12. Pengakuan

2.6K 120 3
                                    


Sudah sepuluh menit Mario berdiri di ruang kerja isterinya, namun gadis itu sama sekali tidak menyadari kehadirannya. Marina terlihat sangat serius dengan gaun selutut berwarna magenta dan berhiaskan batu-batuan berkilau yang terpasang di manekin miliknya.

Sesekali gadis itu menambahkan sesuatu di gaun itu dengan cara menjahitnya. Harus ia akui kehebatan Marina dalam bekerja, gaun itu terlihat luar biasa indah meskipun belum selesai. Dan di sisi ruangan, terdapat beberapa gaun yang sudah jadi dengan bermacam model dan juga warna.

"Kau hebat!" ucapan Mario membuat gadis itu terperanjat.

"Sejak kapan kau berdiri disitu?" tanya Marina kaget.

"15 menit yang lalu," jawabnya sambil menghampiri gadis itu.

"Benarkah? Lalu, kenapa kau tidak memanggilku?"

"Aku tidak ingin mengganggumu, tapi melihat mata pandamu itu, kurasa kau harus beristirahat sekarang," kata Mario tegas.

Marina menunduk malu, ia memang kurang tidur beberapa hari ini. Tapi, ia tidak menyangka kalau Mario akan memperhatikan penampilannya.

"Aku harus menyelesaikan ini dulu, baru setelah itu istirahat. Aku tidak akan tenang kalau ini belum selesai," kilahnya, lalu ia kembali menekuni gaunnya, berusaha tidak memandang Mario.

"Sarapan sudah kusiapkan di atas meja. Pergilah sarapan dulu," usir Marina halus, ia tidak bisa berkonsentrasi kalau pria itu masih terus memandanginya dengan intens.

"Sarapan bersamaku," ajaknya datar.

"Aku tidak bisa, kau duluan saja," tolak Marina.

"Lalu, kapan kau akan makan?"

Marina mengangkat bahu, "Setelah ini selesai, nanti siang mungkin," jawabnya acuh.

"Kau bukan robot, Marina! Kau ini manusia yang butuh makan dan istirahat. Jadi, berhentilah bekerja dan ikut makan denganku!" Mario menarik tangan gadis itu dengan paksa.

"Lepaskan aku! Kau tidak berhak mengaturku!" hardik Marina berang, ia paling tidak suka diganggu saat bekerja.

"Aku berhak!" Mario balas berteriak kalap, kesabarannya sudah habis menghadapi kelakuan isterinya ini. "Aku suamimu! Kau tahu itu."

"Aku tahu. Tapi, bukan berarti kau bisa mengaturku sesuka hatimu! Aku sudah melakukan tugasku sebagai isteri. Aku sudah memasak, membersihkan rumah dan menyiapkan semua kebutuhanmu. Lalu, apa lagi?!" Marina tidak mau kalah.

"Apa hanya itu tugas isteri?! Asisten rumah tangga juga bisa melakukannya! Kau belum sepenuhnya melakukan kewajibanmu sebagai isteri," desis Mario tajam sambil terus mendekati Marina, membuat gadis itu mundur perlahan.

Wajah gadis itu memucat, ia tahu ucapan Mario sepenuhnya benar. Tapi, ia tidak bisa melakukannya. Hatinya masih belum bisa menerima Mario menjadi suami sepenuhnya.

"Aku...," Marina tersentak ketika punggungnya menabrak dinding, sementara Mario hanya berjarak kurang dari satu meter darinya.

"Aku sudah mencoba memahamimu. Aku tidak pernah memaksamu meskipun aku sangat menginginkannya. Aku menunggu sampai kau siap menerimaku. Tapi, kau bahkan sama sekali tidak berusaha untuk melihatku sebagai suami. Kau anggap apa aku ini?" Mario berkata dengan pahit, mengeluarkan semua isi hatinya.

"Aku tidak bisa berhubungan dengan orang yang tidak aku cintai!" ucapan Marina membuat dada Mario terasa tercabik-cabik. Ada sesuatu di tubuhnya yang terasa membakar dan membuatnya cemburu.

"Apa kau mencintai pria lain?" tanyanya lirih.

Marina mengangguk perlahan, meskipun hatinya tidak meyakini perasaan itu lagi. Ia hanya ingin terbebas dari Mario, karena ia tidak mampu bernapas tanpa menghirup aroma maskulin pria itu di dekatnya.

"Pria itu... Pria yang mencuri ciuman pertamamu?" tanya Mario lagi, ia tidak bisa berhenti bertanya meskipun itu hanya akan membuat hatinya bertambah sakit.

Lagi-lagi Marina mengangguk dalam, tidak bisa berkata-kata. Sudah terlanjur basah, tidak ada gunanya ditutupi lagi.

"Aku mencintainya, Radithya Erlangga. Dia cinta pertamaku," ungkap Marina.

Ada rasa sakit saat Mario mendengar isterinya mengatakan cinta pada pria lain. Tapi, ia mencoba untuk menjadi pendengar yang baik.

"Sekarang di mana pria itu?" tanya Mario perih.

Marina menggeleng pelan, "Aku tidak tahu. Dia menghilang tanpa kabar 5 tahun lalu."

Rahang Mario mengeras, ia mengepalkan tinjunya di kedua sisi kepala Marina. Mengurung gadis itu dalam kekuasaannya.

"Kau mencintai pria brengsek yang sudah meninggalkanmu selama 5 tahun?! Kau benar-benar gila!" teriak Mario frustasi, kenapa ada gadis yang seperti ini? Dan kenapa gadis itu adalah isterinya?!

"Jangan sebut dia brengsek! Dia lebih terhormat dari playboy sepertimu!" amarah Marina memuncak mendengar Mario menghina Radith-nya.

"Apa kau sadar kalau kau sudah menghina suamimu sendiri, Marina?!"

"Aku hanya menjelaskan kepada suami yang tidak kucintai untuk tidak menghina pria yang kucintai."

"Kau...!" Mario sudah kehabisan kata-kata untuk menghadapi isterinya. Ia menyerah.

"Pergilah! Aku akan mengurus perceraian kita," kata Mario dingin lalu meninggalkan Marina yang terpaku.


TBC


Trapped in Wedding (Wedding Series #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang