Puluhan bed yang bisa dilipat disiapkan dilapangan kampusku. Meski terik matahari menyengat membakar kulit aku tak pantang menyerah menjaga tenda donor darah yang ada disini. Kampus kami bekerjasama dengan palang merah Indonesia mengadakan donor darah.
Entah ini namanya kebetulan atau takdir, fakultasku dan fakultas Revan menjalin kerjasama. Aku juga tak tau harus menyebutnya apalagi ketika mengetahui jika Revan bergabung di himpunan mahasiswa kedokteran kampus ini hingga ia berpartisipasi di acara ini seperti aku juga yang berpartisipasi disini. Aku juga tak tau lagi menyebutnya apa ketika kami sama-sama dalam satu meja yang bertugas untuk mengecek tekanan darah dan golongan darah.
"Hei calon istri gue ketemu lagi kita disini" ucapnya sumringah setelah dua bulan tidak bertemu dengannya karena waktu kami sama-sama jadi relawan sudah sangat lama tapi masih lekat dalam ingatan apa yang ia lakukan.
Aku menginjak kakinya agar ia tak asal bicara. Apa ia ingin semua orang mendengar apa yang ia katakan. Apakah tak cukup dua bulan yang lalu kami disangka pasangan yang akan menikah.
"Iya sorry gue cuman bercanda" ucapnya mengaduh kesakitan dan aku tersenyum penuh kemenangan. Ia memang harus sering-sering aku injak agar tak bicara sembarangan.
"Gak kerasa ya udah dua bulan aja kita gak ketemu" turunya melirik keatas seperti orang yang tengah membayangkan sesuatu.
"Kenapa lo kangen gue?" ejekku karena tak biasanya ia bertemu denganku dan malah bicara seperti ini.
"Iya gue kangen sama lo yang hobi berat rusuhin gue" aku menatapnya tajam. Aku tak pernah merasa menjadi orang yang menganggunya. Kurasa sebaliknya ia yang selalu mengangguku. Aku hanya membalas apa yang telah ia lakukan.
Seseorang duduk didepan meja kami membuat kami berhenti bernostalgia kenangan buruk kami mengenai pertemuan kami yang lalu. Aku mengambil tensi dan memeriksa tekan darah laki-laki yang ada didepanku. Dilihat dari wajahnya laki-laki ini sudah cukup berumur sekitar 40-tahunan jika tebakanku tak salah.
Ketika aku memeriksa tekanan darah bapak dihadapanku ia tampak mengamati wajahku lekat-lekat. Aku jadi takut ada sesuatu yang aneh tapi aku mencoba menghiraukan. Setelah memberi tahu hasil tekana darahnya yang normal ia bergeser duduk dihadapan Revan.
Aku melihat wajah penasaran terpampang di laki-laki tadi yang dilihat dari nama di kartunya bernama Deny. Dihadapan Revan ia juga tampak mengamati wajah laki-laki yang duduk disampingku. Aku jadi curiga laki-laki ini punya niat aneh tapi buru-buru kutepis rasa curiga yang hinggap.
"Ah kalian pernah jadi relawan waktu gempa dua bulan kemarin kan" bapak itu bersuara membuat aku dan Revan saling berpandangan. Memang jika kami pernah jadi relawan apa hubungannya dengan bapak ini.
"Iya kalian pasangan yang mau menikah kan? Ingat saya gak saya juga jadi relawan waktu itu" aku menatap Revan dengan tatapan tak terduga bagaimana bisa aku bertemu dengan salah seorang relawan yang tau hubungan pura-pura yang disebut oleh Revan.
"Ah pak Deny ya maaf saya gak mengenali bapak" ucapku mengalihkan pembicaraan sambil tersenyum harap-harap cemas karena ia baru saja bilang kami pasangan menikah pasalnya teman-teman kami kini curi-curi pandang kearah kami membuatku takut.
"Gimana kalian udah nikah?" aku menatap Revan memintanya menjawab pertanyaan dari pak Deny dan ia malah memintaku untuk menjawabnya. Aku menggeleng dan bilang ia yang harus menjawabnya.
"Ah karena Audry masih sibuk kuliah kami sepakat menunda pernikahan sampe Audry selesai kuliah pak" ucap Revan sambil bergantian menatapku dan pak Deny.
"Ya ampun kirain saya kalian udah nikah dan siap punya anak" beberapa temanku dan Revan melirik kami dengan tatapan penasaran. Aku ingin sekali membenamkan mukaku di kolong meja atau dimanapun yang tak terlihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love You, My Partner
RomancePertemuan yang tak pernah di duga berakhir menjadi sebuah takdir dari dua hati yang awalnya saling tak suka.