#8 - Smile

327K 7.4K 84
                                    

—————

[[[[[BROTHER!]]]]]

—————

Part #8 - Smile


Justin Bieber Point Of View

Kuelus tangannya agar dia tidak merasa begitu takut. Aku bisa merasakan bagaimana rasa takut setelah dimarahi, tapi sepertinya aku tidak akan setakut ini.

Bagaimanapun aku tidak akan membuatnya takut lagi.

"Aku terkejut saat melihatmu tidak berbusana, sayang... maafkan dad," ucapnya lembut.

Tanganku digenggamnya begitu kuat. Aku ingin memeluknya, tapi dad masih mencoba untuk mengambil hati ladie kembali.

Jadi kupikir aku akan menenangkannya nanti.



-----

Ladie Cranklin Point Of View

Tangan kak Justin terasa hangat. Perasaan takutku sedikit berkurang dengan memegang tangan kak Justin. Entah mengapa aku merasa sangat nyaman dan terlindungi.

"Aku terkejut saat melihatmu tidak berbusana, sayang.... maafkan dad." Suara dad lembut, tapi seperti palsu. Bagaimana detailnya aku tidak tahu, atau mungkin karena aku sudah tidak percaya lagi padanya.

Aku memang orang yang tidak mudah percaya dengan orang lain, apalagi ketika orang itu mengingkari janjinya sendiri. Meski dia ayah angkatku, aku merasa kesal dan takut secara bersamaan saat melihat wajahnya, apalagi berhadapan dengannya.

Yatuhan ... dia mendekat ...

Tangannya mengelus kepalaku. Tapi rasanya beda, tidak seperti kemarin yang penuh dengan kasih sayang bisa kurasa. Sekarang yang kurasa adalah rasa takut, benci, dan sakit.

Aku berusaha untuk tidak menatapnya. Aku hanya menunduk dan menutup mataku. Genggaman tanganku tambah ngengencang di tangan kak Justin.

Aku tidak ingin berada didekatnya lagi. Aku takut.

Help me ...

——-

Semua barang terlihat besar, ruangan yang sederhana. Seperti rumah. Bukan. Ini memang rumah, tapi seperti neraka bagiku. Dingin. Tubuhku basah kuyup.

Air dingin masih terasa mengalir di atas permukaan kulitku.

Aku terduduk di pojok ruangan ini, sambil memeluk lututku. Mataku terasa perih, aku menangis. Menangis kencang.

"Sini kamu!" Seseorang menjambak rambutku. Menarikku ketengah ruangan.

"A-ayah..." lirihku. Tenggorokanku kering. Perih ketika aku mengeluarkan suara.

PLAK!!

Pipiku terasa panas. Ayah memukulku sangat kencang sampai aku terpental kelantai. Badanku sakit, aku bisa merasakannya sekarang. Perih di setiap inci kulitku.

Tanganku memar, banyak memar di tanganku. Kini ayah menarikku lagi. Memukulku. Menyambukku dengan sabuknya.

Aku tidak tahu apa kesalahanku, aku tidak melakukan apapun. Teman pun aku tidak punya untuk diajak bermain. Aku selalu di rumah, menyiapkannya makanan, membersihkan rumah, mencuci baju yang sangat banyak dan besar. Aku merasa kecil disini. Seperti ini adalah rumah raksasa.

Brother! [REVISION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang