Aku mengenakan kaos putih dan celana pendek berwarna coklat tua. Aku juga mengikat rambutku setinggi-tingginya. Ini saatnya aku lari pagi di hari minggu. Meski hanya memutari jalan sekitaran tempat aku tinggal cukup untuk membuat badanku berolahraga.
Setelah lima kali putaran aku memilih duduk ditaman dekat tempat aku tinggal. Aku menggak air mineral untuk menghilangkan rasa haus. Ketika aku tengah meregangkan otot bunyi ponselku berdering.
"Hallo tante" ucapku yang langsung disambut protes dari tante Shinta, tante Shinta masih keukeuh aku harus memanggilnya mamah.
"Apa tante? Tante mau ajak aku jalan?" aku menggigit bibir bingung harus bicara apa. Tante Shinta mengajakku untuk pergi bersamanya dan Amanda. Tante Shinta bilang keponakannya akan menikah dan meminta bantuannya untuk mencarikan souvenir untuk pernikahan. Aku tak bisa menolak tapi tak bisa menerima ajakan tante Shinta.
"Oke tante sampai ketemu nanti" ucapku akhirnya menyetujui ajakan tante Shinta meski harus setengah hati.
Aku bergegas keapartemenku untuk mandi kemudian siap-siap untuk pergi bersama tante Shinta. Meski setengah hati untuk pergi setidaknya aku harus tampil rapih. Apalagi aku akan bertemu dengan orang yang lebih tua setidaknya aku harus menghormatinya.
***
Aku menemukan tante Shinta dan Amanda tengah duduk disebuah restaurant cepat saji. Melihat tidak ada makanan diatas meja sepertinya mereka belum memesan. Aku melirik jam dan aku belum terlambat tapi melihat dua orang telah menunggu membuatku sedikit tak enak.
"Maaf tante saya terlambat" ucapku menyapa tante Shinta kemudian menyapa Amanda yang terlihat cantik hari ini.
"Lupa lagi ya kamu, jangan bilang tante" ucap tante Shinta tapi kali ini aku ingin menegaskan bahwa aku tak bisa memanggil tante Shinta dengan sebutan 'mamah'.
"Maaf tante tapi saya gak bisa panggil tante, mamah" ucapku yang kemudian membuat tante Shinta jadi tak peduli karena keteguhan hatiku tak ingin memanggilnya dengan sebutan mamah.
"Tante emang yang mau nikah siapa?" tanyaku basa-basi karena tak ada ucapan yang keluar dari mulut tante Shinta atau Amanda. Jadi aku berinisiatif memecahkan keheningan yang belum lama tercipta.
"Sepupu Revan, makanya kalo bisa habis sepupu Revan nikah kamu sama Revan nyusul" aku menelan ludah mendengar apa yang dikatakan tante Shinta. Apa penjelasanku waktu itu kurang jelas bahwa aku tak mencintai anaknya dan kenapa juga tante Shinta memaksa untuk membuatku jadi menantunya.
"Maaf tante saya.." ucapanku terputus begitu saja karena makanan pesanan kami datang. Tante Shinta memang bilang untuk makan dulu sebelum kami membantu keponakan tante Shinta mencari souvenir.
Setelah selesai makan kami bergegas menuju tempa souvenir yang katanya sudah menjadi langganan keluar tante Shinta. Aku memasuki tempat souvenir berisi berbagai macam buah tangan. Seperti gantungan kunci, kipas, cermin dan berbagi hal unik yang terlihat oleh mataku.
"Menurut kamu bagusnya apa?" tanya tante Shinta membuatku berhenti melihat-lihat sekeliling dan fokus menatap tante Shinta. Aku berpikir sejenak kira-kira hal unik apa yang bisa dijadikan souvenir.
"Menurut aku sih tan ini lucu" aku mengangkat boneka kecil yang mengankan baju pengantin.
"Tapi kenapa gak tanya dulu sama keponakan tante takutnya dia gak suka" ucapku selanjutnya karena ini kan pernikahan keponakan tante Shinta aku tak mau jadi penyebab keponakan tante Shinta tak puas karena aku yang memilihkan souvenir untuk pernikahannya.
"Ah dia mah suka-suka aja, ya kan Amanda?" Amanda terlihat tersenyum sambil manggut-manggut.
"Itu emang lucu mah, aku juga suka" ucap Amanda setuju dengan usulanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love You, My Partner
RomancePertemuan yang tak pernah di duga berakhir menjadi sebuah takdir dari dua hati yang awalnya saling tak suka.