Wedding

29.9K 1.4K 21
                                    

Revan sudah menelfonku puluhan kali, aku juga sudah mengabaikannya. Dering telfonku terus berbunyi membuat pertarungan kecil dalam hatiku kembali bergejolak. Aku mendesah kesal pada diri sendiri karena tak bisa mengabaikan panggilan telefon dari Revan.

"Kamu masih marah?" ia malah terkekeh sudah tau dari tadi aku marah padanya. Aku membiarkannya tertawa sepuasnya.

"Hallo kamu masih disana kan?" ia bertanya aku hanya berdehem menandakan aku masih ada disambungan telefonnya. Ia kemudian meminta maaf lagi. Aku tak bicara sepatah kata pun ketika ia terus meminta maaf.

"Sayang kamu dengerin aku gak?" ia kembali bertanya dan aku kembali mendiamkannya. Biar sekali-kali ia merasakan aku yang tengah marah.

"Sayang aku didepan nih bukain dong pintunnya" aku mengintip di peephole dan benar saja Revan disana sambil melambaikan tangannya seakan tau kalo aku sedang mengintipnya. Aku masih marah padanya jadi kubiarkan saja ia biar ia tahu betapa aku marah padanya kali ini.

"Sayang bukain dong" kini aku mendengar suaranya menggedor pintu tapi aku tetap enggan membuka pintu. Ia sudah keterlaluan padaku jadi aku tak mau dengan cepat memaafkannya.

Suara pintu yang diketuk dengan tak sabaran benar-benar mengganggu telingaku. Sungguh aku ingin membuat sedikit pelajaran terhadap Revan tapi hatiku bimbang. Satu sisi sebenernya aku sudah melupakan kejadian menyebalkan yang baru saja Revan buat padaku tapi sisi lain ingin sekali aku memberi pelajaran pada tunanganku yang menyebalkan itu.

"Sayang buka dong" sekali lagi suara Revan terdengar dari luar membuatku memejamkan mata kesal pada diri sendiri yang tak bisa memberi lebih lama pelajaran pada Revan. Aku pun membuka pintu dan sosok Revan terlihat berdiri didepanku.

Ia kemudian merapalkan kata maaf seperti sebuah mantra yang bisa membuatku berhenti mendiamkannya. Aku hanya berdiri kemudian berlalu meninggalkannya. Ia harus tau bahwa apa yang baru saja ia lakukan sedikit keterlaluan.

"Sayang sampe kapan kamu diemin aku?" tanyanya yang mengikutiku duduk di sofa. Aku menghembuskan napas kesal.

"Kamu tau salah kamu apa?" aku menatapnya ingin mendengar ia mengakui kesalahannya.

"Oke aku tau aku salah karena udah ngetawain kamu yang salah pake gaun pas fitting baju" ucapnya yang masih saja tertawa padahal sudah tau ia salah.

"Habis kamu lucu bisa ketuker gitu gaun kamu sama orang lain" ia masih saja memegangi perutnya tertawa geli yang aku duga ia membayangkanku mengenakan gaun putih kepanjangan dan kebesaran milik orang lain yang mempunyai nama yang sama denganku. Aku juga masih ingat pemilik butik berulang kali meminta maaf karena gaun milikku tertukar dengan orang yang memiliki nama yang sama denganku.

"Ayo dong jangan marah lagi, masa nanti ada gosip tentang kita judulnya gini 'Revan dan Audry batal nikah gara-gara Audry ngambek berat" goda Revan yang kini memelukku dari belakang. Aku menoleh kearahnya sambil menatapnya dengan tatapan setajam yang aku bisa.

"Awas aja kalo kamu ngetawain aku lagi" aku kini melotot padanya kemudian ia membalikan tubuhku membuatku menatapnya. Ia tersenyum kepadaku dan bilang tidak akan lagi menertawakanku.

"Tapi yang kayanya kalo aku kasih fotonya ke Marsha lucu" aku mencubit lengannya hingga biru membuatnya mengaduh kesakitan. Aku tak pernah mau melihat Marsha menertawakanku mengenakan gaun konyol itu.

"Belum juga nikah yang udah KDRT aja" ujarnya membuatku hanya mengendikkan bahu.

"Udah deh jangan ngambek mulu nanti cantiknya ilang" goda Revan yang kini terus menatapku membuatku luluh juga di rayu seperti itu. Ia tersenyum dan kembali memelukku.

Love You, My PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang