Pertarungan pertama

234 12 0
                                    

"Lepass!!" Emma masih memberontak.

"Katakan Emma aku mohon." Mate mencengkram baju belakang Emma.

Emma sepertinya mulai lemas. "Mate aku mohon.." air matanya membasahi baju Mate. "Katakan padaku apa yang kau inginkan?"

Mate terdiam sambil menatap rambut Emma dibawah dagunya. "Aku.. aku hanya ingin kau tetap bersamaku."

Emma terdiam mendengar hal itu, pandangannya berubah kosong.

Tangan Mate bergetar, entah apa yang ia pikirkan tiba-tiba saja air matanya menetes ke kain baju Emma. "Aku..aku takut kehilanganmu." Nada suara Mate terdengar putus asa. Seluruh tubuh Emma rasanya lemas juga, pandangannya semakin kosong, perasaannya tak karuan. "Aku.. mohon jangan biarkan orang lain masuk ke hidupmu." Tangan Mate terlepas.

Emma masih bingung dengan segalanya. Mate menunduk di depan Emma, perasaan Ema seketika menghangat, ia mengulurkan tangannya dan menyentuh pipi Mate perlahan. "K-kau menangis?" Rasa bencinya pada Mate seolah-olah hilang begitu saja saat ia melihat Mate seperti itu. "Mate.. ada apa denganmu?" Emma menelan ludah, "kalau ini karena salahku, maafkan aku."

Mate menggenggam tangan Emma di pipinya. Tangannya mengepal dengan erat. "Emma.. tolong, jangan percaya pada siapapun untuk saat ini, jangan mudah bergaul dengan orang lain. Aku mohon percayalah padaku Emma.." suara Mate bergetar.

Emma menelan ludah. "Mate aku benci mengatakan ini tapi..tapi aku tidak ingin melihatmu seperti ini."

"Aku tidak akan seperti ini jika kau mendengarkanku Emma."

Tangan Emma yang lain mengusap rambut Mate untuk menenangkannya.

Mereka tampak seperti dua orang yabg saling mencintai.

***

Disisi lain, kehangatan tak terasa, hanya ada hampa dan dinginnya sebuah hati wanita setengah paruh baya yang menuntut pembalasan dari murka yang telah lama. Magenta, wanita berhati keras dan dingin itu mencoba menapakan kakinya ke dataran di lembah bukit dekat sungai Grusan, ia berniat untuk menyekap roh Hannah kedalam kitab tua yang sudah banyak memakan korban. Kitab itu akan menyerap energi dan roh untuk dihilanglan dari jasad seseorang, seperti halnya kejadian yang menimpa Hanah dan adiknya Vernon dahulu.

Jubah panjang Magenta menyapu tanah yang diinjaknya, jajaran pohon-pohon tinggi menjulang mempersempit jalan. Ia tak akan membiarkan siapapun menghalangi rencananya, tak peduli siapa orang itu, tak peduli seberapa sepelenya orang itu dalam menghalangi niatnya, Magenta menciptakan akses jalan sendiri, tak ada yang boleh melintas sedikit pun dijalannya dan itu merupakan harga mutlak.

Mata Magenta jeli melihat roh Hannah diujung sungai sana, roh dari jasad yang malang itu tengah limbung mencari jalan pulang, mungkin Hannah merasa seperti hidup namun mati. Magenta menggunakan kekuatan sihirnya untuk menarik roh Hannah. Dibukanya kitab tebal di tangannya itu lalu mulutnya membacakan sesuatu. Roh Hannah seperti terserap dengan mudah menuju sebuah pusaran cahaya kemerahan di kitab itu. Mulut Magenta semakin fasih melapalkan mantra-mantra dan dalam hitungan di bawah detik sesuatu menghentikan perbuatannya.

"TIDAK BISA!!" Kitab ditangan Magenta gagal bereaksi.

"Trainor?" Desisnya.

"APA YANG KAU LAKUKAN ITU AKAN KUTENTANG KERAS-KERAS!" Mr.Trainor dan pasukan bonekanya berjajar di sebrang Magenta, mereka siap berperang. "SADARLAH MAGENTA, KENDALIKAN DIRIMU! KAU TAK SEPATUTNYA BERBUAT SEPERTI INI!"

Magenta menatap mantan suaminya seperti serigala hendak memangsa domba. "Apa urusanmu Trainor?"

"Kembalikan kehidupan gadis itu seperti semula." Kata Mr.Trainor

The Dolls GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang