Merasuki

3.9K 414 42
                                    

GWAA!

Rizky ingin teriak histeris sekarang. Ia pikir hari ini akan jadi hari damai dimana Rizky bisa mendekam di rumah dengan tenang tanpa harus melihat sosok Ghazi. Yang bikin otaknya mampet sejak kemarin.

Tapi sekarang, cowok itu berdiri menjulang di depan pagar rumah Rizky yang baru saja Rizky gembok. Seniman itu mau keluar untuk jajan tadi. Ia malah disuguhkan pemandangan motor Ghazi mendekati rumahnya. Berpikir cepat, dikuncinya pagar supaya atlit itu tidak bisa masuk.

"Ki, bisa nggak jangan lari kayak gini?" keluh Ghazi dengan memelas. Itu baru! Ghazi belum pernah memasang tampang sendu yang imut seperti itu sebelumnya. Ah, Rizky jadi ingat kalau cowok itu lebih kecil darinya dalam segi umur.

Di seberang, Rizky merasa lebih unggul karena bisa mengontrol situasi. Bahkan membuat Ghazi memohon. "Gue nggak lari, gue cuman mau menenangkan diri!"

"Oh ya? Dengan cara?"

"Nggak ngelihat dan ngobrol sama lo untuk sementara waktu."

"Itu namanya lari dari gue, nyet." Ghazi jadi sewot.

"Katanya suka tapi kerjanya ngatain doi aja, Ghazi Dusta!"

Sontak atlit itu melotot gahar, tapi ada semburat merah di pipinya. Kalau Ghazi malu-malu begini, Rizky gemas juga. Tampak sisi Ghazi yang masih kecil. Manis.

Ghazi bergerak, ia mulai memanjat pagar rumah Rizky. "Gue nggak bohong."

Cowok pendek itu terbeliak. Lantas melarikan diri ke dalam rumah dan lari ke lantai atas. Meneriaki nama kedua abangnya dengan histeris. Jeritan yang besar dan menusuk telinga. Untung saja tetangga sebelah sudah biasa dengar teriakkan itu.

"KODE MERAAAH!!" Rizky melanglang buana.

Sementara Ghazi yang mendengarnya dengan cepat menerobos masuk ke dalam. Sepatu dan helm dibuang asal ke lantai rumah Rizky. Sementara jaketnya masih memeluk tubuh cowok itu.

Oh, Ghazi tahu arti teriakkan itu. Ghazi tahu persis karena pernah menyaksikan Rizky menggunakan kode antar saudara milik keluarga Al-Hudzaify.

Tapi ia terlambat.

Sekarang jalan satu-satunya menuju Rizky sudah dipalang oleh dua sosok itu. Satu sedang, satu raksasa.

Bang Alif berdiri dengan gagahnya di depan tangga. Dengan tangan tersilang di depan dada dan tatapan nyalang. Ditemani Bang Thiya sebagai pemanis. Cowok 176 senti itu berdiri di depan Bang Alif yang tubuh raksasa. Ikut-ikut manatap tajam. Keduanya memblokade jalan menuju tangga. Menuju kamar Rizky.

Bang Thiya mendengus garang. "Lo mau ngapain adek gue?" Alif langsung menoyor kepala saudaranya. "K-kita" koreksi Thiya sembari meringis.

Yang ditanyai malah menghela napas lelah. Tidak tampak takut. "Cuman mau ngobrol bang."

Mata Bang Thiya memicing. "Sungguh?"

"Sesungguh-sungguhnya."

Thiya mendongak dan menatap saudaranya, menunggu jawaban. Raksasa 190 senti itu mengangguk takzim. "Jadi, lo apain Kiki sampe dia ngasih kode merah ke kami?" Thiya buka suara lagi.

Remaja yang diinterogasi balik memicingkan mata. "Nggak bisa ya nggak kepoin hidup adek lo, bang?"

Bang Thiya manyun, mirip Rizky. "Jawab aja sih, Ghazi! Kita tahu lo nggak akan isengin Kiki separah Nita." Thiya merinding mengingat tingkah cewek wibuu itu pada Rizky. Perempuan memang seram. Mungkin itu alasan Rizky jadi suka batangan.

Thiya ingat betul terakhir kali Rizky pakai kode merah untuk Nita. "Atau sekarang lo minta foto bugil Kiki kayak cewek itu?" ya, seingatnya Nita pernah bilang itu untuk referensi bikin komik homo.

ANTONIM [bxb]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang