#3 - Time

247K 6.1K 63
                                    

jangan lupa VOTE sebelum baca :)


----------

[[[[[BROTHER!]]]]]

----------

Part #3 - Time


DUA TAHUN KEMUDIAN

Cup.

Aku mencium pipi Kak Justin sebelum keluar dari mobil. Hal yang selalu aku lakukan beberapa tahun terakhir ini jika akan berangkat sekolah. Aku merasa gugup karena ini adalah hari pertamaku di senior high school. Pasti akan sangat banyak orang di sekolah yang belum kukenal.

"Hati hati, sayang ... ingat! kakak akan menjemputmu tepat pukul 12," ucap Kak Justin saat aku keluar dari mobil.

"Okay!"

Sekarang aku sudah 16 tahun dan Kak Justin juga menginjak umur 21 tahun. Tak terasa ternyata aku sudah lama menjadi keluarga Bieber.

"Hai, Ladie!!!" Sesorang memanggilku dan ternyata itu adalah Weronica.

Aku dan Weronica memang masuk ke sekolah yang sama. Tidak heran, karena kami memang teman yang sangat dekat.


-----


Ternyata Kak Justin sudah menungguku di depan. Langsung saja aku menghampirinya dan masuk ke mobil. "Bagaimana hari ini?" tanya Kak Justin.

"Great!" Jawabku antusias.

Sepanjang jalan pulang, yang aku lakukan hanya bercerita tentang hari ini di sekolah. Sama sekali tidak berhenti. Sesampainya di rumah, Kak Justin baru menjelaskan bahwa mom dan dad sedang pergi. Jadi, aku hanya berdua dengan Kak Justin. Lagi.

Aku turun setelah mengganti baju dengan tanktop dan legging. Ada Kak Justin di depan TV sedang memilih kaset.

"Kakak sedang apa?" Tanyaku.

"Aku bosan. Lebih baik kamu ambil makanan di dapur dan duduk. Kita akan menonton bersama. Kamu mau film apa?"

"Ini apa?" Aku menarik satu kaset yang sampulnyanya terlihat sedikit menyeramkan.

"Breaking Down," jawabnya lalu melanjutkan, "seperti film vampire."

"Ini saja!" seruku.

"Kau yakin?" Tanya Kak Justin.

"Sure."

Setelah mengambil makanan, aku duduk di sofa besar di sebelah Kak Justin. Setelah lama menonton, ternyata filmnya seru. Namun, aku tidak terlalu mengerti. Sampai saat aku melihat pemain laki-laki menyatukan mulutnya dengan perempuan, aku bertanya. "Mengapa mereka berciuman?" Tanyaku.

"Itu sudah ditakdirkan, baby," jawab Kak Justin.

Melihat Kak Justin yang serius, aku ikuti saja dengan serius melihat film.

"Mereka sedang apa?" Tanyaku.

"Melakukan Sex." Kak Justin menjawab dengan tatapan lurus ke TV.

"Apa itu?" Aku bertanya lagi.

"Hubungan intim, seperti yang ada di film itu," jawabnya melirik ke arahku.

"Apa itu seru?"

"Sangat seru."

"Kakak pernah melakukannya?"

"Um ... sering," jawabnya.

"Dengan siapa?"

"My girlfriend."

"Kak Chloe?"

"Yes, tapi aku ingin merasakannya denganmu," jawab Kak Justin dan membuatku sedikit bingung.

"Apa enak?"

"Sangat enak." jawabnya, "apa kamu mau melakukannya?"

"Um ... iya." ucapku akhirnya karena penasaran. "Aku mau, kak."

"Kau yakin?"

"Ya."

"Baiklah ... ayo kita berenang!" ajak Kak Justin.

"Untuk apa? Hari sudah mau gelap."

"Kamu bilang kamu mau? Ayo!" Akhirnya aku mengikuti perintahnya. Dengan segera aku membuka legging dan tanktop yang aku kenakan. Itu saja sehingga aku memakai bikini dan berjalan menuju kolam renang di halaman belakang.

Kak Justin berada di belakangku dengan boxernya.

BYUR ...

Dia sudah turun duluan. Setelah itu, aku. Aku hanya membasahi tubuhku dengan air dan tidak berenang.

"Now what?" Tanyaku.

"Tutup matamu."

Saat aku menutup mata, langsung terasa sesuatu yang kenyal dan dingin di bibirku. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Kak Justin menciumku seperti ingin memakanku. Aku juga didorong sampai bibir kolam.

Sampai aku membuka mulutku, lidah Kak Justin tiba-tiba masuk dan membuat mulutku penuh. Aku sulit untuk bernafas. Apalagi tangannya menarik kedua kakiku yang kemudian dia lingkarkan ke pinggangnya. Setelah itu, tangannya memegang leherku dengan sedikit menjambak rambutku.

Kali ini aku benar-benar sulit bernafas. Aku menjambak rambut Kak Justin untuk menjauh, tapi ciumannya malah semakin dalam. Aku bisa merasa tangannya bergerilya di punggungku. Tiba-tiba dia meremas bokongku, membuatku dengan reflek menarik bibirku dari bibirnya.

"Calm down, baby girl." Suaranya sedikit serak untuk meyakinkanku.

Bibir Kak Justin kembali mendekatiku, tapi beberapa centi di depan bibirku, aku berkata.

"I can't breathe."

"Kau akan terbiasa, sayang." Kak Justin kembali menyatukan bibirnya. Benar saja, aku mulai terbiasa bernafas. Bokongku ia remas begitu kuat sampai aku merapatkan pelukanku padanya. Kak Justin menarik kepalanya dan menghentikan ciuman itu.

"Kenapa berhenti?" Tanyaku.

"You want more?"

Aku mengangguk tanda setuju. Namun setelah itu, Kak Justin malah mencium leherku dan aku bisa merasakan lidahnya di kulitku. Dia menghisapnya sampai aku merasa sedikit sakit, tapi ada rasa nikmat.

"Ahh ..." aku menjambak rambut Kak Justin.

TING! TONG!

Suara bell rumah mengganggu kami. Kak Justin langsung melepas ciumannya dan menyuruhku untuk kembali ke kamar.

"Ladie," panggilnya saat aku menaiki tangga.

"Ya?"

"Kita masih akan melanjutkannya."



To Be Continued ...

Brother! [REVISION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang