nervous

12.2K 486 1
                                    

POV Refanya

Sekarang aku sedang berdiri di depan ruangannya. OMG! Aku nevous banget.

Tarik nafas....
Buang...
Tarik nafas...
Buang...

Aduh... aku harus buat perjanjian apa dengannya nanti.

Cklek..

Aku membelalakkan mataku. Pintunya terbuka. Astaga aku harus bagaimana ini.

"H-ha-hay" sapaku canggung dengan senyum di paksakan. Sepertinya aku akan pingsan saat ini juga. Oke! Tenang.

"Kenapa kamu di depan saja. Ayo masuk" pintanya.

"Ba-baik" aduh kenapa jadi gugup gini sih. Fokus Fanya. Fokus.

"Silakan duduk" formal sekali dia.

"Ini, aku sudah buat beberapa perjanjian yang harus kamu baca jika ada yang perlu di ubah katakan saja" ucapnya sambil menyerahkan Map yang berisi perjanjian tersebut.

Perjajian yang telah di sepakati oleh kedua belah pihak yang bersangkutan yaitu:

Damian Ardika Pratama dan Refanya Calista Rayhandoko

Perjanjian ini menyatakan bahwa kedua belah pihak menyetujui dan akan menjalankan apa yang terdapat di bawah ini:

1. Dilarang menjalin hubungan dengan siapa pun kecuali atas izin dari sebelah pihak;
2. Tidak ada bantahan dalam hal apa pun;
3. Jika istri ingin pergi keluar rumah harus izin pada suami;
4. Bersikap formal di depan para karyawan;
5. Tidak mencampuri urusan pribadi dengan pekerjaan;

"Hanya ini? Boleh aku menambahkan beberapa" ujarku.

"Silahkan itu hak mu" baiklah, mari kita tulis.

6. Di larang memberitahu urusan pribadi kepada orang tua jika tidak di perlukan;
7. Tidak seenaknya mengatur kehidupan dari sebelah pihak;
8. Tidak ada kontak fisik.

"Sip! Ini dia" ucap ku sambil memberikan Map tersebut. lalu dia membacanya.

"Ah.. yang terakhir emang harus yah. Kan kita suami-istri nanti" sudah ku duga dia akan komplen dengan perjanjian terakhir.

"Ehhmm... akan ku pertimbangkan"

"Baiklah" jawabnya menganguk-anggukkan kepala.

"Ada lagi yang lain, kalau tidak ada aku akan kembali bekerja" ujarku. aku gerah lama-lama bersamanya. Bukan berarti aku suka tapi kalian tau aku tak pernah dekat dengan lelaki sebelumnya.

"Tunggu sebentar. Aku ingin menanyakan sesuatu padamu"

"Silahkan"

"Kemarin kau cerita Rayhandoko menampar dan menyeretmu tapi kau tak memanggilnya dengan sebutan 'papa' hanya nama, apakah itu kebiasaan mu?" Ya ampun serinci itu kah dia menyimak kata-kata ku.

"Eh... karena perlakuannya itu aku jadi tak ingin menganggapnya lagi sebagai orang tua ku. Angap aku anak durhaka tapi tidak ada anak yg melupakan orang tua nya meskipun sejahat atau sebejat apa pun orang tua nya. Itu hanya tanda kekesalanku saja tapi di hati ku mereka tetap papa dan mama ku"

"Oke. Kamu boleh kembali bekerja" akhirnya.

~~~

"Gimana? Apa yang kalian bicarakan?" Tanya Mita dengan antusias. Saat kami berada di kantin kantor.

"Hanya pekerjaan dan perjodohan konyol itu" jawabku berpura-pura tidak ingin membahasnya lagi. Memang Mita tau semuanya tapi soal perjanjian itu tidak.

"Pasti pak Damian orangnya membosankan yah, di lihat dari caramu tak ingin membahas perbicangannya tadi" ternyata akting ku bagus juga Mita saja tidak menyadarinya.

"Ah... Tidak juga" jawabku.

"Eh.. itu pak Damian sedang menuju kemari" ucap Mita sambil melirik ke arah belakangku sambil menaik turunkan alisnya.

"Hah..??" Gumamku sambil mengernyit.

"Fa, nanti kamu pulang sama saya, ada yang ingin saya bicarakan" Tanya Damian sambil berdiri di samping meja.

"Se...benar...nya... sih saya pulang sama Mita pak" jawabku. Aku masih ingat dengan perjanjian itu formal saat di depan karyawan lain.

"Saya harap kamu tidak keberatankan jika Fanya pulang bersama saya?" Ucapnya bertanya ke Mita. Yang di tanya hanya cengengesan tak jelas. Kenapa Mita bersikap seperti itu. Ku tendang saja kakinya dari bawah meja.

"ADUH... Re lo kira-kira kali, main tendang aja, sakit tau.." ucap Mita reflek langsung menutup mulutnya dengan mata membelalak kaget.

"Maaf pak Damian, Refanya bisa kok pulang dengan bapak soalnya saya tidak bawa kendaraan. Saya di jemput pacar saya" ucap Mita lagi dengan senyum tak berdosa.

"Bagus lah, kalau begitu sampai nanti" ujarnya lalu pergi. Habis lah aku.

"Ya ampun ternyata pak Damian tak seperti yang ku bayangkan, meskipun sikap dingin nya melebihi batas normal" kenapa sikap Damian seperti itu sangat berbeda. Apakah dia tak bisa membedakan sikap dingin dan formal?

****

Hay guys!

Aku harap cerita ku ngak seburuk yang ku bayangkan.
Jangan lupa tingalkan jejak vote dan comment nya

Love Me BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang