Senja

5.7K 571 12
                                    

22 Juni
Selepas malam di minimarket

[17. 30]

Rizky benci sendirian. Sangat benci.

Besar dalam keluarga lima bersaudara, dan menjabat posisi anak bungsu. Rizky selalu ditemani setidaknya salah satu kakak atau abangnya- sayang, mereka sedang ada urusan saat ini.

Kakak tertua memang sudah lama tidak pulang, karna menjadi ibu rumah tangga sekaligus pengajar di bimbel. Dua abangnya yang lain pergi untuk 'urusan dewasa' yang tidak membuat Rizky penasaran sama sekali. Dan abangnya yang lain pergi mengajar untuk les privat.

Handphone-nya memasang salah satu lagu Rolling Stone oleh YUI. Manik matanya memandang lekat-lekat dinding yang dicat icy blue.

Saat menutup mata, Rizky kembali mengingat kejadian berapa hari lalu. Malam dimana ia bertemu cowok yang sepantaran dengannya.

Kalau dipiki-pikir rasanya, malu juga- bahkan Rizky sendiri kaget dengan berapa banyak tisu yang ia habiskan.

--Ih.. ternyata gue emang malu-maluin ya.

Walaupun begitu, ia tetap lega karna ada yang mau mendengarkan komplen dan ocehannya selama itu. Rasanya memang tak sedap kalau tak balas budi.

Tak banyak kata yang mereka tukar saat itu - Rizky bahkan belum tahu namanya.

--Kayaknya ga mungkin kalo ketemu lagi.

Malam itu Rizky habiskan bersama serentetan lagu Jepang dan adu tatap dengan dinding.

Tapi otaknya terus berpikir dalam-dalam, berpusat pada seorang remaja bermanik nyaris hitam.

.

.

3 Juli, Kelas X

Rizky memang merasa cowok yang bicara dengannya tengah malam itu familiar. Tapi tak bisa mengingat darimana ia melihat wajah itu. Karna orangnya cukup tampan, ia pikir remaja itu model untuk iklan produk kecil-kecilan.

Nyatanya jauh dari yang ia perkirakan.

Rizky menganga dengan manik melebar, tangannya menggantung di samping tubuhnya ditemani kamera DSLR yang ia pinjam dari abangnya. Orang yang melihat pasti mengira ia tampak bodoh.

Tapi Rizky punya alasan yang cukup maklum kali ini. Biangnya ada di lapangan tenis, wajah yang cukup dikenalnya.

Remaja yang Rizky tatap tengah menggenggam raketnya. Manik itu fokus pada bola di tangan lawan. Auranya nampak sedikit berbeda dari cowok yang menemaninya malam itu. Kelereng nyaris hitam itu terlihat senang walau bibirnya membentuk garis lurus.

Sepertinya tatapan Rizky yang begitu jelas sejak tadi sama sekali tidak mengganggu-nya.

Agak sebal sih karna rasanya seperti dikacangin, tapi ia mengerti betul perasaan tak ingin diganggu saat sedang serius melakukan hobi.

Karna itu ia pikir masalah petenis itu bisa diselesaikan nanti. Untuk sekarang, Rizky juga punya kepentingannya sendiri untuk diselesaikan.

Nikon kembali terangkat dan Rizky membidik tepat pada seorang petenis, mengambil beberapa referensi foto untuk komisi gambar berikutnya.

Beberapa hari ini Rizky rutin menerima komisi. Mumpung masih kelas X, Rizky ingin menabung untuk beli pen tab idamannya.

Remaja bermanik coklat pekat itu terlihat keren di film Rizky. Anak itu tidak terlalu pandai mengambil foto, tapi cukup bagus untuk tetap mendapatkan pandangan intens petenis itu.

ANTONIM [bxb]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang