16. I Love You

2.8K 137 3
                                    


Mario mengganti handuk kompres Marina untuk yang ke sekian puluh kali dalam beberapa jam terakhir ini. Sekarang demamnya sudah mulai turun setelah meminum obat yang tadi dokter berikan. Gadis itu terlihat makin kurus, tanpa make up, mata pandanya sangat kentara diapit tulang pipinya yang semakin menonjol. Dia pasti sangat menderita karena menikah dengannya, batin Mario gusar.

"Di-ngiin...," rintih Marina dalam tidurnya, ia terlihat menggigil kedinginan.

Mario menarik selimut sampai ke leher isterinya, tapi ia mengernyit melihat gaun Marina sudah basah oleh keringat. Kalau dibiarkan seperti itu semalaman, ia bisa masuk angin. Kalau diganti ... apa ia sanggup? Tiba-tiba ia menyesal sudah menyuruh Grace dan Erick pulang ke hotel.

Mario membuka lemari dan mengambil piyama gadis itu dengan hati-hati. Ia menelan ludah ketika tangannya bergerak hendak membuka gaun yang dikenakan isterinya tersebut.

"Ayo, Mario! Ini demi kebaikannya sendiri, ia bisa tambah sakit kalau memakai baju basah semalaman. Lagipula kalian sudah suami isteri, tidak masalah kalau lihat-lihat sedikit," bisik hatinya menguatkan.

Tidak sampai 10 menit, ia sudah berhasil memakaikan piyama itu pada isterinya. Ia menghela napas lega karena tidak tergoda untuk melakukan hal yang tidak semestinya. Ia mengecup kening isterinya dengan lembut, dan gadis itu masih menggigil dalam tidurnya meskipun pendingin ruangan sudah dimatikan dan memakai selimut tebal.

Akhirnya Mario memutuskan untuk ikut bergelung dalam selimut dan memeluk tubuh isterinya dari belakang. Perlahan tubuh gadis itu ikut menghangat dan tidak menggigil sama sekali. Baru saja Mario hendak bangkit untuk tidur di sofa ketika tangan Marina menahannya.

"Jangan pergi," bisiknya parau dengan mata terpejam, pasti gadis itu sedang mengigau.

Apa yang sedang diimpikan Marina? Apakah dia sedang memimpikan pria itu? Apa ia ingin agar pria itu tidak pergi meninggalkannya? Pemikiran itu membuat Mario gelisah. Tapi, tak urung ia kembali berbaring. Hari sudah hampir pagi ketika akhirnya ia terlelap.

-

Marina terbangun ketika matahari menelusup gorden kamarnya yang berwarna biru muda. Tubuhnya berkeringat dan napasnya sesak sekali. Ia sulit bergerak karena ada sebuah lengan kokoh yang menahan tubuhnya.

Mario?! Ia terperanjat ketika tahu siapa pemilik lengan tersebut. Kenapa dia bisa ada di sini? Bisa satu ranjang dengannya? Seingatnya semalam ia mau pergi dari restoran karena kepalanya sakit lalu ia tidak ingat apa-apa lagi. Marina menengok ke dalam selimut dan bersyukur karena pakaian mereka masih utuh.

Hei, bukankah semalam ia memakai gaun? Siapa yang menggantinya dengan piyama? Otaknya mulai berpikir yang macam-macam.

Sebenarnya ia sangat nyaman berada dalam pelukan suaminya, apalagi ia sangat merindukannya setelah hampir sebulan ini tidak bertemu. Tapi, mengingat pengusiran waktu itu dan kelakuannya semalam bersama Renata. Tiba-tiba ia merasa jijik dengan pria ini, ia menyingkirkan tangan Mario dengan kasar.

"Kau sudah bangun?" tanya Mario terkejut, matanya tampak merah dengan lingkaran hitam yang mengelilinginya.

Marina tidak menjawab, ia terkesiap ketika jemari Mario menyentuh dahinya selama beberapa detik. "Syukurlah demammu sudah turun," ucapnya lega.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Marina ketus.

Mario duduk bersandar ke tempat tidur dengan enggan, namun ia takut kalau gadis itu akan merasa tidak nyaman dengan kehadirannya.

"Kau tidak ingat? Kau pingsan di restoran semalam. Kau demam tinggi, kata dokter kau kelelahan dan kurang asupan makanan. Sudah kubilang kan kalau kau itu perlu banyak makan dan istirahat. Kenapa kau ini keras kepala sekali?!" keluh Mario kesal.

Marina mengakui kalau belakangan ini ia sangat sibuk bekerja, semuanya ia lakukan untuk melupakan Mario dari benaknya. Ia takut tertidur karena ia akan selalu memimpikan pria itu setiap malamnya. Tapi, kenapa Mario terlihat kesal? Apa ia marah karena kencannya dengan Renata batal gara-gara mengurus Marina?

"Maafkan aku karena membuat kencanmu batal semalam."

Mario terbelalak, ia sangat mengkhawatirkan kesehatan gadis itu dan sekarang Marina malah memikirkan kencannya dengan wanita lain? What the hell!

"Aku tidak peduli dengan Renata! Yang kupedulikan itu kamu. Cuma kamu, Marina!" tandas Mario tajam.

"Apa?" Marina terperangah.

"Aku merindukanmu, aku membutuhkanmu di sisiku. Jangan pergi lagi," desis Mario lirih.

"Tapi, kau yang mengusirku," bantah Marina tidak terima.

"Maafkan aku, waktu itu aku hanya cemburu saat kau bilang mencintai pria lain. Kau pasti akan melakukan hal yang sama jika berada di posisiku."

Mario cemburu? Gadis itu berusaha mencerna kata-kata Mario dan membenarkan ucapannya dalam hati. Ia juga akan memilih pergi ketika Mario bilang mencintai wanita lain.

"I love you, Marina Alexandra Origa," Mario berkata sambil menatapnya lembut. Marina berusaha mencari kebohongan dalam tatapan matanya, namun yang ia temukan hanyalah ketulusan.

TBC


Trapped in Wedding (Wedding Series #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang