"Kita sudah sampai, kau ikut aku." Kata Mate membukakan pintu untuk Emma.
Emma menatap sinis Mate. Ia khawatir bagaimana kalau ternyata Mate juga ingin membunuhnya, hal itu bisa saja terjadi mengingat Mate adalah orang baru yang baru ia kenal. "Kau mau membawaku kemana?"
"Sudah jangan banyak tanya, cepat ikut aku atau tetap diam di mobil?"
Dengan cepat Emma keluar dari mobil. "Aku ikut denganmu. Tapi janji! Kau tidak boleh apa-apakan aku!" Mate hanya mengangguk. Emma mengikuti langkah Mate, jalan yang dilaluinya menanjak tajam membuat Emma kelelahan. "Sebenarnya kita mau kemana? Aku lelah!" Nafas Emma mulai tak beraturan. "Aku haus. Aku ngantuk sekali, capek."
Semua ucapan Emma membuat mate geram, terpaksa Mate menggendong Emma tanpa Emma sadari. Ia membawanya berlari. "Kau mau apakan aku?! BERHENTI MATE!!" Emma berteriak-teriak di gendongan Mate namun rupanya Mate menyumbat telinganya, ia terus berlari membawa Emma.
Mate telah sampai di puncak, ia menurunkan Emma dari punggungnya. Emma terlihat pucat juga kedinginan. "Maafkan aku."
"Dimana kita?" Ucap Emma menengadah menatap pintu yang sangat tinggi didepannya. Dalam hitungan menit pintu itu terbuka, memperlihatkan lorong yang panjang juga tinggi. Emma masih takjub.
"Selamat datang di istana Mate."
***
Angin berhembus dari segala arah, cahaya bulan bersinar dibalik awan, malam sudah turun dan berganti dini hari. Suara burung hantu terdengar remang-remang.
Emma masih terpaku, ia melongo menatap lorong panjang di depannya. "Ini.. rumahmu?" Katanya, matanya tak melirik Mate.
"Aneh buatmu?" Gumamnya sinis.
Emma menggeleng dan tanpa Mate sadari Emma sudah berlari masuk ke dalam, melewati lorong panjang yang Emma tatap dari tadi. Mate kaget melihat Emma, ia berlari mengejarnya.
Mate menarik tangan Emma. "Apa yang kau lakukan?" Bisiknya.
"Aku hanya ingin melihat-lihat istana ini."
"Istana katamu?! Sudah kau ikut aku!" Mate menarik Emma keluar. Mereka sudah ada di luar sekarang. "Kau tidak boleh masuk! Aku tidak mengijinkanmu bertemu dengan ayahku, jadi sekarang kau ikut aku, kita akan lewat samping menuju kamarku dan setelah di kamarku kau tidak boleh keluar sebelum aku menyuruhmu, mengerti?"
Emma terlihat sedih, "Kalau begitu kenapa kau membawaku kesini? Kenapa tidak kau biarkan aku di rumah dengan ibuku saja?! Memangnya kenapa kalau aku bertemu dengan ayahmu?"
"Emma kau tidak mengerti!" Mate menyentuh pundak Emma dan menatapnya. "Ayahku bukan orang sembarangan... dan tempat ini adalah tempat yang aman untukmu. Aku harap kau mengerti." Mate menutup pintu, "Sekarang kau ikut aku!"
Mate menuntun Emma menuju samping istana, mereka akan masuk lewat jendela kamar Mate. Langkah mereka dipacu cepat dan kini mereka sudah sampai di bawah jendela kamar Mate.
"Kau gila? Setinggi ini? Bagaimana kita masuk?" Emma mendongak melihat jendela kamar Mate yang berada di atas.
Mate tertawa, "Aku lupa kalau kau bodoh." Ucapnya sambil bersandar pada pohon. Emma menggerutu dan meninju pinggang Mate dan kini Mate merintih kesakitan. "Oke oke maafkan aku, sekarang lihat ini." Mate membuka tangannya, Emma memperhatikan pergelangan tangan Mate dan dalam sekejap tubuh Emma sudah berada di pangkuan Mate, mereka menaiki pohon di samping mereka.
Emma tergeletak di lantai kamar Mate, Mate menjatuhkannya begitu saja.
"Dasar bodoh! Kau gila!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dolls God
FantasyBagaimana jika seseorang memiliki hobi mengoleksi roh manusia? bagaimana hal itu bisa terjadi? Mr. Felix memiliki hobi gila itu, ia mulai menemukan hobinya pada tahun 1937, berawal dari tewasnya seorang gelandangan di depan rumahnya ia mulai merasa...