Sosok seorang Raka Anugrah Mussada itu cepat dihapal dan dikenal banyak orang. Menimbang posisinya sebagai mantan ketua OSIS dari jurusan IPS yang biasanya dipandang satu mata oleh kebanyakan guru. Terlebih perawakannya yang hitam manis. Mungkin setengah dari kaum hawa di sekolah menyukainya. Kalau saja bukan karena fakta ia lebih senang pisang ketimbang permen, alias homoseksual, Raka pasti sudah punya pacar. Walau hanya segelintir orang yang tahu akan itu.
"Ram, lo kok jadi orang perfect banget. Udah nilai bagus, muka bagus, kepribadian bagus."
Salah besar. Saat ini banyak sekali perasaan pekat yang Raka simpan. Benci, iri, kesal, cemburu. Mayoritas karena adik kelas yang sudah ia taksir sejak dua tahun lalu. Cowok itu tetap tertawa renyah dan membalas. "Karena gue rajin aja, lo sih kerjaannya main mulu."
Raka merasakan tarikan di ujung bajunya yang tiba-tiba, membuatnya menoleh. "Ram ada yang manggil kamu," pemuda dengan tinggi dibawah rata-rata itu menunjuk pintu kelas.
"Nggak ada siapa-siapa kok?"
Maulana berbalik dan mengernyit. "Dia sembunyi di balik pintu kali. Katanya teman Rizky, adik kelas yang deket sama kamu."
Raka mengacak-acak rambut temannya dan berlalu. "Trims Ana."
Alih-alih remaja perempuan dengan nama Anita Alifi, sosok pemuda dengan tinggi sekitar lima sentimeter dibawah Raka tampak. Raka belum pernah bicara dengan remaja ini, tapi ia tahu namanya. Pemuda yang belakangan dekat betul dengan Rizky, alias membuatnya iri.
"Ghazi Agustamel?"
.
.
"Kalau udah dengar dari Rizky kenapa masih tanya gue?" Raka terdengar sewot. Ia memarahi dirinya di batin karena bertingkah seperti anak kecil yang mainan kesayangannya dicuri.
Ghazi mengerut. "Kalau nggak mau jawab, bilang aja nggak," ia malas dengan drama dan cowok bertingkah layak PMS disekitarnya.
Yang lebih tua berdecih. "Benar, Ilham kembaran gue, dan dia nggak ada hubungan khusus sama Rizky selain teman." Raka yakin, karena kakaknya itu selalu takut. Takut meninggalkan bekas yang bisa menyakiti orang selain keluarga. Tapi akhirnya, luka yang ditinggalkan begitu besar sampai tak kunjung sembuh.
"Kalau sama lo?"
Raka bergeming, ia tidak ingin membahas perasaanya pada Rizky yang satu arah. "Jawab pertanyaan gue dulu,"-Ghazi mengangguk-"Lo suka sama Rizky?"
"Pertanyaan nggak sama berat, negosiasi dibatalkan."
Salah satu alis-nya terangkat, lalu Raka terkekeh. "Pernah, tapi gue yang maksa. Giliran lo."
Anak kelas XI IPA 6 itu menelan ludah, membuat jakunnya bergerak. "Gue rasa gue suka Rizky," jelas kali keraguan dari tiap gerak dan air muka-nya.
"Jawaban ambigu, gue nggak terima."
Kali ini giliran Ghazi berdecih. Petenis itu duduk di ujung pot tanaman karena tidak tersedia bangku di ujung halaman sekolah. "Ini pertama kali gue ngerasa kayak gini buat cowok. Gue nggak yakin ini sayang dalam batasan apa."
"Tapi lo sayang?"
Ghazi bergeming untuk beberapa saat sebelum menjawab dengan tegas. "Ya." Manik coklat tua Ghazi tampak begitu yakin.
Membuat Raka makin sebal, mungkin karena ia yang paling tahu Rizky tak mungkin bisa membalas perasaanya. Sekalipun Rizky lihai dalam membedakan pasang kembar itu, wajah Raka yang persis Ilham selalu membuat cowok itu mengingat kembali masa SMP.
Raka berlalu, ia pikir tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. "Rizky udah cerita tentang Ilham sama lo, berarti lo udah deket sama dia,"-kakak kelas itu menepuk pundak Ghazi-"Semangat deh."

KAMU SEDANG MEMBACA
ANTONIM [bxb]
Roman pour AdolescentsRizky Al Hudzaify, seorang anak IPS yang impulsif dan kacau, menyukai makanan pedas ala Indonesia, tidak pandai berkonsentrasi, suka memotong ucapan orang, lasak, dungu, Tukang ikut campur urusan orang. Semua yang berlawanan sekaligus dibenci...