3 minggu berlalu ...
Sejak saat itu, Marina memutuskan untuk segera kembali ke Paris. Pesanan gaun Tante Emma sudah selesai dan langsung ia kirimkan ke butiknya. Sekarang ia harus berkonsentrasi untuk fashion shownya yang akan dilaksanakan minggu depan, tapi pikirannya sama sekali tidak bisa diajak bekerja sama.
Ia masih memikirkan Mario, sampai sekarang surat cerai yang dibilang suaminya belum juga sampai ke tangannya. Atau mungkin, surat itu dikirimkan ke alamat Papanya? Tapi, kalau memang begitu, pasti Papanya sudah heboh memberitahunya.
Seharusnya ia senang, ia bisa terlepas dari pria itu. Marina tidak mau terjebak dalam pernikahan di mana keduanya tidak saling mencintai. Seandainya saja Mario mencintainya dan mereka menikah secara normal, mungkin semuanya bisa lebih baik.
Tanpa sadar ia mendesah, pikiran macam apa itu? Bukankah jelas kalau satu-satunya jalan adalah perceraian? Dengan begitu, ia bisa fokus untuk bekerja dan menunggu Radit. Lalu, Mario bisa terus melanjutkan karir maupun percintaannya dengan wanita manapun. Membayangkan Mario berjalan dengan wanita lain saja sudah membuat hatinya sakit. Benarkah ia masih mencintai Radit? Lagi-lagi ia mendesah pelan.
"Rin," panggil Grace khawatir, "Kau baik-baik saja? Wajahmu terlihat pucat."
"Aku tidak apa-apa, Grace. Aku hanya sedang banyak pikiran saja," jawabnya jujur.
"Memikirkan Mario? Kau yakin akan benar-benar bercerai dengannya?" tebak Grace, Marina memang sudah menceritakan semuanya pada Grace dan wanita itu mengerti bagaimana perasaannya.
"Entahlah, kalau itu bisa membuatnya bahagia," sahutnya asal.
"Kau yakin setelah bercerai Mario akan bahagia? Kalian akan bahagia?" tanya Grace tajam.
Marina menghela napas berat sambil memijit pelipisnya.
"Bagaimana persiapan fashion show kita?"
Grace tahu Rin mengalihkan pembicaraan, tapi ia pun memilih untuk tidak mendesaknya. Ia akan membiarkan sahabatnya itu berpikir sendiri.
"Sudah 90 persen, 10 persennya tinggal nanti dekorasi panggung dan gedungnya. Untuk karya andalanmu, apa kau yakin akan tetap memakai Mario?" tanya Grace ragu.
Marina lupa kalau ia sudah menyiapkan karya terbaiknya untuk dipakai Mario sebagai modelnya. Sekarang, setelah ia diusir dari apartementnya, masih beranikah Marina menelepon dan memastikan kesediannya menjadi model? Lebih baik ia mati saja daripada melakukan hal itu.
Akhirnya gadis itu hanya mengendikkan bahunya untuk menjawab pertanyaan Grace, karena ia sendiri tidak tahu jawabannya.
-
"Oh, Mario, kau tampan sekali!" kata Renata sambil cekikikan dari tempat duduknya di pangkuan Mario.
"Terima kasih, sayang. Kau juga terlihat luar biasa hari ini," balas Mario yang disambut tawa gadis itu.
Renata masih membelai wajah Mario dengan mesra ketika pintu kantor Mario terbuka.
"Oh, shit! Bisakah kalian menghentikan itu? Mario, kau harus bekerja!" Erick berteriak kesal.
"Katakan apa pekerjaanku sekarang, Erick," kata Mario datar pada asistennya itu.
"Kau ada pemotretan satu jam lagi."
"Itu masih lama," kilahnya, Renata tersenyum menggoda sambil membasahi bibirnya membuat Erick jijik melihatnya.
"Bagaimana dengan fashion show Marina di Paris minggu depan, kau akan datang?"
Mendengar nama Marina disebut, jantungnya berdetak lebih cepat. Ia menurunkan Renata dari pangkuannya yang membuat gadis itu cemberut.
"Jangan marah, sayang. Kau akan ikut denganku ke Paris minggu depan, bagaimana?" tanya Mario.
"Baiklah kalau begitu, sampai jumpa lagi, sayang," Renata mengecup bibir Mario sekilas lalu pergi setelah melemparkan tatapan tidak suka pada Erick karena telah mengganggunya.
"Apa-apaan kau ini? Kau akan membawa gadis lain di peragaan busana isterimu sendiri? Kau sudah gila?!" desis Erick frustasi ketika mereka hanya tinggal berdua.
"Aku memang gila, Erick. Jadi, pergilah tinggalkan orang gila ini sendirian!" usir Mario dingin.
"Sampai kapan kau akan menyiksa dirimu sendiri dengan mengencani gadis yang berbeda setiap hari? Apa dengan begitu kau bisa melupakan Marina? Kalau kau memang mencintainya, kejar dan katakan padanya!" ujar Erick tajam, ia sudah mengenal Mario sejak kecil dan ia sangat mengerti perasaannya saat ini.
"Kau tidak mengerti, Erick. Dia mencintai pria lain! Dia tidak pernah mengharapkan aku sedikit pun," Mario berkata pahit.
"Kalau begitu, buat dia mencintaimu." Erick berkata sebelum berlalu, meninggalkan Mario dengan pemikirannya sendiri.
Pria itu masih diam memandangi ponselnya. Ia memandangi foto Marina yang sedang serius bekerja, sedang memasak, atau pun foto Marina yang sedang tertidur di kursi sambil menonton tv. Semua foto itu ia ambil secara diam-diam untuk meredakan kerinduannya. Erick benar, meskipun setiap hari ia berkencan dengan wanita lain, kekosongan dihatinya masih terasa. Ia hanya menginginkan Marina. Sebut saja ia gila, bahkan sampai detik ini ia tidak pernah mengurus surat perceraian mereka.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped in Wedding (Wedding Series #1)
RomancePENGUMUMAN! CERITA SUDAH DITERBITKAN. SEBAGIAN ISI CERITA SUDAH DIHAPUS! :) Sinopsis Trapped in Wedding Berawal dari persahabatan kedua ayah mereka, Marina dan Mario harus menjalani sebuah perjodohan yang mereka tentang habis-habisan. Berbagai renca...