Maulana mengintip ke balik dinding. Mengamati sosok seorang pemuda SMA yang tengah berdiri dalam sunyi, tidak berucap apa-apa. Hanya menatap lurus dengan pandangan yang tak bisa Maulana tangkap. Terlalu rumit dan bercampur.
Bingung, sedih, ragu, lega, hampa? Maulana tidak tahu. Yang pasti cowok yang lama tinggal di Bandar Lampung itu tidak suka dengan cara manik Raka menatap kosong pada keyboard di depannya.
Ini sudah sekitar dua jam setelah bel pulang sekolah. Dan terhitung lima menit sejak Maulana menapakkan kaki ke ruang seni. Rumahnya ekskul seni tari, musik dan teater. Kalau seni rupa sih, sudah pasti tempatnya di ekskul para penggemar kartun yang dibungkus dengan dalih sastra Jepang. Maulana sama sekali tak mengerti masalah itu, tapi sebagai seorang senior yang mantan anggota seni musik. Singgah di ruang seni seperti kewajiban bagi mayoritas anggota, setidaknya di kelas X atau XI. Sekarang Maulana sibuk menghadapi TO ini itu karena sudah kelas XII. Mumpung sedang luang, ia sekedar iseng. Ingin melihat apa ada adik kelas yang masih betah di ruang seni walau bukan jam-nya latihan.
Tapi yang ditemukannya malah Raka tengah melamun dan menekan-nekan tuts keyboard asal. Setahu Maulana, Raka sudah pulang sejak tadi. Mungkin ia salah dengar informasi. Tapi tetap saja, kenapa Raka harus memilih tempat ini sebagai bilik galau-nya. Tentu saja, sebagai mantan ketua klub teater Maulana tak ada hak melarang cowok itu masuk ruang klub.
Tapi ia benar-benar tidak suka melihat Raka dengan tampang seperti itu.
Untung saja ruang seni terbagi dua. Ada pembatas kayu yang memisah Maulana dan Raka, menyisihkan celah kecil yang bisa dengan mudah digeser lebih lebar. Jadi Maulana tak usah terlalu takut tertangkap basah memandangi sosok Raka terlalu lama.
Sejujurnya Maulana memang tak bisa menahannya. Karena postur tubuh Raka yang terlatih dari olah tubuh selama tiga tahun di teater, dan jari-jari panjang yang membuat Maulana gemas sekali.
Kenapa cowok itu tak jadi pianis saja sih?!
Tapi air muka Raka menodai semua penampilan menggoda mata penonton itu. Jadi bercak hitam yang menodai kesempurnaan gambar potrait seorang Raka Anugrah Mussada.
Dan Maulana tahu betul adik kelas itu sebabnya.
Ia tak tahan lagi. Maulana menggeser pembatas kayu agar bisa masuk ke bagian ruang yang biasa dipakai anggota musik. Dari ujung matanya, ia bisa melihat Raka tersentak, agak kaget.
Rasa dalam manik itu berubah, jadi tampak lebih ceria. "Ngagetin aja lo. Kenapa Ana?"
Maulana merengut dongkol. Sebagian karena nama panggilannya yang tak pernah disukai Maulana, sebagian lagi karena ekspresi Raka yang berbohong. Menyipitnya mata Raka karena tertawa dan nyengir, hanya bungkusan luar untuk menutupi hitam di dalamnya.
Maulana sebal. Kapan cowok itu mau menumpahkan emosinya? Ia pikir anak teater itu model orang yang impulsif. Mengingat saat Raka sudah sampai batasnya, ia tanpa ragu menumpahkan air mineral satu botol pada seorang anggota kelompok. Karena malasnya minta ampun dan kerjanya membuat alasan tak jelas yang bohongnya jelas sekali.
Sebenarnya Maulana cukup maklum saat itu. Habis Rina, cewek yang jadi korban Raka memang menyebalkan. Bayangkan, alasan pertamanya 'Mau menjenguk nenek yang sakit' alasan keduanya 'Nenek meninggal' alasan ketiganya 'Harus menjaga nenek dirumah' lalu begitu terus sampai dapat peringatan terakhir dari Raka sebagai ketua. Sampai akhirnya ia datang latihan dan hanya malas-malasan di atas kursi. 'Perut gue sakit banget tahu nggak! Lagi hari pertama nih!' keluh Rina saat itu. Dan botol mineral milik Maulana langsung berpindah ke atas kepala Rina. Tentu saja, oleh tangan Raka.
Maulana merinding mengingat peristiwa itu.
"Na? Ngapain lo berdiri matung aja?"
Yang ditanya menggaruk kepala yang tak gatal, agak malu tertangkap melantur di kepalanya. "Enggak Ram. Aku cuman mau lihat apa masih ada anggota yang nongkrong. Ternyata kosong, adanya mantan ketua OSIS merangkap ketua teater."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTONIM [bxb]
Novela JuvenilRizky Al Hudzaify, seorang anak IPS yang impulsif dan kacau, menyukai makanan pedas ala Indonesia, tidak pandai berkonsentrasi, suka memotong ucapan orang, lasak, dungu, Tukang ikut campur urusan orang. Semua yang berlawanan sekaligus dibenci...