luke ingin menangis.
ia ingin menangis sekencang-kencangnya, ia ingin memukuli ashton tapi ia tidak cukup kekar dan memiliki nyali untuk melakukannya.
sepertinya, akhir-akhir ini arabella sudah tidak pernah muncul.
stella sudah kembali menjadi dirinya sendiri seutuhnya. tak ada lagi arabella, dan artinya tak ada lagi kesempatan untuk luke.
karena stella -yang ia kenal- memilih ashton, jadi, arabella, satu-satunya harapan yang ia miliki pun sudah tidak pernah muncul kembali.
bukan. bukan berarti luke tidak senang dengan kenyataan bahwa stella sembuh dari penyakit mentalnya, luke hanya kecewa. ia kecewa, ia tidak akan pernah mendapatkan kesempatan untuk bersama stella maupun arabella.
ditambah, fakta bahwa ashton tengah berusaha mendapatkan perhatian stella dengan mengunjungi rumahnya, membuat luke semakin kesal.
luke mengurung dirinya seharian penuh, hanya menghabiskan waktu dengan mengamati pulky dan moi, sesekali mengajak mereka berkomunikasi.
"luke, sampai kapan kau akan mengunci dirimu di dalam kamar?" teriak liz yang mulai khawatir. "kau belum makan seharian, nak!"
"luke, jika ini masalah wanita, jangan cengeng seperti itu! hadapi masalahmu, bukannya lari." tambah jack, kakaknya.
"ayo nak, keluarlah." pinta liz memohon, mengetuk pintu kamar luke berkali-kali.
luke mengusap air matanya, kemudian bangkit dari kasurnya. ia menemui polky dan moi yang ia letakkan diatas meja belajar, dan tersenyum kepada dua makhuk itu.
"kurasa, kalian tidak akan pernah kutunjukkan kepada stella."
-