Masa cuti sudah habis, sekarang saatnya kembali ke rutinitas semula. Mario sudah bangun pagi-pagi sekali karena hari ini ia mulai melanjutkan syutingnya yang sempat tertunda. Tapi, bau harum masakan membuat ia menghentikan aktifitasnya untuk memakai baju.
Seperti yang diminta isterinya, Marina tidur di kamar sebelahnya. Pastilah gadis itu yang memasak sekarang, dan perut laparnya menuntun ke dapur hanya menggunakan sehelai handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya dan memamerkan otot sixpack-nya.
"Masak apa, sayang?" tanya Mario lembut, ia ingin bermain-main sebentar dengan isteri barunya tersebut.
"Hmm, cuma nasi goreng. Kuharap kau menyukai... Huwaaa!! Pakai bajumu, Mario!" Marina langsung menjerit begitu melihat keadaan suaminya. Ia menutup matanya dan berusaha menelan ludah berkali-kali dengan tidak kentara.
"Hei, apa salahnya aku begini di depan isteriku? Aku baru habis mandi dan aku sangaattt lapar. Biarkan aku makan dulu. Lagipula kau kan tidak menyukaiku, jadi tidak masalah, bukan?" Rio berkata begitu sambil duduk di meja makan yang ada di dapur, tangannya mengambil piring yang sudah tersedia dan memukul-mukulnya dengan sendok.
"Berhentilah bersikap seperti anak kecil!" akhirnya Marina mengalah dan membawa mangkuk besar berisi nasi goreng untuknya dan Mario.
"Aku lapar, sayang," jawab Mario sambil mengerling genit.
"Dan berhenti memanggilku 'sayang'!" kata Marina ketus sambil menyendokkan nasi ke piring Mario.
"Terima kasih, sayang," ucap Mario setelah menerima nasi gorengnya dan mulai makan dengan lahap.
Marina hanya mencibir karena peringatannya tidak digubris. Ia pun mulai makan sambil sesekali melihat ke arah rambut Mario yang basah dan terkadang airnya menetes ke dada bidangnya.
"Hari ini aku akan pulang malam, tidak apa-apa kan kau di apartement sendirian?" Mario membuyarkan lamunan Marina.
Gadis itu menelan nasi goreng yang terasa tersangkut di tenggorokannya dengan bantuan air putih. "Tidak apa-apa. Lagipula, hari ini aku mau ke butik Tante Emma untuk membicarakan pesanan gaunnya."
"Baiklah, jangan terlalu lelah. Aku sudah selesai, karena harus buru-buru. Nasi gorengnya enak sekali, terima kasih, isteriku."
Tanpa aba-aba, Mario mengecup pipi kanan Marina sekilas lalu kembali ke kamarnya. Ia tersenyum tipis melihat wajah gadisnya yang berubah memerah dengan perlakuannya.
-
Syuting hari ini sangat melelahkan, ia dan timnya harus mengejar syuting yang seharusnya sudah selesai. Karena itu, ia berkali-kali meminta maaf pada para kru yang membantunya.
Sudah lewat tengah malam ketika Mario sampai di apartementnya. Ia membuka kunci dan menemukan televisi di ruang depan masih menyala. Pasti gadis itu belum tidur. Ia memang membuat dua kunci untuknya dan Marina agar lebih mudah untuk mereka pulang kapan saja.
Ia membuka jaketnya lalu menghempaskan tubuhnya di sofa. Marina yang sudah setengah mengantuk, terlihat tersenyum cerah melihat Mario.
"Senang melihatmu tersenyum menyambutku," kata Mario genit, lalu gadis itu segera sadar dan memanyunkan bibirnya sehingga membuat Mario tertawa geli.
"Apa kau sangat lelah? Ada yang ingin kubicarakan denganmu," ucapnya ragu-ragu.
"Katakan saja," sahut Mario setelah menguap berkali-kali.
"Hmm, kalau boleh... Aku mau..." Marina terlihat gugup sambil meremas jemarinya.
Mario mengangkat sebelah alisnya, "Ada apa, sayang? Apa kau berubah pikiran dan ingin tidur bersama?"
Isterinya itu langsung menggeleng dengan wajah merah padam. "Bukan itu! Aku hanya mau meminjam ruang bacamu untuk kujadikan ruang kerja sementaraku sampai pesanan Tante Emma selesai."
Mario terlihat sedikit kecewa, tapi lalu segera tersenyum lembut. "Tentu saja, apartement ini juga milikmu. Kau bebas memakai ruang mana pun yang kau suka. Bahkan kamarku sekali pun," ujarnya terkekeh.
"Tidak perlu! Ruang baca saja sudah cukup, terima kasih."
Setelah berkata begitu, Marina segera kabur ke kamarnya karena tidak bisa berhadapan dengan suaminya lebih lama lagi. Ia masih bisa mendengar pria itu tertawa sebelum masuk ke kamarnya.
Beberapa hari kemudian, Mario benar-benar menyesali keputusannya meminjamkan ruang baca pada Marina. Sejak saat itu, isterinya lebih sering berada di 'ruang kerja' barunya daripada di mana pun. Mario tidak bisa melihatnya memasak atau nonton tv lagi.
Setiap Mario berangkat syuting, gadis itu sudah ada di sana. Ia sarapan seorang diri dengan menu yang hampir dingin, entah jam berapa gadis itu menyiapkannya. Dan begitu ia pulang larut malam, gadis itu masih berkutat serius dengan gaun-gaun setengah jadi itu. Hanya makan malam yang tersedia di meja makan saja yang menandakan ia keluar dari ruangan itu untuk memasak.
Mario kesepian, kesibukan gadis itu bahkan melebihi kesibukannya sebagai seorang aktor terkenal. Ia mulai merindukan Marina, merindukan gadis itu berada di sampingnya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped in Wedding (Wedding Series #1)
Любовные романыPENGUMUMAN! CERITA SUDAH DITERBITKAN. SEBAGIAN ISI CERITA SUDAH DIHAPUS! :) Sinopsis Trapped in Wedding Berawal dari persahabatan kedua ayah mereka, Marina dan Mario harus menjalani sebuah perjodohan yang mereka tentang habis-habisan. Berbagai renca...