Salah Paham

23K 1.3K 6
                                    

Orang-orang yang bekerja di dunia hiburan pasti sering mendengar istilah cinta lokasi. Beberapa orang bilang cinta lokasi adalah cinta yang timbul karena keadaan dua orang yang terus-menerus bertemu dan bekerjasama. Pandangan lain bilang jika cinta lokasi terjadi karena peran aktor dan artis yang sering kali harus beradu akting pamer kemesraan.

Sekarang yang aku pikirkan mengenai cinta lokasi adalah apakah aku dan Revan bisa terlibat cinta lokasi. Pertanyaan itu berputar-putar dikepalaku. Beberapa pertimbangan muncul dikepalaku. Seperti kami yang terus-menerus bertemu yang bisa menimbulkan benih-benih cinta. Kemudia kami yang harus beradu akting karena berpura-pura menjadi pasangan bukankah itu tadi bisa dijadikan pertimbangan bahwa kami bisa kemungkinan terkena cinta lokasi.

Mungkin orang-orang akan berpikiran aku terlalu jauh memikirkan masalah ini. Tapi aku orang yang suka kepastian tak ingin menebak-nebak apa yang terjadi. Insiden aku merindukan Revan membuka mataku akan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi kedepan karena aku yang tiba-tiba saja merindukan Revan.

Aku menggeleng-gelengkan kepala berharap pikiran aneh mengenai hubunganku dengan Revan bisa menjauh dari kepalaku. Aku sudah cukup lelah dengan tugas-tugas kuliah. Aku tak mau bebanku bertambah hanya karena ketidakjelasan perasaanku pada Revan.

Aku menarik napas dalam-dalam dari hidung kemudian menghembuskannya pelan dari mulut. Ya, aku harus berpikir positif tak boleh membiarkan pikrian negatif masuk kekepalaku. Aku harus memikirkan kuliahku daripada memikirkan Revan yang tak pasti.

Bunyi bell menggema diseluruh ruangan membuatku tersadar sepenuhnya dari lamunan mengenai Revan. Aku melirik jam yang sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Siapa orang yang bertamu di jam malam seperti ini.

Aku kaget bukan main melihat laki-laki jangkung yang kini tersenyum menatapku. Aku langsung berhambur kepelukannya ketika tangannya membentang terbuka. Ia membalas pelukanku sama eratnya seperti aku memeluknya.

"Lo kemana aja selama ini gak keliatan" aku melepas pelukan kemudian menatap sinis laki-laki dihadapanku ini.

"Gak nyuruh gue masuk nih?" ia menaikan sebelah alisnya dengan wajah menggoda aku tersenyum kemudian membuka lebar-lebar pintu yang tadi membatasi aku dan dirinya.

Aku bahkan berakting seperti pelayan restauran yang membungkuk sambil mempersilahkan ia masuk. Aku melihat tawa yang muncul di wajahnya karena sikapku. Kami berakhir tertawa berdua sebelum duduk ditempatku.

"Hei gue gak dikasih minum?" ia dengan sinis melirikku yang malah duduk disampingnya melepas rindu.

"Ambil sendiri gih" aku menunjuk kulkas yang ada di dapur. Ia biasanya juga seenaknya sendiri kenapa tiba-tiba ingin dilayani seperti tamu.

Dengan wajah kesal Alfin yang tak lain kakak sepupuku berjalan gontai menuju dapur. Aku terkekeh melihat wajahnya yang kesal. Aku sudah lama sekali tak bertemu dengannya karena kesibukan kami masing-masing. Meski kami tinggal satu kota tetap saja kami jarang bertemu. Ia sibuk dengan pekerjaannya dan aku sibuk dengan kuliah.

"Dry lo tunangan kok gak kasih tau gue sih" ia menghempaskan tubuhnya di kursi tepat disampingku. Aku terdiam sebentar mengarang cerita yang tepat untuknya karena ia benar-benar sulit untuk dibohongi dan pengalaman berbohongku yang minim membuat sulit berkelit darinya.

"Kan belum nikah nanti kalo nikah baru gue kasih tau keluarga besar kita" itu yang pertama kali terbesit dikepalaku. Ia menyipitkan mata mendengar alasanku yang sepertinya sulit diterimanya.

"Tunangan lo Revan Wijaya kan?" aku menatap Alfin dengan seksama. Pasti mamah memberi tahu Alfin tentang Revan.

"Iya lo pasti dikasih tau mamah" tatapku penuh selidik dan ia nyengir kuda karena sudah ketahuan.

Love You, My PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang