#12 - Nipple

179K 4.3K 45
                                    

Yayayayya... kembali lagi kita di Brother.

Siap baca lanjutannya yah.. tapi jangan lupa buat

VOTE

VOTE

VOTE

juga COMMENT nya oke oke oke !!!!

{[----------BROTHER!----------]}

12


Ladie Cranklin Point Of View

Sekarang aku terlalu kikuk karena Kak Justin menatapku begitu serius. Dari atas sampai bawah.

"Aku tahu kau masih risih memakai pakaian seperti itu," ucapnya. Dia memang benar. Aku risih dengan ini, tapi aku tidak mau seperti dulu. Aku bisa dibully di sekolah.

"Tidak. Aku nyaman dengan ini," jawabku ketus. Kucoba untuk yakin.

"Kau masih lugu, ladie ... aku tahu itu," masuk kedalam hatiku. Aku ingin membalas perkataannya, tapi apa yang harus aku ucapkan? Sial! Otakku tidak mau berfikir jika ada dia.

"Aku tidak seperti dulu, kak," jariku bergulat di balik selimut. Kucoba untuk tidak menangis di depannya.

"Apa kau mendapat paketku?" tanyanya. Paket? Jadi dia yang mengirimku uang sebanyak itu?

"Jadi uang itu milikmu?" tanyaku kaget.

"Milikmu. Dariku," jawabnya. Argh! Aku merasa rendah di hadapannya. Seperti jalang.

Panas. Mataku panas. Aku ingin menangis.

Menangis? untuk apa? kenapa aku ingin menangis?

Hanya itu yang aku rasakan. Aku ingin menangis kencang di pelukannya. SEKARANG!

Tahan, Ladie...

"Kau masih sama seperti dulu. Menegang saat kutatap, bergetar saat kudekati, dan tidak berdaya saat kusentuh."

Bingo!

Kenapa dia tahu sedetail itu? terlalu jenius.

Suaranya berat, dia menatapku begitu penuh harapan padaku. Sedangkan aku tidak bisa mengelak dari pandangannya. Sama sekali tidak bisa berpindah.

Tangannya mendekatiku, menyentuh pipiku. Mataku terasa panas. Aku sangat ingin menangis entah kenapa alasannya.

Jarinya mengelus pipiku, dan menyingkap rambutku ke belakang telinga. Aku tidak bisa bergerak.

Sentuhan ini yang aku rindukan darinya. Mataku masih terbuka dan terasa berat berasakan sentuhannya. Ditambah kepalaku masih terasa pusing. Mungkin ini efek obat bius yang diberi padaku saat orang suruhannya menculikku.

Wajahnya mendekat. Ingin. Aku ingin bibir itu, tapi...

Ingatlah ladie... INGATLAH!

Remember that you're trying to forget him.

Bibirnya mendekat dan bisa kurasakan hangat nafasnya.

INGAT, LADIE!

Kudorong tubuh nya dan aku menarik tubuhku kebelakang yang berhasil menjauhkan jarak antara aku dan Justin. Ya, mulai sekarang aku tidak akan memanggilnya 'kak'.

"Tidak! Kamu tidak tahu aku," suaraku seperti ketakutan. Mendorongnya menjauh ternyata membuat raut wajahnya berubah.

Aku takut melihat tatapannya seperti itu.

Brother! [REVISION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang