2. Gencatan Senjata

3.2K 154 3
                                    


"Bekerja samalah denganku, aku yakin kalau mereka yang akan membatalkan pernikahan ini, bukan kita," kata Mario lirih, nyaris seperti bisikan.

"Bagaimana caranya?" tanya Marina tertarik, ia masih sedikit kesal karena jebakan Ayahnya. Sepertinya tidak ada salahnya mengikuti permainan Mario, toh ia akan merasa lebih senang kalau pernikahan ini benar-benar dibatalkan. Ia tidak yakin untuk hidup bersama pria hidung belang seperti Mario.

"Jadi, kau setuju? Kalau begitu, diam dan ikuti aku. Mulai detik ini, kita gencatan senjata!"

Mario melangkah lebih dulu masuk ke ruang tamu. Untuk sedetik kedua orangtua itu terlihat gugup lalu mulai mengalihkan pembicaraan 'rahasia' mereka.

"Ah, kalian sudah kembali rupanya. Mari, duduklah bersama kami," ajak Alex Forbs sambil menepuk sofa di sebelahnya.

Marina dan Mario memilih duduk di sofa lebar yang berhadapan dengan para orangtua itu. Mereka menatap tajam menantang, berharap orangtua mereka sadar kalau sudah berbuat kejahatan dengan menjebak anak-anak mereka sendiri. Tapi, kedua orangtua itu tetap bersikap santai, sama sekali tidak terpengaruh dengan sikap yang ditunjukkan oleh anak mereka.

"Jadi, kapan pernikahan akan dilangsungkan, Forbs?" tanya Alex Origa pada calon besannya.

"Lebih cepat lebih baik, mungkin akhir bulan ini. Dua minggu lagi, bagaimana?"

"TIDAK!!!" seru keduanya berbarengan dengan wajah panik.

Alex Forbs tertawa geli, "Kalian kompak sekali. Sepertinya kalian memang berjodoh."

"TIDAK MUNGKIN!!!" sekali lagi keduanya membantah bersamaan. Mata Marina dan Mario melotot karena kesal.

"Berhenti mengikutiku!" bentak Marina.

"Kau yang mengikutiku!" balas Rio tidak mau kalah, ia sudah lupa kalau mereka sedang gencatan senjata.

"Sudah, sudah! Jangan ribut. Kalian akan menikah secepatnya," Alex Forbs berkata tegas.

"Aku tidak bisa, Dad! Aku masih punya beberapa kontrak yang belum selesai," tolak Mario.

"Aku juga harus berkonsentrasi dengan fashion showku di Paris," dukung Marina ikut memberi alasan.

"Kalian bisa menyelesaikan urusan kalian setelah menikah nanti. Jadi, berhentilah mencari-cari alasan untuk menunda pernikahan kalian!" hardik Alex Forbs garang.

"Aku serius, Dad! Dalam kontrak itu tertulis kalau aku tidak boleh menikah selama masih terikat kontrak dengan mereka," Mario menjelaskan.

"Kenapa ada kontrak dengan perjanjian konyol seperti itu?" keluh Ayahnya kesal.

"Itu sudah biasa dalam dunia entertaint, Dad!"

"Kalau kau melanggar bagaimana?"

"Tentu saja aku akan kena sangsi denda yang sangat besar."

"Kalau begitu, biar Daddy yang akan membayar dendanya."

Mario mengacak rambutnya frustasi, tidak menyangka kalau Ayahnya akan sekeras ini memaksanya menikah. Ia harus mencari alasan yang bisa diterima Ayahnya.

"Aku tidak bisa, Dad. Aku juga punya uang sendiri untuk membayar dendanya, tapi ini bukan masalah uang. Masalahnya adakah profesionalisme dalam bekerja, aku tidak bisa melanggar janjiku sendiri," Mario bekata tegas dan penuh percaya diri.

Marina tersentak dengan kata-kata Mario, tidak banyak artis atau model yang bertanggung jawab seperti dirinya. Bahkan, kebanyakan model terkenal yang sering bekerja sama dengannya suka berbuat sesuka hatinya sendiri. Jadi, pihak merekalah yang harus mengikuti jadwal para model tersebut. Ia sedikit kagum pada sikapnya, mungkin pria ini memang tidak seburuk yang ia sangka.

"Aku mengerti posisi Mario, Oom," kata Marina yang sejak tadi hanya jadi pendengar perdebatan ayah dan anak itu.

"Apa maksudmu, Marina? Kau ingin menunda pernikahan ini juga?" Ayahnya yang keberatan dengan pembelaan putrinya pada Mario.

"Bukan begitu, Pa, aku akan menikah dengannya. Tapi, aku tidak mau menikah dengan pria yang tidak bertanggung jawab. Kalau ia tidak bisa bertanggung jawab dengan pekerjaaannya sendiri, bagaimana ia bisa bertanggung jawab dengan keluarganya nanti? Jadi, biarkan kami menyelesaikan pekerjaan kami dulu."

Kata-kata Marina membuat kedua orangtua itu manggut-manggut, sepertinya mereka sependapat dengan gadis itu. Mario melemparkan senyum penuh terima kasih padanya, senyum tulusnya yang pertama dan sanggup membuat jantung gadis itu berdebar-debar.

"Yah, kurasa kau benar, Nak. Kami terlalu egois sehingga tidak memikirkan masa depan karir kalian. Baiklah, kapan kontrak itu selesai?" tanya Alex Origa pada calon menantunya.

Mario tersenyum ditahan penuh kemenangan, lalu tampak berpikir sejenak. "Hmm, bulan ini baru berjalan dua bulan. Setidaknya masih 10 bulan lagi, karena aku ada beberapa fashion show di luar negeri dalam beberapa bulan ini."

"Arrgghhtt!!! Masih lama sekali! Padahal aku sudah tidak sabar ingin menimang cucu dari kalian," komentar Alex Forbs, sementara Marina dan Mario hanya tertunduk dengan muka memerah.

"Memang cukup lama, kalau menurutmu bagaimana, Rin?" tanya Alex Origa.

"Itu bagus, karena aku juga akan sangat sibuk dalam beberapa bulan ke depan, Pa."

"Baiklah, sudah diputuskan kalau pernikahan kalian akan dilaksanakan tahun depan. Tapi, mungkin kalian bisa bertunangan dulu sebelum menikah."

"Nanti saja dibicarakan lagi, Dad, aku sangat lelah. Lagipula, ini sudah malam, sebaiknya kita pulang." Mario menengahi, ia sudah muak dengan pembicaraan ini.

"Bagaimana kalau kalian menginap saja di sini? Bukankah besok week end, kita bisa pergi berlibur ke peternakan bersama. Sudah lama kita tidak bertanding golf, kan, Forbs? Kalian juga bisa berkuda di sana," usul Alex Origa dengan antusias.

"Ide bagus, Kawan! Kalau begitu kita akan menginap di sini malam ini," tandas Alex Forbs yang membuat Mario sukses mengerang dalam hati.

Pria itu melirik Marina lewat ekor matanya, gadis itu terlihat tenang tanpa sedikit pun terlihat gelisah maupun kesal seperti dirinya. Bahkan, ia bisa melihat sedikit senyum di bibirnya. Benarkah ia memang menyetujui ide liburan ini? Atau, gadis itu punya rencana yang ia sembunyikan? Hmm, sepertinya acara menginap ini akan seru juga.

"Ikut aku, Forbs! Kau bisa menginap di kamar tamu dekat kamarku," kata Alex Origa sambil berdiri dari kursinya. "Rin, bisakah kau mengantarkan Mario ke kamar Davian?"

"Kenapa harus ke kamar Kakak, Pa? bukankah masih banyak kamar kosong lainnya?" protes gadis itu kesal.

"Sudah jangan banyak tanya! Antarkan saja dia ke kamarnya, supaya kalian bisa bersebelahan nantinya," jawab Ayahnya sambil berlalu, ia masih bisa mendengar kedua orangtua itu berbicara sambil berbisik tentang menyelinap ke kamar, tidur bersama dan hal-hal aneh lainnya agar mereka bisa cepat menikah karena 'kecelakaan'.

"Orangtua macam apa itu?!" gerutu Rin.

"Kau mau mencobanya?" tanya Mario sambil mengerling genit.

"Mencoba apa?" tanya Rin bingung.

"Hal yang tadi dibicarakan oleh kedua orangtua tadi," jawab Mario acuh.

Wajah Marina memerah mendengar kata-kata Mario, "Dasar mesum! Awas kalau kau berani mendekati kamarku!" Rin menggoreskan telunjuknya ke lehernya sendiri dengan nada mengancam.

"Uuhhh, aku takut sekali!" sindir Mario sinis, "lagipula aku tidak tertarik dengan gadis pendek dan tidak berbody sepertimu. Bahkan, aku sudah bisa menebak nomor berapa yang kau pakai."

Marina melemparkan bantal sofa yang dipeluknya dan tepat mengenai kepala Mario sampai ia nyaris terhuyung mendapatkan serangan tidak terduga itu. "Satu lagi. Tidak ada pria yang mau dengan gadis galak dan sadis sepertimu!"

Marina menghentakkan kakinya kesal, lalu berjalan mendahuluinya ke atas sementara Mario hanya terkekeh dengan kelakuannya. Gadis yang menarik! Pikirnya sambil terus mengikuti langkah gadis itu.

~ oOo ~    


Trapped in Wedding (Wedding Series #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang