[Bonus] Thomas

4.6K 565 55
                                    

Thomas POV

"Mengapa ini harus terjadi?!" teriak wanita berambut pirang itu. Ia tampak begitu marah dan frustasi. "Gadis itu tak bisa membunuh dirinya sendiri! Ia tidak boleh mati! Gadis itu tidak boleh mati! Dia aset kita yang berharga!"

"Tapi kita tidak bisa melakukan apa-apa lagi nyonya Ava Paige." ujar seorang wanita berambut pendek.

"Seharusnya kita tak membiarkannya masuk ke maze." Pria berkepala botak mulai menimpali perkataan wanita bernama Ava Paige itu.

Ava Paige menatap tajam kearah pria berkepala botak itu. "Kau yang bilang sendiri bahwa kita tidak bisa mengeluarkannya langsung dari sana. Apa kau lupa, Janson?!" Ava Paige berteriak kearah Pria berkepala botak.

Pria berkepala botak yang bernama Janson itu hanya bisa menunduk takut. Ia tidak bisa berkutik saat Ava Paige memarahinya.

Ava paige terdiam sejenak. Ia seperti sedang memikirkan sesuatu. Seisi ruangan hanya terdiam menunggu ucapannya.

"Cepat ambil jasadnya dari sana. Kita tak bisa membiarkannya disana." Perintah Ava Paige. Ia mengusap keningnya. Wanita paruh baya itu terlihat semakin tua karena keriput yang semakin bertambah diwajahnya. "Oh ya, segera persiapkan dia. Kita akan mengirimnya ke Glade malam ini." Semua ruangan menunduk patuh mendengar perintah pemimpin mereka.

***

Aku terbangun dengan keringat bercucuran. Mimpi-mimpi itu kembali datang. Namun ini berbeda, mimpi ini tidak seperti biasanya. Semua pertanyaan muncul di benakku. Apa arti dari mimpi ini?

"Tommy!" Newt berlari kearah ku yang masih melamunkan mimpi itu. Lamunan ku buyar saat Newt datang.

"Ada apa?" tanya ku pada Newt.

"Isabella hilang." Aku terkejut mendengar perkataan Newt.

"Bagaimana bisa?!"

"Aku tidak tahu. Aku tak melihatnya pagi ini. Ia tidak ada di tempat Minho, ia tidak ada di Map Room, ia tidak ada dimana-mana!" ujar Newt panik. Aku juga semakin panik dibuat Newt. Mengapa Isabella bisa hilang?

"Kau sudah mencarinya keseluruh Glade? Kau sudah menanyakan nya pada yang lain?" aku bertanya memastikan perkataan Newt. Newt mengangguk menanggapi pertanyaan ku.

Aku begitu panik dan gelisah saat mendengar hal ini. Kemana Isabella pergi? Ia menghilang bagai ditelan bumi. Apa ini ada hubungannya dengan mimpi ku?

Aku kembali teringat pada gadis itu. Gadis yang telah merubah keadaan Glade. Gadis yang memiliki tekad dan kemauan yang kuat itu. Gadis yang telah membuat hidupku menjadi berwarna. Mengapa ia harus pergi meninggalkan kami?

Isabella tak mengucapkan kata-kata perpisahan pada kami semua. Ia dengan begitu saja pergi menghilang tanpa diketahui siapapun. Bahkan aku belum mengucapkan kata-kata terakhir ku padanya. Aku belum mengutarakan perasaan yang kupendam ini.

"Newt! Thomas!" tiba-tiba Zart datang dengan tergopoh-gopoh. Aku dan Newt hanya memandangnya dengan bertanya-tanya. "Minho sudah sadar." Ucapnya.

Saat mendengar berita bagus itu dari Zart, kami pun segera berlari pergi ke tempat Minho berada. Aku sangat senang saat mengetahui hal ini. Akhirnya Minho sudah sadar. Tapi dilain hal aku juga sedih atas peristiwa menghilangnya Isabella. Bagaimana reaksi Minho saat ia mengetahui Isabella telah menghilang?

Para Glader yang lain tampak mengerumuni tempat Minho berada. Mereka sepertinya penasaran dengan keadaan Minho sekarang. Bagaimana tidak, sudah empat hari Minho tak sadarkan diri dan akhirnya ia bangun hari ini juga, hari dimana Isabella menghilang.

Aku berjalan melewati kerumunan Glade yang ada. Aku melihat Minho yang sedang duduk termenung. Ia memegangi secarik kertas. Ia tampak begitu berbeda kali ini dan tampak kebingungan.

Aku menghampiri Minho, begitu juga dengan Newt. Newt telah menyuruh Glader yang lain untuk meninggalkan kami dan fokus pada pekerjaan mereka. Glader yang lain pun menuruti perintah Newt. Akhirnya hanya ada aku, Newt dan Minho yang tersisa diruangan ini.

"Sudah berapa lama aku tak sadarkan diri?" Minho memulai pembicaraan. Suaranya masih begitu lemah. Minho masih menunduk memandangi kertas yang ia pegang.

"Empat hari." Jawab Newt. Minho masih terpaku memandangi kertas tersebut. Sepertinya kertas itu begitu penting baginya. Aku sangat penasaran dengan isi kertas itu.

"Isabella," ujar Minho. Ia mengangkat kepalanya dan menatap ku dan Newt bergantian. "Dia sudah pergi kan?" lanjut Minho.

Aku dan Newt saling menatap. Apa yang harus kami katakan pada Minho? Dan bagaimana ia bisa tahu kalau Isabella menghilang?

"Sial! Mengapa ia harus pergi?! Mengapa ia harus pergi saat aku belum sadar?!" ujar Minho seraya tertawa kaku. Mata Minho tampak berkaca-kaca. Ku rasa ia menangis.

"Oh iya, kalian harus membaca ini. Ini bukan untuk ku saja. Ini untuk kita bertiga." Minho menyerahkan kertas itu kepadaku. Aku pun mengambilnya. "Itu dari gadis sialan itu." ujar Minho kasar. Sepertinya ia sangat marah atas kepergian Isabella.

"Minho! Kau tak seharusnya mengatakan itu!" tukas Newt marah.

Minho menatap Newt dengan tersenyum. "Kenapa Newt? Dia dengan begitu saja pergi meninggalkan kita. Bahkan ia tidak memikirkan perasaan kita kepadanya. Ia benar-benar tak tahu diri!!" Minho berteriak marah. Air mata Minho sudah tidak dapat dibendung lagi. Akhirnya ia menangis. Ia benar-benar frustasi saat ini.

Newt terdiam. Kami semua terdiam. Saat keadaan sudah tenang aku mulai membaca surat dari Isabella. Surat yang ia tujukan untuk Minho, Newt dan diriku.

Aku membaca surat itu dengan seksama. Meresapi kata perkata. Aku tak bisa menggambarkan keadaan ku saat ini. Isi surat ini seperti telah menampar pipiku dengan keras, sehingga meninggalkan bekas yang tak bisa menghilang.

"Apa katanya?" Newt bertanya padaku. Aku pun segera memberikan surat itu kepadanya. Membiarkan nya untuk membacanya sendiri. Newt mengambil surat itu dan segera membacanya.

Aku tak percaya Isabella telah melakukan ini. Ia pergi meninggalkan kami. Ia hanya memberikan kami sepucuk surat. Ia bahkan tak memberikan kenangan terakhir yang indah bagi kami.

Aku menyesali hari-hari yang telah berlalu ini. Seharusnya aku tak membiarkan nya menjadi runner sehingga semua ini tidak akan terjadi. Seharusnya aku menghabiskan hari-hari ku dengannya. Seharusnya aku mengutarakan perasaan yang selama ini aku pendam.

Andai aku bisa memutar waktu kembali, aku akan melindungi nya terus menerus. Aku tak akan membiarkannya pergi. Aku telah mensia-siakan sepuluh hari yang telah diberikan untuk bersamanya. Dan yang terpenting aku tidak bisa mengutarakan perasaan ku padanya.

Aku benar-benar menyesal. Maafkan aku Isabella.

--------------------------------------

A/N : Masih ada 2 Chapter bonus lagi. Aku publish satu-satu ya soalnya chapternya kebanyakan Flashback jadi agak panjang. Terima kasih ya udah baca. Gbu :)


She's Not The Last One [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang