luke membantu stella naik ke atas rumah pohonnya dengan mata tertutup. stella mengenakan dress pendek sehingga ia tidak mau luke mengintipnya
"aku suka disini," gumam stella sambil memperhatikan sekitar. dari atas rumah pohon, mereka dapat melihat pemandangan sekitar kompleks rumah luke dan angin bebas masuk dari celah-celah rumah yang terbuat dari kayu itu.
"aku membangunnya bersama ayahku dan kedua kakakku tadi," luke tertawa. "kami bertiga bermain perang-perangan di dalam sini," ungkapnya, membuat stella tertawa kecil.
mereka berdiam sejenak, menyadari bahwa stella tidak secerewet arabella.
"stell," panggil luke memecah keheningan. "apa yang terjadi padamu?"
stella menegang di tempatnya, tidak berani menatap luke. "uh, aku..."
"kau bisa menceritakannya padaku." ucap luke to the point.
stella terdiam sejenak, menimbang-nimbang sebentar. "kau pasti sudah melihat arabella." gumam stella sambil mendesah panjang.
luke mengangguki, kemudian menunggu stella melanjutkan kisahnya.
"im sick." gumam stella perlahan, "i mean, really sick..."
luke mengusap punggung stella perlahan ketika air mata stella sudah diujung pelupuk matanya. "aku tidak tahu luke mengapa harus aku yang mengalami seperti ini."
"dengan sekuat tenaga aku selalu menolak kehadiran arabella...tapi,"
"tapi ia selalu take the part of me." kini stella menangis sesenggukan. "dan aku yakin dua puluh ribu persen, aku tidak akan sembuh."
luke menggelengkan kepalanya, "tidak, kita akan mencari jalan untuk menyembuhkanmu."
"aku selalu berubah, luke! seperti seekor bunglon. aku tidak menyukai diriku," ucapnya lirih. "kupikir arabella memang telah menjadi bagian dari hidupku."