satu sama lain.

Malam itu berjalan lambat. Aku bisa merasakan tatapan Sasuke sesekali mengarah padaku, cepat sekali berpaling saat Gaara menoleh. Seolah kami berdua sedang menari di atas tali tipis bernama rahasia. Dan kami tidak berani jatuh.

"Sakura, suka kopi ya?"
Suara Sasuke tiba-tiba terdengar.

Aku menoleh. Sedikit terkejut.

"Masih" jawabku pelan, "Kata orang, rasa kopi berubah seiring waktu. Tapi mungkin lidah orang juga berubah" aku melanjutkan.

Kalimat itu sederhana. Tapi bagiku, terasa seperti luka yang dibungkus pita.

Sebelum pulang, kami berfoto bersama. Gaara menggenggam tanganku erat. Sasuke dipeluk manja oleh tunangannya.

Dan di tengah cahaya flash kamera itu, dua pasang kekasih tersenyum manis. Tidak ada yang tahu bahwa di antara keempat orang itu, dua hati masih berdetak pada frekuensi yang sama tapi sudah tak bisa saling memanggil lagi.

....

Beberapa hari setelah makan malam itu, aku masih menyimpan sisa dari malam itu di dalam pikiranku. Senyumnya, tatapannya yang terlalu cepat berpaling dan suara yang masih sama.

Aku mencoba bersikap biasa. Menjawab pesan Gaara, tertawa saat kami video call, mendengarkan rencananya tentang liburan akhir tahun nanti. Tapi ada ruang dalam kepalaku yang terus memutar ulang pertemuan itu. Seperti lagu lama yang tak bisa aku matikan.

Sampai suatu hari, notifikasi muncul di ponselku.

🍅: Sakura, kamu baik-baik aja kan? Malam itu aku cuma mau bilang gak nyangka. Tapi aku juga gak nyesel kita ketemu

Aku diam. Lama.
Tanganku gemetar saat mengetik balasannya.

🌸: Aku baik. Aku juga gak nyesel. Ayo tetap rahasiakan hubungan kita, aku gak mau Gaara tau tentang ini

....

Gaara mengajakku untuk minum wine kesukaannya. Bertahun-tahun di Amerika membuatnya membawa sedikit budaya barat, dan tak bisa ia hilangkan. Takaran minumnya lebih banyak dari sebelumnya.

Mungkinkah Sasuke juga begitu? Entahlah.

Gaara menggenggam tanganku seperti biasa. Tidak sengaja sosok yang kutemui tempo hari di restaurant hadir kembali. Tunangan Sasuke itu tertawa saat memergoki Gaara yang tengah menyesap wine seakan kehausan. Juga Sasuke yang menatap ke arahku.

Tapi sesaat mata kami bertemu, waktu berhenti lagi. Sorot mata Sasuke seolah mengatakan 'aku masih ingat kita'.

.....

Hari itu Gaara tertidur di sofa setelah lembur. Aku duduk di lantai ruang tamu, memandangi wajahnya yang kelelahan. Di sebelahku, ponselku menyala. Satu pesan belum terbuka. Dari Sasuke.

🍅: Aku juga setuju untuk kita tetap diam. Tapi makin hari, rasanya makin sulit ra. Apalagi kita sering ketemu, aku takut

Aku tidak langsung membalas. Aku hanya menatap langit-langit. Menggenggam ponsel erat-erat. Jantungku berdetak terlalu cepat untuk ukuran malam yang seharusnya sunyi.

Pikiranku mulai melayang kemana-mana.

Bagaimana kalau aku bilang ke Gaara? Bahwa orang yang dia undang malam itu-yang duduk dan tertawa bersama dengan kami-pernah menciumku di perpustakaan sekolah sepuluh tahun yang lalu.

Bahwa aku pernah menangis di pelukannya saat bertengkar dengan orang tuaku. Bahwa kami pernah saling berjanji akan menikah, sebelum akhirnya kehidupan memisahkan kami.

Bagaimana kalau aku bilang semuanya?

Lalu bayangan wanita itu muncul. Tunangan Sasuke. Yang dengan hangat menggandeng tangannya, yang pernah memanggilku 'kak' dengan senyum malam itu.

Apa aku tega?

Ponselku bergetar lagi. Pesan lainnya dari Sasuke.

🍅: Ra, aku ngrasa kaya pengecut. Kita ketemu, sering ketemu tapi kita pura-pura gak ada apa-apa

Aku menggigit bibir. Mataku mulai panas. Aku berlari ke kamar mandi dan membalas pesan Sasuke

🌸: Kamu pikir aku gak ngrasa hal yang sama? Aku bangun tiap malam bertanya-tanya kalau aku jujur apakah aku akan merusak hidup orang lain? Atau menyelamatkan diriku sendiri?

Aku tutup ponsel dan memejamkan mata, menggosoknya beberapa kali. Untuk menyadarkan.

'Mungkin yang kita butuhkan bukan kejujuran yang menyakitkan tapi keberanian untuk ikhlas' batinku berbisik. Namun tak aku ungkapkan. Karena aku juga sama takutnya seperti Sasuke.



[ the night we met 1 ]

Snippets SASUSAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang