Seventh Days : The Griever

4.4K 690 89
                                    


Aku terdiam terpaku melihat bentuk mahluk menyeramkan penghuni maze ini. Griever terlihat seperti robot hewan berjalan. Sebagian tubuhnya seperti laba-laba namun dengan kaki-kaki yang terbuat dari robot. Aku bergidik ngeri melihat pemandangan di lorong maze depan ku ini.

Ku pikir Griever tidak akan keluar disiang hari seperti ini. Tapi dugaanku salah besar. Tiba-tiba jantungku terasa berhenti saat tatapan Griever itu menatap kami. Ia melihat kami. Aku masih terpaku diam menanggapinya. Apa yang harus kami lakukan sekarang?

Lamunan ku buyar saat seseorang menarik tanganku. "What the hell, Isabella?! Aku sudah memanggil mu berkali-kali. Kita harus lari!" teriak Minho.

Kami pun berlari menyusul Thomas yang ada didepan kami. Aku menoleh kebelakang dan melihat Griever itu semakin dekat dibelakang kami. Minho masih menggenggam tanganku erat. Sepertinya ia juga sama ketakutan nya denganku.

Kami pun mempercepat langkah kami. Aku terus menggerakan kaki ku dan sebisa mungkin menyamakan langkahku dengan Minho. Aku terus menerus berharap agar Griever sialan itu tak akan mengejar kami. Tapi sayangnya harapanku tak terkabul.

"Oh tidak." Thomas menghentikan langkah nya dan menatap ku dan Minho. "Aku salah mengambil jalur. Kita terjebak." Minho melotot kepada Thomas.

"Sialan! Apa yang sedang ada di otak kosong mu itu, Thomas?!" teriak Minho.

"Maafkan aku. Aku baru ingat, tadi seharusnya kita belok kiri bukan kanan." Thomas tampak sangat menyesal. Minho mengumpat kesal. Ia tampak sangat marah dan frustasi.

"Kita bisa coba jalur ini." aku menunjuk lorong yang ada disamping kanan kami. "Mungkin kita akan menemukan jalur pulang ke glade."

"Itu hanya akan memperlambat kita dan mempercepat mahluk sialan itu membunuh kita." ucap Minho panik. "Dan mungkin saja ia akan membawa segerombolan teman-temannya untuk makan malam dengan kita sebagai menu utama."

"Tak ada jalan lain lagi, Minho." aku meyakinkan Minho yang sedang gelisah sekarang. Minho pun terdiam. Sepertinya ia sedang memikirkan suatu hal.

"Oke aku punya rencana. Thomas, kau bawa Isabella lari ke lorong itu, aku akan dibelakang dan sebisa mungkin menghalau Griever sialan itu."

"Kau yakin?" tanya Thomas ragu. Minho pun mengangguk mantap.

"Dan ingat, terus berlari tak peduli apapun yang terjadi." Minho pun menatap ku. Aku menganguk meng-iya kan ucapan Minho. Aku harus terus berlari.

Griever itu hanya berjarak beberapa langkah dari kami. Kami pun segera berlari memasuki lorong maze yang ada disebelah kami. Aku tak pernah berlari melewati lorong ini. Aku hanya bisa berharap agar Thomas bisa menemukan jalan kami pulang.

Griever itu masih mengejar kami hingga kami tiba di sebuah perempatan lorong. Thomas seketika menghentikan langkahnya. Ia sedang memilih lorong mana yang harus kami lewati. Aku mengalihkan pandangan ku kearah Minho yang sedang melemparkan kerikil kerikil kearah Griever sembari berlari.

"Thomas! Masuk ke lorong kiri mu! Itu jalan yang tadi kita lewati." Minho berteriak pada Thomas. "Thomas cepat!"

Thomas pun berlari memasuki lorong di kiri dan menarik tangan ku. Minho masih sibuk menghalau jalan Griever itu. Aku terus menerus menatap Minho yang sedang kesulitan. Tiba-tiba pandangan yang tak ingin ku lihat pun terjadi. Minho disengat oleh Griever.

"Minho!!" aku berteriak histeris melihat Minho yang sudah terkapar di tanah. Aku tak percaya aku akan melihat hal ini.

"Isabella! Cepat kita harus pergi dari sini." Thomas menarik ku paksa.

"Tidak, Thomas. Bagaimana dengan Minho?"

"Aku benci mengatakan ini, tapi kita harus lari." Dengan berat hati, aku pun mengikuti perkataan Thomas dan segera berlari mengikutinya.

Sepanjang perjalanan aku hanya bisa menangis memikirkan hal yang baru saja terjadi. Minho rela mempertaruhkan nyawanya demi aku dan Thomas. Segala kenangan tentang Minho terbayang-bayang dibenak ku. Aku tak percaya ia akan pergi meninggalkan ku.

Aku terlalu memikirkan Minho hingga tidak menyadari bahwa Griever itu tak lagi mengejar kami. Aku pun menghentikan langkahku dan memikirkan hal yang sedari tadi terbayang dibenak ku. Aku harus kembali ke tempat Minho. Aku harus membawa Minho kembali ke glade. Aku tak boleh meninggalkannya.

"Thomas." Aku memanggil Thomas sembari mengusap air mata ku. Thomas pun menatap ku dengan tatapan nya yang sendu. Ia pasti sama terpukulnya dengan ku.

"Aku tahu, Kita harus kembali ke Minho. Kita harus membawa nya ke Glade." ucap Thomas. Aku sangat lega saat Thomas mengatakan hal itu. Ia juga tak ingin meninggalkan Minho.

Thomas pun menggenggam tanganku dan memegangnya erat. Kami berlari kembali ke tempat Minho berada. Semoga saja Griever itu sudah pergi dan kami bisa membawa Minho pulang. Thomas terus menerus menggenggam tanganku. Ia bahkan tak pernah melepaskannya sedikit pun. Aku merasa sangat tenang berada didekatnya.

Akhirnya kami tiba di tempat Minho disengat Griever. Griever itu telah menghilang dan tubuh Minho masih terbaring di tanah. Kejanggalan terlintas dipikiran ku. Mengapa Griever itu hanya menyengat Minho? Kenapa ia tidak mengejar kami dan melakukan hal yang sama?

Aku berlari menghampiri Minho. Keadaannya benar-benar memprihatinkan. Wajahnya pucat, bibirnya membiru, ia tidak seperti Minho yang kukenal. Aku membaringkan kepala ku diatas dada bidang Minho. Jantungnya masih berdetak pelan, menandakan bahwa masih ada kehidupan di dirinya.

"Syukurlah, Ia masih hidup." ucap ku sembari menggenggam tangan Minho. Kurasakan air mata ku kembali menetes. Jujur saja, aku sangat tak ingin kehilangan Minho. Sangat tidak ingin.

Thomas pun berjongkok menghampiri ku. Dengan hati-hati ia mengangkat tubuh Minho. Aku pun dengan sigap membantu Thomas. Kami sama-sama membopong Minho untuk kembali ke Glade. Kami tidak akan meninggalkan nya lagi.

Kami berjalan perlahan-lahan dan tetap siaga. Aku tak ingin Griever itu kembali muncul dan menyerang kami. Sudah cukup untuk hari ini. Aku tak ingin melihat mahluk itu lagi. Yang kuinginkan sekarang hanya membawa Minho kembali ke Glade dan melihatnya sembuh seperti sedia kala.

"Apakah ada obat untuk mengobati Minho?" tanya ku pada Thomas.

"Ya, kita punya. Para creator  yang memberikan serum pengobat itu untuk kita." aku cukup lega mendengar perkataan Thomas. Aku sangat berharap agar Minho tetap hidup. "Tapi kita harus cepat-cepat membawa nya kembali sebelum matahari tenggelam." lanjut Thomas.

Tiba-tiba harapan ku sirna saat mendengar Thomas mengatakan hal itu. Hari sudah semakin petang, dan itu bertanda matahari akan segera terbenam. Aku hanya bisa berharap agar kami bisa dengan cepat kembali ke glade dan mengobati Minho.

Aku kembali terdiam dan merasakan tetesan air mata itu kembali datang. Bagaimana jika kami tidak bisa membawa Minho kembali? Bagaimana jika Minho akan mati mengenaskan di labirin konyol ini? Aku tak ingin Minho pergi.

"Isabella, tenanglah. Aku yakin kita pasti bisa membawa Minho kembali. Kita akan menyembuhkannya." ucap Thomas menenangkanku. Aku hanya terdiam dan berharap agar kami bisa kembali secepatnya.

-----------------------------------

A/N : Terima kasih udah baca ya. Jangan lupa kasih kritik dan saran, jangan lupa juga vomments ya. Perkiraan kalau aku gak sibuk cerita ini bakal tamat sebelum Natal. Oke sekian ya. God bless you and Love you all!! 


She's Not The Last One [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang