Ilusi #2

197 13 3
                                    

"Makan yang banyak Mate, tidak usah malu-malu." Mate kembali menyuap bebeknya. "Aku senang jika kau senang."

Mate dan gadis yang baru di kenalnya menghabiskan sore bersama-sama, begitupun dengan Emma dan lelaki yang baru ditemuinya.

Mereka saling bertukar tawa dan kehangatan, dalam suasana dan tempat berbeda.

***

Magenta menyeringai. "Kerja bagus anakku." Bisiknya penuh kemenangan. Pandangannya mengarah langsung pada genangan air di istananya.

***

Derap langkah sepatu boot menghentak-hentak di sepanjang jalan batu menuju istana, keringat dingin terhempas ke dasar. Nafas menderu terengah-engah dari hidungnya, wajahnya terlihat pucat, ia memacu langkahnya hingga tiba di depan pintu istana. Pintu kayu di ketuknya keras-keras hingga terdengar suara berdentum ke dalam istana.

Drep..

"Ada apa tuan?"

"Dimana tuan Trainor?" Katanya terburu-buru.

"Di-di dalam tuan, ada apa tuan sepertinya penting sekal.."

Lelaki itu tak menghiraukan pertanyaan asisten boneka istana, ia bergegas lari kedalam menghampiri Mr.Trainor.

Cahaya obor yang menempel di dinding istana bergoyang searah dengan lari lelaki itu. Ia kemudian masuk ke ruangan Mr.Trainor.

"Ada apa?"

"Maaf tuan atas kedatangan saya yang mendadak." Ia mulai mengatur nafasnya.

"Katakan saja ada apa?"

"Sebelumnya maaf tuan, saya ingin melaporkan bahwa kesembilan rekan penyihir saya berhasil di sekap oleh Magenta."

Mr.Trainor terbelalak, ia menelan ludahnya. "Pantas, semuanya sudah terjawab." Desisnya.

"Tuan?"

"Oh ia, saya sudah merasa tidak enak sejak kemarin. Lalu bagaimana denganmu?"

"Begini tuan, jadi....." ia menceritakan semuanya panjang lebar.

***

"Mate apa kamu sering makan sebanyak ini?"

Mate menelan makanannya. "Tidak. Aku tidak pernah seperti ini."

"Lalu?"

"Hanya saja masakanmu enak sekali."

Angin berhembus berbarengan dengan ucapan Mate, membuat pipi gadis itu merah merona.

Mate menghentikan makannya dan menatap gadis itu. "Kau kenapa? Yang barusan itu lupakan saja."

Lesung pipit yang hampir muncul di pipi gadis itu urung, ia menurunkan senyumnya.

"Lupakan dan rekam."

"Apa sih?" Ia berhasil tertawa.

Mereka masih asyik menghabiskan waktu bersama. Emma dan lelaki yang baru di temuinyapun masih terhanyut dalam kebersamaan.

"Lalu bagaimana dengan ibumu itu? Dia lucu sekali, aku jadi ingin bertemu dengannya."

"Haha, kau tak akan tahan bila bertemu dengannya. Tapi walau bagaimanapun dia tetap wanita terhebat dalam hidupku."

"Whoaa. Andai saja aku masih bisa bertemu ibuku.." Emma berubah menjadi tidak bersemangat.

"Memangnya kemana ibumu itu?"

Emma diam. "Entahlah, semuanya berubah saat Mate datang."

"Dan kau baru menyadarinya?"

"Maksudmu?"

The Dolls GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang