Friend?

22.7K 1.3K 4
                                    

Aku sudah membolak-balik status pasien dan mempelajarinya baik-baik. Hari ini aku ada ujian dan meski ujiannya bukan melakukan tindakan pada pasien tetap saja aku sedikit gugup. Dosenku akan datang ke rumah sakit dan akan menanyakan mengenai pasienku dan bertanya apa yang aku lakukan untuk memberi kenyamanan dan memenuhi kebutuhan pasien.

"Hei itu status pasien gue siniin" aku mendengar nada sumbang dari Revan. Aku mendesah dan memberinya status pasien kepadanya dengan kesal.

"Bisa saya pinjem lagi dok?" tanyaku pada Revan yang membiarkan status pasien di mejanya tanpa meliriknya sama sekali.

"Gue masih perlu" aku mengutuk dalam hati. Bisakah ia berhenti melakukan hal menyebalkan dihadapanku. Tak cukupkah ia membuatku menderita dengan pura-pura menjadi kekasihnya dihadapan keluarganya.

"Please dok saya mau ujian sebentar lagi" aku melirik jam yang sudah menunjukan pukul delapan dan pukul sembilan dosenku akan datang.

"Terus hubungannya dengan gue apa" sial ia benar-benar senang iseng padaku dan membuatku naik pitam.

Aku mendesah dan berusaha mengingat apa yang ada di status yang sekilah kubaca. Aku hanya tau pasienku adalah pasien stroke. Aku belum melihat pengobatan apa yang sudah dilakukan.

"Ini gue udah gue rangkum" aku menatap Revan tak percaya. Ia memberikanku selembar kertas penuh dengan coretan tangannya. Ia bilang memberikan rangkuman untukku. Apa ini tak salah? Ia bukan salah orang kan?

"Hentikan tatapan bodoh lo itu dan segera baca itu sebelum dosen lo datang" ucap Revan sambil melirik kertas dihadapanku.

"Ini isinya gak disalah-salahin kan dok?" tanyaku menatap curiga pada Revan. Segala sesuatu yang diberikan oleh Revan patut dicurigai demi keselamatanku.

"Gue sih pengennya gitu tapi gue gak tega sama temen sendiri" aku menatapnya. Teman ia bilang? Aku tak salah dengar kan? Ia menganggapku teman? Sejak kapan?

"Gue cape berantem mulu sama lo jadi bisa kita berteman?" aku menatapnya ragu namun akhirnya aku mengangguk juga.

***

Sudah dua hari Revan menunjukan gejala-gejala aneh. Mulai dari sering menyapaku setiap pagi, tidak lagi mengomel ketika kami satu shift di rumah sakit dan yang paling mengherankan adalah ia tidak merasa terganggu jika bekerjasama denganku. Ini patut dicurigai, apakah ia mulai bersikap baik karena tulus atau ada maunya.

Aku mendorong troley berisi status pasien yang akan di periksa oleh Revan. Ia memintaku secara khusus untuk menemaninya melakukan visit. Aku setuju saja lagi pula aku memang sedang tak punya tugas atau melakukan pekerjaan lain.

Setiap kali ia memeriksa pasien ia begitu ramah berbeda dengan ia yang dulu sering sekali mengomel di awal-awal pertemuan kami. Ia sering menyunggingkan senyum pada pasien dan begitu perhatian. Aku bahkan tak percaya ia bisa seramah itu pada orang lain.

"Hei ayo makan siang bersama?" aku melirik Revan yang berdiri didepanku. Aku mengerutkan kening mendengar ia mengajakku makan siang bersama. Bukankah kami bukan dalam suatu hubungan dimana ia bisa dengan santai mengajakku makan siang bersama.

"Kenapa mau makan bareng sama Marsha tapi gue dari tadi gak liat dia?" Marsha memang dapat shift siang yang berarti ia akan masuk pukul 14.00 dan pulang pukul 21.00. Dan entah ini kebetulan atau takdir yang di tawarkan Tuhan bahwa saat ini aku satu shift dengan orang-orang yang tak dekat denganku termasuk Revan.

"Entahlah saya biasa makan siang sendiri" ucapku mengangkat bahu kemudian membereskan status-status pasien yang tadi kubawa.

"Kita kan teman masa makan siang sama teman aja gak mau?" sudah dua kali ia bilang kita berteman. Apa benar ia ingin menjalin pertemanan denganku. Di lihat darimanapun sepertinya kami tak cocok berteman. Kami sama-sama keras kepala dan tak ada satu pun dari kami bisa saling memahami ketika berbeda pendapat. Kini ia menawarkanku berteman seperti ada yang salah saja aku mendengarnya.

Love You, My PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang