"Nona ini baik-baik saja, mungkin hanya sedikit shock dan beberapa memar di tubuhnya. Tapi tidak ada yang serius," ucapan Dr. Frans seketika membuat semua orang yang ada di sana mengembuskan napas lega.
Alex Origa menepuk bahu Rio yang sejak tadi tegang lalu merangkulnya sekilas. "Terima kasih, Nak. Untung ada kamu yang menyelamatkan Marina."
"Itu sudah tugas saya, Oom," balasnya tulus.
Sekarang ia bisa lebih rileks setelah mengetahui gadis itu baik-baik saja. Tadi ia merasa ketakutan setengah mati saat melihat wajahnya yang seputih kapas. Tapi, kenapa ia harus merasa setakut itu? Padahal dia tidak punya perasaan apa-apa terhadap Rin. Benarkah?
"Kau hebat, Kiddo! Daddy bangga padamu karena kau bisa menyelamatkan menantu Daddy," Alex Forbs terkekeh pelan. "Bagaimana kalau secangkir espresso? Biar Rio yang menjaga Marina, kupikir mereka butuh waktu berdua."
Alex Origa tidak menyia-nyiakan ajak calon besannya itu, mereka beriringan keluar rumah sakit menuju cafetaria di lantai bawah sambil tertawa-tawa.
"Menantu idaman, huh?!" desis sebuah suara bernada ejekan dari atas ranjang rumah sakit.
"Rin? Kau sudah sadar?" tanya Rio yang langsung menghampirinya dan berdiri di dekat ranjang.
"Aku cukup sadar untuk mengetahui kalau rencanaku gagal total. Dan kau sudah mengacaukan semuanya, Tuan Calon Suami Idaman," ujarnya sinis.
Rin bisa melihat sinar kekhawatiran di mata Rio perlahan menghilang digantikan oleh amarah yang terpendam
Tidak sepantasnya ia mengatakan itu pada orang yang sudah menyelamatkan nyawanya. Tapi ia tidak mau terlena dan jatuh dalam pesona seorang pria yang tidak mencintainya. Membangun benteng dalam hatinya akan terasa lebih baik. Lagipula, hatinya sudah dimiliki oleh orang lain.
Rio mengepalkan tangannya erat-erat untuk menahan amarahnya. Gadis itu hampir mati dan ia masih saja memikirkan rencana konyolnya itu. Sebegitu tidak inginnyakah gadis itu menikah dengannya?
"Terima kasih kembali," sindirnya tajam, lalu pria itu berjalan menuju pintu dan menutupnya dengan keras.
Perlahan air mata Marina meluncur bebas ke pipinya. Ia menarik selimutnya sampai ke leher, menyembunyikan perasaan bersalahnya. "Terima kasih, Mario."
-
Taksi itu berhenti tepat di depan sebuah butik yang cukup ramai di pusat kota. Udara panas yang menyengat membuat Rin terburu-buru masuk ke dalam butik demi menyegarkan dirinya.
"Hai, Marina. Akhirnya kau datang juga," sapa seorang wanita cantik yang merupakan pemilik butik tersebut.
"Maaf aku terlambat, Tante Emma. Jalanan sedikit macet tadi," ungkapnya menyesal.
Wanita yang sudah menginjak kepala 4 itu tersenyum anggun pada Rin. Hal yang sangat disukainya.
"Tidak apa-apa, sayang. Yang penting kamu sudah datang," ujarnya penuh kasih sayang.
"Oya, ini rancangan yang Tante minta." Rin mengeluarkan buku sketsa dari tasnya.
"Duduklah dulu selagi Tante melihat-lihat rancanganmu ya."
Emma mengajak Rin duduk di sofa merah marun yang ada di pojok ruangan. Wanita itu terlihat serius menekuni gambarnya satu persatu sampai tidak mempedulikan ketika salah seorang pegawainya membawakan teh untuk mereka. Begitulah Emma, kalau sudah serius bekerja pasti lupa segalanya.
Marina melihat-lihat suasana butik yang sangat dikenalnya itu. Dekorasi minimalisnya sering berubah-ubah sehingga membuat para customer tidak bosan. Sekarang warna ruangan ini adalah putih berpadu dengan cokelat muda dan sedikit warna gold di sana-sini.
Pandangan Rin terhenti ketika dilihatnya sepasang muda-mudi yang sepertinya ia kenal. Mario Alexander dan seorang gadis model pendatang baru yang ia lupa namanya.
Mereka terlihat sangat dekat dan cenderung mesra, dan ada sesuatu dalam dirinya yang terbakar melihat itu semua. Mario mengatakan sesuatu yang membuat gadis itu tertawa sambil memilih gaun malam di tangannya. Tiba-tiba Mario mendekati gadis itu dan mencium pelipisnya disertai pelukan dari belakang.
Cukup sudah! Rin tidak mau berdiam diri melihat kelakuan mesum di depannya. Ini sudah kelewatan!
"Mario!" bentaknya kasar.
Rio dan gadis itu menoleh bersamaan, tidak ada ekspresi terkejut di wajahnya. Ia memasang wajah datar dan tak terbaca. Sudah seminggu ia tidak melihatnya sejak kejadian di rumah sakit itu. Dan gadis itu merasa merindukannya. Tidak boleh!
"Apa?" tanya Rio dingin ketika Rin tidak juga bicara.
"Jangan berbuat mesum di sini. Ini bukan klub malam, tahu!" bentak Rin.
"Apa memeluk pacarku adalah perbuatan mesum?"
Apa? Pacar? Lalu Rin ia anggap apa? Kurang ajar!
"Ternyata berita itu benar. Kau memang playboy! Kau hanya bisa mempermainkan wanita seenak hatimu. Apa Ibumu tidak pernah mengajarkanmu untuk menghormati wanita, hah?!" kata Rin berapi-api.
Ia bisa melihat tubuh Rio menegang, tangannya terkepal dan matanya terlihat sangat menyeramkan. Ya Tuhan, ia baru ingat kalau Ibunya Rio sudah meninggal saat melahirkannya. Apa yang sudah ia lakukan?
"Rio... Ma..Maafkan aku," ucapnya terbata, tapi Rio memilih pergi dan mengacuhkannya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped in Wedding (Wedding Series #1)
RomancePENGUMUMAN! CERITA SUDAH DITERBITKAN. SEBAGIAN ISI CERITA SUDAH DIHAPUS! :) Sinopsis Trapped in Wedding Berawal dari persahabatan kedua ayah mereka, Marina dan Mario harus menjalani sebuah perjodohan yang mereka tentang habis-habisan. Berbagai renca...