Suasana mulai terasa mencekam sejak radius dua kilometer dari istana, bukan karena apa-apa ia hanya merasa punya dosa yang fatal, kesalahannya yang membuat dirinya malu.Mate sampai di gerbang rumahnya.
Brukk..
Pintu terbuka. Seseorang berdiri dihadapannya sekarang.
"Ayah..?" Kaki Mate gemetar.
***
Udara di Northland sangat dingin. Emma hendak menyalakan api dari perapian rumah, kayu-kayu persediaan ia masukan satu persatu kedalam tungku lalu di bakarnya perlahan. Percikan api mengenai lengannya.
"Aduh.. ya ampun, aku ceroboh sekali." Emma mengusap lengannya dan kembali membakar kayu. "Ah, hangatnya. Oh iya aku masih punya persediaan cokelat pemberian Sivan, minum cokelat panas sepertinya enak." Ia berjalan menuju lemari dan menyeduh cokelat panas.
Tok tok tok...
Terdengar suara ketukan pintu.
Diluar, awan hitam membumbung tinggi, kilat mengakar di udara. Kediaman Emma seketika dipenuhi oleh pusaran gelap. Ada seseorang yang berdiri di depan pintu kediaman Emma.
***
Lay merebahkan diri diatas kasur di hotel tempatnya menginap
"Aaah gak asyik! Aku kan ingin cari tahu soal penyihir-penyihir itu kesini kenapa malah hanya diam di dalam kamar? Membosankan." Ia menatap keluar jendela, seketika ada yang terbersit dalam pikirannya.
Cepat Lay membuka tas ranselnya, memeriksa setumpuk uang di dalam dan kembali menutupnya. Ia pergi menuju lobi.
Di lobi ia melihat pria setengah baya yang sedang bersandar pada kursi, di sela-sela jarinya terdapat sebatang rokok. Pria itu adalah petugas hotel.
"Maaf, boleh saya pinjam mobilmu?" Tanyanya pada petugas hotel itu.
Petugas itu berdehem seperti merendahkan Lay. "Kau mau meminjam apa?"
"Mobil anda tuan. Bolehkah saya..?"
"Mobil? memangnya mobilku punya kakekmu? Kau pikir kau siapa main seenaknya pinjam, hey pemuda, kau pakai pintu mana untuk masuk ke hotel ini? Jelas pintu depan tidak cocok untuk orang sepertimu!" Cela orang itu.
Lay jelas merasa kesal, ia celingukan menatap sekitar, lalu dengan sigap ia menarik kerah baju petugas buncit itu. Lay menyeretnya ke pintu gudang tanpa ada yang sadar seorangpun. Rokok di jari petugas itu terjatuh. Saat dirasa sudah aman Lay cepat membanting petugas itu hingga membentur pintu.
"Hey pak tua!" Habis kesabaran Lay, iya menatap tajam pria gemuk itu dan kembali menarik kerahnya. "Dengar! Aku kemari untuk melihat penyihir, bukan malah berurusan dengan babi tua yang bau sepertimu." Lay melepas cengkramannya.
"BERANINYA KAU!! Tunggu, apa? Penyihir? Apa kau gila?" Pria itu memotong kata-kata Lay.
Lay menghela nafas. "Apa kau bodoh?" Ia melemparkan tas ranselnya. "Katakan yang mana mobilmu?" Ucapnya tanpa menatap pria tua itu.
Pria tua itu membuka tas Lay dan betapa terkejutnya ia saat melihat isinya. Ia tampak kebingungan. "A-apa ini? Oh ya ampun, maafkan aku, sebelah sini tuan." Pria itu tiba-tiba berbaik hati dan menunjukkan tempat keberadaan mobilnya.
"Ini tuan." Pria itu membukakan pintu mobil miliknya.
"Sh*t! Aku membayarnya terlalu mahal." Bisiknya ketika melihat mobil tua itu di parkiran, tapi tanpa pikir panjang ia lalu masuk kedalam mobil itu.
"Ini kuncinya."
Lay merebut kunci itu dan mulai menghidupkan mesin. "Oh ya, apa kau tau soal penyihir disini?"
![](https://img.wattpad.com/cover/52010670-288-k253532.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dolls God
FantasyBagaimana jika seseorang memiliki hobi mengoleksi roh manusia? bagaimana hal itu bisa terjadi? Mr. Felix memiliki hobi gila itu, ia mulai menemukan hobinya pada tahun 1937, berawal dari tewasnya seorang gelandangan di depan rumahnya ia mulai merasa...