Tekad ku sudah bulat. Aku akan pergi dari sini. Disini bukan tempatku. Aku tak pantas berada disini. Aku tak ingin menambah keributan disini.
Sesungguhnya aku tak punya persiapan apapun. Aku hanya membawa pisau saku untuk berjaga-jaga. Aku bahkan tak membawa air ataupun makanan lainnya. Hanya pisau dan diriku. Itu saja, tak ada yang lain.
Setelah semuanya siap, aku pun menghampiri Minho yang masih terbaring lemah didepanku. Aku menatap wajah nya untuk terakhir kalinya. Ku usap rambut hitam nya perlahan. Aku sangat berharap ia akan segera bangun. Aku ingin mendengar nya untuk terakhir kalinya. Aku sangat merindukan nya.
Ku selipkan secarik kertas kecil di kepalan tangannya. Secarik kertas yang berisi kata-kata perpisahan ku untuk nya. Aku sudah mempersiapkan itu sebelumnya. Aku ingin saat ia bangun nanti, ia tahu bahwa aku sudah pergi.
"Ku harap kau bisa segera bangun." ku rasakan air mata ku menetes saat mengucapkan kata-kata itu. Aku pun menghapus air mataku dan berusaha untuk tetap tegar. "Maaf aku harus pergi. Aku mencintaimu, Minho." Aku mengecup kening Minho pelan dan beranjak pergi.
--------------------------
Aku melangkahkan kaki ku kearah dinding maze yang terbuka. Beruntungnya diriku, ini masih pagi-pagi buta. Glader yang lain masih terlelap dalam tidur mereka dan hanya beberapa Glader pengantuk yang masih berjaga. Aku harus berhati-hati agar tak ada yang melihatku.
Aku sudah yakin dengan pilihan ku ini. Tak ada pilihan yang lain lagi. Aku harus melakukannya.
Hawa suram menyambutku didalam maze. Aku pun berlari menelusuri maze ini hanya bermodal pikiran ku. Aku hanya bisa berharap aku bisa menemukan jalan keluar dan pergi dari sini. Aku tahu aku egois. Seharusnya aku pergi dari sini dengan glader yang lain. Tapi apa boleh buat, ini demi kebaikan yang lain.
Semakin lama aku semakin masuk kebagian terdalam maze. Aku begitu lelah dan penat. Aku pun memperlambat langkahku. Lebih tepatnya aku tidak berlari lagi. Aku hanya berjalan pelan. Aku telah membantah perintah Minho, perintah nya untuk terus berlari.
Aku mengedarkan pandangan ku ke dinding-dinding maze di kiri dan kanan ku. Aku menyentuh dinding tersebut. Dingin, hanya sensasi dingin yang kurasakan. Bagaimana bisa para creator membuat ini? Mengapa mereka menempatkan kami disini?
Pikiran ku buyar saat aku mendengar suara-suara yang menyeramkan di kejauhan. Aku menoleh mencari-cari sumber suara. Mungkin aku hanya paranoid. Aku pun kembali berjalan kedepan. Hawa didalam sini bertambah menyeramkan.
Suara-suara tersebut kembali muncul. Suara itu semakin mendekat kearah ku. Aku tahu siapa pemilik suara itu. Itu milik mahluk biadab itu. Tanpa pikir panjang lagi, aku mempercepat langkahku dan berlari.
Suara-suara itu semakin mengganggu. Itu merasuk kedalam otak ku bagaikan suara sirine yang tak berhenti-henti. Suara itu semakin keras dan itu menandakan bahwa mahluk itu hanya beberapa langkah didekatku.
Langkah ku terhenti saat aku melihat apa yang ada didepan ku. Aku salah memilih jalur. Ini jalan buntu. Aku terjebak disini. Aku tak bisa kembali dan aku tidak bisa disini terus menerus. Aku menatap tumbuhan ivy yang menjalar disamping ku. Ivy itu menjalar ke atas dinding maze disampingku.
Aku bisa memanjat dinding itu. Ya, aku bisa memanjatnya dan menjauh dari griever. Aku memegang tumbuhan ivy itu. Aku melingkarkan ujung ivy itu ke tangan ku. Aku hanya bisa berharap tumbuhan ini dapat menahan bobot tubuhku.
Tiba-tiba, sosok dari mimpi buruk ku muncul. Griever itu akhirnya muncul 2 meter dibelakang ku. Tidak hanya satu namun ada dua griever. Aku menelan salivaku. Segera ku panjat dinding itu dengan bantuan tumbuhan ivy. Griever-griever itu semakin dekat. Aku berusaha keras dan terus memanjat.
Griever itu tepat berada di bawahku dan mereka melihatku. Aku terus menerus memanjat ke atas namun aku tidak bisa. Griever itu telah menarik tumbuhan ivy dibawahku. Mereka terus menerus menariknya hingga posisi ku semakin menurun. Aku terus berusaha naik. Hanya beberapa senti lagi hingga aku sampai diatas.
Sama dengan diriku. Griver-griver itu tidak menyerah untuk membuatku menjadi santapan mereka. Mereka terus menerus membuat suara-suara yang menyeramkan. Dapat kupastikan bahwa aku tak akan bisa keluar dari sini. Aku sudah terjebak diantara mahluk-mahluk ini. Tidak ada waktu lagi. Ajalku sudah semakin mendekat.
Aku tak ingin mati ditangan para griever dan para creator sialan ini. Aku tidak ingin mati dengan cara seperti ini. Tiba-tiba ide itu datang. Ide yang tak ku pikirkan sebelumnya. Harusnya aku melakukan ini sedari tadi. Aku tak usah bersusah payah melarikan diri. Aku bisa membunuh diriku sendiri.
Aku menarik pisau dari saku ku. Aku memegang pisau itu erat. Aku tak memikirkan apa-apa lagi. Ku arahkan pisau itu ke jantung ku. Hanya dengan satu hentakan, pisau itu menancap di dadaku. Aku pun terjatuh dari tumbuhan ivy yang kupanjat. Hal terakhir yang ku dengar adalah teriakan wanita yang ada di mimpi ku dan semuanya menjadi gelap gulita.
------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
She's Not The Last One [COMPLETED]
FanfictionAku gadis-gadis satu nya di Glade. Tak ada gadis lain selain aku. Hanya aku gadis satu-satu nya diantara para anak laki-laki ini. Apa yang terjadi? Dimana aku? Mengapa aku tak mengingat apapun selain namaku? Sebelum Teresa datang ke Glade, Ia sudah...