Rindu?

23.5K 1.3K 12
                                    

Aku membuka cincin yang masih tersemat di jari manisku. Aku mulai mencuci tanganku dengan sabun. Setelah merasa bersih aku membiarkan air mengalir membasuh kedua tanganku. Setelah mengambil tisu dan membuat tanganku kering aku menatap cincin dimana ada nama Revan terukir.

Sudah dua minggu aku tak bertemu dengan Revan, tunangan palsuku. Setelah tugasku di rumah sakit berakhir aku kembali belajar dikampus. Sedangkan Revan masih ada di rumah sakit dengan segudang pekerjaan yang menantinya.

Aku dan Revan benar-benar tak berkomunikasi selama dua minggu. Ia terlalu sibuk dengan kegiatannya di rumah sakit dan aku sibuk dengan duniaku di kampus. Meski begitu tante Shinta yang tak lain mamah dari Revan sering sekali menghubungiku. Alasannya bermacam-macam, mulai dengan berbasa-basi menanyakan kabar, menanyakan hubunganku dengan Revan yang selalu kujawab dengan kebohongan dan yang paling sering dilakukan tante Shinta adalah mengajak jalan entah makan, belanja atau bermain kerumahnya.

"Bengong mulu, kangen ya sama tunangan lo" aku tersentak dan langsung memakai cincin tunanganku ke jari manisku. Aku melotot pada Marsha karena ia selalu saja menggodaku dengan Revan padahal ia tau betul apa yang terjadi diantara kami.

"Hidup gue tenang tanpa dia" balasku menepis semua tuduhan yang dituduhkan oleh Marsha tapi ia masih saja cekikikan. Ia memang selalu senang melihatku yang selalu protes berat jika dihubung-hubungnkan dengan Revan.

"Lo sama Revan sering texting gak?" aku menggeleng karena kami berhubungan seperlunya.

"Ya ampun kalian itu tunangan tapi gak pernah texting atau telefonan?" aku mengangguk karena apa yang dikatakan Marsha memang benar. Ia mendesah secara dramatisir, ini salah satu sifat Marsha yang tak aku suka. Ia adalah drama queen, selalu bertindak berlebihan.

"Lo tau lah gue sama Revan hanya pura-pura" aku memutar bola mata sebal ia membahas hubunganku dengan Revan.

***

Aku menatap layar televisi dengan bosan. Sudah berkali-kali aku mengganti chanel televisi dan tak ada satu pun acara yang menarik untuk ditonton. Hanya ada chanel menayangkan sinetron yang sering di tonton ibu-ibu, acara masak-memasak yang aku tak suka dan beberapa acara lain yang benar-benar tak menarik.

Aku melirik ponselku yang ada dimeja. Tak ada pesan atau panggilan masuk yang datang. Entah kenapa aku merasa hampa. Jika beberapa minggu yang lalu akan selalu ada pesan yang datang dari Revan entah bertanya aku masuk shift apa atau memberitahu bahwa ibunya merindukanku. Tapi kini setelah aku tak lagi praktek dirumah sakit tak ada satupun pesan yang masuk dari Revan.

Ah, tunggu kenapa aku jadi mengharapkan pesan dari Revan. Aku menggeleng-geleng atas apa yang baru saja terjadi. Aku berpikir kembali berharap aku bukan mengharapkan apalagi merindukan Revan. Aku mulai berpikir bahwa ini hanya karena tiga bulan kemarin kami sering bersama dan kini kami tak bertemu. Bukankah wajah jika aku mengenang hal-hal yang sudah menjadi rutinitas. Ya, aku pasti hanya merasa sudah terbiasa saja bukan merindukan Revan.

Sebuah pesan masuk kedalam ponselku. Aku dengan cepat langsung mengambil ponsel dan memeriksa siapa yang mengirim pesa. Aku menekan ikon surat yang ada dilayar ponselku. Sebuah pesan terbuka dan betapa sangat kecewanya aku ketika melihat pesan yang muncul dari operator seluler.

Ya ampun kenapa aku kembali mengharapkan pesan dari Revan. Tadi padahal aku sudah menyimpulkan bahwa aku tak merindukan Revan tapi kenapa menjadi terbalik. Aku rasa ada rasa rindu yang diam-diam menelusup dalam hatiku. Ah, aku jadi bingung sendiri kenapa aku jadi begini.

***

Aku mengenakan jas putih untuk praktek tranfusi darah hari ini. Aku membawa phantom (replika anggota tubuh manusia, seperti boneka. Bisa berbentuk potongan-potongan anggota tubuh atau anggota tubuh secara lengkap) tangan dan beberapa alat yang digunakan untuk melakukan praktek hari ini. Aku memang kebagian tugas menyiapkan alat hari ini untuk kelompokku.

Love You, My PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang