Selingan; Damai

3.8K 326 20
                                        

A/N : Bagian ini mengulang waktu saat bagian Lari sama Pengakuan.

...

Rizky [Iki]
RAK! RAKAA! 18.30

Rizky [Iki]
Aneh sih gue ngomong ke lo duluan, tapi gue baru jadian ama Ghazi!  18.30

Rizky [Iki]
Gue cuman pikir, lo perlu tahu pertama. Soalnya lo kan udah kayak emak kedua gue ;) 18.31

Raka mendengus, manatap layar ponselnya. Itu pesan dari Rizky kemarin, yang ia balas seadanya. Dengan humor receh dan kalimat singkat.

Terkadang, ia tak habis pikir betapa nggak peka-nya cowok itu. Mungkin menurut Rizky, Raka sudah benar-benar melepas rasanya. Nyatanya jauh dari itu. Padahal seniman itu yang paling tahu sulitnya melepas rasa.

Kali ini, jemarinya bergerak untuk menghapus obrolan dengan Rizky. Sebagai teman yang baik, Raka tahu harusnya ia ikut senang. Hanya saja, ia sudah terlalu lelah belakangan ini.

Terlalu banyak yang harus dipusingkan sebagai anak kelas tiga. Ditambah lagi bebannya sebagai mantan ketua OSIS dan teater. Kadang perangkat resmi yang menjabat tahun ini, masih saja mengejar Raka untuk konsultasi dan meminta saran.

Bukan hanya itu, ada satu makhluk mengganggu yang hobi menguntit Raka sekarang. Secara terang-terangan. Awalnya cukup menarik sih. Sepanjang tidak melibatkan menerornya dengan surat dan semacamnya, Raka terima saja. Tapi lama-kelamaan, ia lelah juga terus dipelototi dengan khidmat begitu.

"Ana..." makhluk itu tersentak kaget di belakang pohon sekolah, "Kalau mau nguntit, libur dulu deh hari ini. Gue capek."

Maulana keluar dari persembunyiannya, dengan muka ditekuk. "Jelas banget tah?" Aksen Bandar Lampungnya masih membekas.

Raka mengangguk. Saat ini mereka sedang berada di dekat lapangan sekolah. Raka tengah makan roti sendiri. Bukannya tidak ada teman, sejak tadi ada saja yang menyapanya dengan anggukkan - ini memang kawasan adik kelas. Ia hanya ingin menikmati angin sendiri. Libur sebentar saja dari banyaknya interaksi sosial.

Melihat Maulana yang masih berdiri canggung, Raka menghela napas. Ia tidak bisa mengusir cowok itu. Pupus sudah harapan untuk punya sedikit waktu sendiri.

"Sini," ucap Raka akhirnya.

Maulana nurut saja, duduk di sebelah Raka. Lalu melirik ponsel yang masih digenggam mantan ketua OSIS itu.

Raka menyunggingkan senyuman, geli melihat tingkah Maulana. "Kalau kepo, tanya aja Na. Ini chat dari Rizky. Ituloh, adek kelas yang mau lo ajak perang."

Muka cowok pindahan itu memerah. Saat itu maulana hanya impulsif. Ia hanya terlalu bersemangat. "N-Nggak gitu juga kali!"

Raka membalas dengan kekehan khasnya. Sibuk mengunyah roti coklat yang sudah setengah habis. Membiarkan diam mengambang diantara keduanya. Tentu saja, sebelum Ana memecahkan hening itu. Padahal Raka masih ingin menikmati sunyi sebentar.

"Si Rizky..." ucap Ana lirih, membuat Raka menelan roti dan menghentikan kegiatannya sebentar, "Jadi kenapa dengan dia?"

"Rizky udah dapet pacar," Raka menjawab enteng. Padahal masih ada rasa itu di ulu hatinya, yang membuat sakit saat menyuarakan nama Rizky. Yah, ia akan belajar untuk menyembunyikan dan melupakan. Walaupun jawaban untuk 'Kapan?' masih dipertanyakan.

Raka mengerling ke arah cowok di sebelahnya. Ia hampir tersedak melihat ekspresi Ana. Cowok itu menunduk dengan tangan menutupi mulut. Dan pasang mata yang nampak iba. Tapi Raka masih bisa lihat ujung bibirnya tertarik ke atas.

ANTONIM [bxb]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang