kejutan

10.3K 363 1
                                    

Saat aku membuka pintu rumah aku cukup terkejut dengan apa yang ada di hadapan ku. Kenapa dia kemari???

"Damian" ucapku. Mau apa dia kesini kan urusan kita sudah selesai dan aku ngak mau lagi berhubungan denganya untuk saat ini.

"Kamu kira segampang itu mau pergi. cicin tunangan ini saja masih melingkar di jari manis kamu" ucapnya sambil meraih tanganku. Ya ampun kenapa aku lupa melepasnya kalau perlu aku buang.

"Itu masalah gampang tinggal lepas, sudah selesai" kutarik tangan ku dan ingin melepas cicin itu tapi belum sempat aku melepasnya di meraih tanganku dan menyeretku menuju mobilnya.

"Ahh.. sakit Damian lepas" jeritku. Apa-apaan dia!! Tangan ku akan memar kalau seperti ini

"HEY! apa yang kau lakukan. Refanya akan pergi bersamaku tidak denganmu" cegah Ryan sambil menarik lengan Damian saat aku menjerit kesakitan.

"apa urusanmu? Dia ini calon istriku. Masuk sekarang" ucap Damian pada Ryan lalu beralih padaku. Hey enak saja dia memerintahku dia pikir dia siapa. Pandangku sinis ke arahnya.

Tapi  dia memandangku dengan tatapan membunuh akhirnya aku mengikuti perintahnya. Hah menyebalkan.

"Memangnya dia mau menjadi istri mu. kalau dia mau dia pasti tak memaksaku untuk membawanya pergi"

BUKKK!!!

Tiba-tiba Damian memukul Ryan hingga tersungkur lalu ia masuk ke mobil dan meninggalkan Ryan yang sedang di bantu berdiri oleh kayna. Aku hanya terkejut dan kesal karena tak bisa berbuat apa-apa. Maafkan aku Ryan.

"Kenapa kau lakukan ini?" Tanyaku pada Damian saat dia baru menjalankan mobilnya keluar dari halaman rumahku.

"Kenapa kau memukulnya? Apa yang kau inginkan? Kenapa kau membawaku seperti ini? Lalu kemana kita akan pergi?" Tanya ku bingung dan panik secara bersamaan. Kenapa dia hanya diam saja??

"Damian jawab aku" ucapku lagi.

"BISAKAH KAU DIAM!!!" Teriaknya yang membuatku takut dan terkejut.

"Kau ingat hari pertama kita bertemu kau dan aku telah terikat oleh pertunangan ini jadi aku punya hak atas diri mu yang akan menjadi istriku lalu kenapa kau ingin pergi dengannya setelah undangan di sebar. Ku pikir kau sudah memaafkanku saat kau merawatku di rumah sakit dan kau akan menginap di rumahku" jelasnya. Setelah itu tak ada satu pun yang berbicara lagi. Hingga kami sampai di rumah yang pernah aku kunjungi sebelumnya.

"Ayo turun" perintahnya. Akupun mengekori Damian hingga kedalam rumah. Hingga dia menuju ke sebuah pintu yang sepertinya sebuah kamar. Di pojok kiri rumah ini.

"Ini kamar mu selama kau tinggal di sini" ucapnya sambil membuka pintu tersebut.

Aku sama sekali tak menyangka melihat kamar ini di penuhi kelopak mawar merah yang bertaburan di mana-mana. Akhirnya kuputuskan melangkah ke dalam kamar tersebut dan aku melihat di atas tempat tidur yang bertulis kan 'WILL YOU MERRY ME'

Aku tak menyangka akan jadi seperti ini. kaki ku melangkah menuju ke arah jendela yang memperlihatkan taman yang cukup luas. Lalu aku berbalik menghadapnya.

"Kenapa kau merencanakan ini? Tanpa kau lakukan ini pun kita pasti akan menikah karena mereka tak akan melepasku sebelum aku menjadi istrimu tapi aku menghargai caramu. Jadi kapan kita menikah?" Tanyaku pada Damian.

"Ya ku pikir kau akan terkesan, jadi terimakasih sudah mau menghargainya dan memangnya Orang tua mu tak memberitau mu?" Ucapnya.

"Mereka tak tinggal denganku. Aku hanya budak yang mereka jual padamu dan setelah pertunangan itu mereka tak menemuiku lagi" ucapku yang langsung terduduk di lantai seperti tak mampu menopang tubuhku sendiri.

"Kita akan menikah besok dan ibu dan ayah sedang menyiapkan semuanya bersama orangtuamu. Makanya aku tadi menjemputmu tapi kau malah ingin pergi dengan laki-laki itu jadi aku... ya.. begitulah. Maafkan aku ya" ucapnya sambil berjalan ke arahku lalu membantuku berdiri. Aku hanya meliriknya.

"Begitu gimana maksudnya?" Tanyaku pura-pura binggung. Aku hanya ingin dia mengatakannya dengan jelas.

"Ya... seperti itu. Masa kau tidak tau" ucapnya yang seperti salah tingkah. Hahaha dia lucu sekali. Aku tersenyum penuh arti padanya.

"Kau cemburu ya... benarkan kau cemburu" ucapku hanya ingin mengejeknya.

"Ti-tidak, tidak. Aku tidak cemburu" jawabnya gugup dengan wajah memerah. Ternyata seperti ini kalau lelaki salah tingkah.

"Baiklah jika kau tak ingin mengakuinya berarti kau bukan lelaki. Oh ya ampun berarti aku akan menikah dengan seorang Gay. Astaga!!" Ucapku dengan berpura-pura terkejut. Dia hanya mempelototi aku. Apakah hanya itu yang bisa ia lakukan.

"Jangan asal ngomong. Aku bisa membuktikan bahwa aku bukan seperti yang kau maksud" ucapnya tak mau kalah. Aku hanya tersenyum meremehkannya.

"Jangan berbicara saja. Ayo buktikan" ucapku menantangnya.

"Kau ingin aku membuktikannya seperti apa?" Tanyanya sambil melipat tangan di dada.

"Akui bahwa kau cemburu padaku"

"Hah yang benar saja. Aku tak cemburu dengan mu" ternyata dia masih tak ingin mengakuinya.

"Baiklah jika kau tak ingin mengakuinya. Aku akan batalkan pernikahan besok"

Kena kau!!

"Coba saja kalau bisa" ucapnya menantangku. Jadi kau ingin bermain dengaku ya. Aku mengeluarkan ponselku dan menelfon seseorang.

"Hallo tolong batalkan semua persiapan pernikahan nya"

"Ada apa Fanya? Kenapa kau jadi seperti ini" jawab seseorang yang ku telfon.

"Karna aku tak ingin menikah dengan pria Gay ibu" ucapku dengan suara memelas. Dengan gerakan cepat Damian menyambar ponselku.

"Hallo ibu itu tidak benar aku hanya menantangnya. Kami hanya bermain" ucap Damian cepat.

"...." cukup lama ibu berbicara.

"Baik ibu aku janji" ucap Damian lalu menutup telfonnya sepertinya dia di marahi.

"Ahahahahaha ekspresi mu lucu sekali hahaha" tawaku akhirnya pecah. Damian seperti anak kecil yang di hukum oleh ibunya. Sekarang dia sedang memandangku dengan tatapan membunuh. O-owww sepertinya dia mengibarkan bendera perang.

"Kau!!!!" Ucapnya sambil mendekat ke arahku. Aku pun mundur seiring dengan langkahnya.

Deg... deg... deg... jantungku berpacu dengan cepat.

"Hehehe aku hanya bercanda. Baiklah aku minta maaf" ucapku dengan takut karena dia seperti ingin memakanku. Nenek tolong aku.

Tukkk!!! Bukkkk!!!

Awwww...  kakiku tersandung dan jatuh terlentang di atas tempat tidur. Saking dekatnya jarak kami Damian pun tak bisa menjaga keseimbangan nya dan terjatuh menimpaku dengan tangan yang menahan tubuhnya di kiri dan kanan ku seperti mengurungku. Jarak wajah kami hanya beberapa centimeter dan aku bisa merasakan hembusan nafasnya yang berbau mint.

"Aku bisa membuktikan bahwa aku bukan Gay" ucapnya sambil menatap dalam mataku. Apa yang ingin ia lakukan. Dia semakin mendekatkan wajahnya padaku yang bisa kulakukan hanya menutup mata dan memalingkan wajah ke samping kanan ku. Lalu kurasakan kasur ini bergerak sepertinya ia menjauh. Ku buka mataku.

"Aku masih ingat tentang perjanjian kita" ucapnya di ambang pintu.

"Istirahat lah setelah itu kita makan siang dan aku akui aku cemburu pada pria itu" ucapnya lalu menutup pintu kamar ini.

Hah akhirnya aku bisa mengistirahatkan jantungku. Apa ku bilang pasti dia akan mengaku.

******

Sorry kalau typo bertebaran di mana-mana. Maklum masih amatir.

Vote dan commentnya jangan lupa!!!

Love Me BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang