"Kematian ayahmu benar-benar mengejutkan. Paman titip, apapun yang terjadi jangan pernah tinggalkan ibumu." Tangan paman Vernon menyentuh pundak Emma.
Pundak Emma mulai bergetar, ia mengusap air mata di pipinya. "Paman, aku, aku tidak bisa."
"Tolong kuatkan hatimu dan berjanjilah pada paman."
Tangis Emma mulai berkurang, ia menatap pamannya dengan sendu. Udara sore ini terasa dingin, angin berhembus dari pemakaman yang mulai ditinggalkan peziarah.
Ini pertama kalinya Emma kehilangan orang tua, ada hal ganjil yang ia rasakan dan ia tidak tahu itu apa.***
Malam mulai datang, Emma pulang ke rumah, ia menghampiri seseorang yang sedang duduk menghadap ke jendela. "Ibu, apa kau baik-baik saja?" Ia menyentuh pundak ibunya. Pundak Hanah (ibunda Emma) mulai bergetar, Emma memeluk ibunya dari belakang. "Aku tak akan sekuat ibu kalau aku bernasib sama seperti ibu." Air mata Emma menetes membasahi rambut ibunya. "Apapun yang terjadi aku tak akan pernah meninggalkan ibu, aku janji, percayalah padaku."
***
Awan mendung semakin menghitam, hujan mulai turun membasahi tanah, jendela rumah Emma dibiarkan terbuka membuat angin masuk kedalam menggerakan rambut Emma dan ibunya.
Kematian ayahnya sangat ganjil, bahkan Emma tidak merasa kalau ayahnya sudah meninggal. Ratusan tahun lalu manusia meninggal karena terjangkit virus aneh tapi kematian ayahnya ini benar-benar diluar nalar.
Hujan turun semakin deras, kilatan cahaya mengakar diudara, suara gemuruh semakin keras terdengar. Brukk pintu rumah Emma terbuka keras, Emma melangkah menghampiri pintu. Paman Vernon melangkah masuk, jaket tebalnya basah, ujung bahannya membuat air bercucuran ke lantai.
"Bagaimana ibumu?" Katanya terengah-engah.
"Ia baik-baik saja, ada apa paman?" Emma mengikuti langkah pamannya dari belakang. Paman Vernon setengah berlari menuju tempat Hanah. "Em.. paman." Kata Emma menghentikan langkah pamannya. "Sebenarnya apa yang terjadi? Ayah meninggal karena apa?" Pandangan mereka bertemu, Emma menatap pamannya meminta jawaban. Paman Vernon terlihat pucat dan lemas.
"Paman harus menemui ibumu. Kau tunggu disini." Tanpa menunggu persetujuan Emma paman Vernon lari menghampiri ruang Hanah.
Emma bingung, ia sama sekali tidak mengerti maksud pamannya. Emma menghembuskan nafas sambil berjalan ke luar, derasnya hujan dan kencangnya angin masih berlangsung. Emma berdiri di teras, kepalanya menghadap ke langit. Awan hitam bergerak lambat, hatinya benar-benar tak karuan, perlahan Emma melangkah keluar teras membiarkan tubuhnya basah oleh hujan. Kepalanya masih menghadap ke langit, air mata bercampur dengan air hujan di pipinya.
"Andai saja aku mengerti semua ini." Emma masih berdiam diri membiarkan ribuan tetes hujan membasahi dirinya.
Baru beberapa menit menikmati itu, suara jeritan terdengar dari dalam. Emma menoleh dan bergumam "ibu?" Cepat ia berlari masuk.
***
To be continue
Thanks for reading and don't forget voment this story :)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dolls God
FantasyBagaimana jika seseorang memiliki hobi mengoleksi roh manusia? bagaimana hal itu bisa terjadi? Mr. Felix memiliki hobi gila itu, ia mulai menemukan hobinya pada tahun 1937, berawal dari tewasnya seorang gelandangan di depan rumahnya ia mulai merasa...