Tahu tidak bagaimana rasanya berada di puncak gunung, lalu tanpa disadari kau sudah dipaksa turun sampai level paling rendah?
Itu yang Rizky rasakan sekarang.
Dua hari lalu, ia senang bukan kepalang. Lalu sekarang Ghazi mengagetkannya dan memaksa hatinya jatuh. Cowok itu bolos sekolah selama dua hari ini. Rizky sudah bolak-balik ke kelas Ghazi dari tadi pagi.
"Dicky, lo kan ketua kelas sekaligus temen sebangku Ghazi. Masa nggak tahu sih dia dimana?!"
Alis Dicky sibuk menyatu membentuk kerutan tebal. Cowok IPS itu terus menerornya dengan pertanyaan itu sejak tadi pagi. Duh, lama-lama ketua kelas jadi gerah. Sekalipun ia sudah tahu masalah Ghazi. Tentu saja, cowok itu numpang mandi makan tidur di kosannya sejak kemarin sore. Namun Dicky sudah janji pada Ghazi tidak akan beritahu Rizky soal ini.
"Jangan gini dong Ki. Tunggu kabar dari Ghazi aja."
Tuh! Dilihat dari gelagat dan perkataan ketua kelas, sudah jelas sekali cowok itu tahu perihal absen-nya Ghazi. Rizky tak bisa diam saja. Ia bukan cewek ala pedesaan yang hobi menunggu kepulangan kekasihnya. Walaupun itu terdengar romantis.
"Kasih tahu dong! Kasihtahukasihtahukasihtahu, gue bakal gini terus sampe lo kasih tahu. Kasihtahuka--"
Ketua kelas tidak kuat lagi, ia membekep mulut Rizky dan menyerah. Ya ampun, bagaimana Ghazi bisa menangani kebisingan level tinggi ini saat cowok itu saja tidak suka berisik?!
"Ya sudah, tapi jangan bilang Ghazi gue yang kasih tahu lo."
Rizky tegak dan memberikan hormat penuh. Dicky tidak habis pikir betapa kekanakannya cowok di depannya.
Ketua kelas IPA itu beringsut mendekat dan berbisik.
"Ghazi diusir dari rumah."
Tentu saja, itu yang dikatakan Ghazi malam itu. Duh, beruntung ketua kelas cukup mudah percaya pada orang. Kalau tidak, kuping Ghazi pasti sudah berdarah karena omelan Dicky.
Rizky bungkam. Ia tak habis pikir. Cowok itu...? Oleh tante dan Om Dani?! Sikap optimisnya kemarin hanya jadi sampah sekarang. Jadi dimana Ghazi? Kenapa tidak memberitahu Rizky?
"Jangan panik dulu Ki, Ghazi bawa mobil, uang, lengkap sama baju kok. Jadi dia nggak menggelandang amat."
Rizky masih diam, mukanya sudah menekuk sebal. Walau begitu, ia masih khawatir dan kesal. Ditariknya ponsel pintar dari saku. Lalu Rizky keluar dari kelas IPA, mengabaikan Dicky yang sibuk memanggilnya.
Nomor Ghazi sudah terpampang dengan mode memanggil. Sebenarnya Rizky sudah melakukan ini sejak kemarin. Awas saja kalau Ghazi belum juga menjawab, ia akan gigit cowok itu sampai berdarah.
"Rizky, lo dimana?"
Panggilannya diterima dan itu yang Ghazi tanyakan sekejap setelah cowok itu mengangkat telepon Rizky.
Seniman itu menggeleng, sekalipun tahu Ghazi tidak bisa melihatnya. "Di sekolah. Lo dimana, Zi?! Kenapa baru angkat sekarang?"
"Dicky udah ngasih tahu lo?"
Kali ini Rizky mengangguk.
"Gue ada di luar. Deket halaman belakang, tempat lo biasa bolos."
Dan dengan itu Rizky lari sekencang yang ia bisa. Mengabaikan telepon Ghazi untuk sementara. Ia mau bertemu muka dengan cowok itu.
Sekarang.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTONIM [bxb]
Teen FictionRizky Al Hudzaify, seorang anak IPS yang impulsif dan kacau, menyukai makanan pedas ala Indonesia, tidak pandai berkonsentrasi, suka memotong ucapan orang, lasak, dungu, Tukang ikut campur urusan orang. Semua yang berlawanan sekaligus dibenci...