Mario PoV
Aku tidak menyangka kalau sekarang statusku sudah berubah menjadi seorang suami. Tepatnya sejak aku mengucapkan kalimat sakral itu di depan penghulu dan keluargaku beberapa jam yang lalu.
Kini gadis yang tertidur di pangkuanku ini sudah resmi menjadi isteriku. Entah kenapa, memandang wajahnya yang sedang tidur membuat hatiku damai. Kurasa aku akan sering melakukannya mulai sekarang.
Mataku mulai mengantuk, karena hari memang sudah larut malam. Akhirnya kuputuskan untuk merebahkan kepalaku ke sandaran sofa yang cukup lebar itu pelan-pelan agar Marina tidak terbangun.
Ya, malam pertama kami memang kami habiskan di rumah sakit untuk menjaga Oom Alex yang kini sudah menjadi Papa mertuaku. Marina bersikeras untuk menginap meskipun kedua Ayah kami sudah melarang. Gadis itu memang keras kepala, tapi aku tidak melarang untuk yang satu ini karena aku mengerti perasaannya yang mengkhawatirkan Ayahnya.
Aku merasakan panas matahari menyorot mataku ketika seseorang menyibak gorden. Kugerakkan tubuhku yang terasa kaku dan mati rasa akibat semalaman tidur di sofa dalam keadaan duduk bersandar yang tidak nyaman.
"Pasti tubuhmu sakit ya karena tidur begitu? Maafkan aku," ucap Marina dengan raut muka bersalah.
"Tidak. Tidak apa-apa, demi isteriku tersayang aku rela kok," ucapku berusaha menghiburnya, dan aku bisa melihat rona merah di wajahnya yang polos tanpa make up. Aku suka itu!
Hmm, mungkin aku akan sering-sering mengucapkan kata romantis padanya, catatku dalam hati.
"Ehm, kalau kalian mau berciuman silakan saja. Papa tidak akan mengintip," kata Alex Origa sambil mengerling genit.
Aku hanya terkekeh pelan, aku juga mau, Pa, tapi belum saatnya.
"Anu... Cepat cuci mukamu, aku sudah membeli sarapan di kantin tadi. Kita makan sama-sama," kata Marina gugup.
Aku pun segera melesat ke kamar mandi, bersyukur karena memiliki isteri seperti dia. Sangat berbeda dengan sikapnya belakangan ini. Begitu aku keluar, aku melihat seorang dokter seumuran Daddy sedang berbincang dengan Papa dan Marina.
"Ah, itu dia! Kemarilah, Nak," Papa melambai padaku. "Kenalkan, ini Oom Hendri, dokter sekaligus sahabat Papa dan Daddymu."
"Selamat atas pernikahanmu, maaf tidak bisa hadir. Oom ada operasi penting semalam. Jadilah suami yang baik untuk Rin, Oom sudah menganggapnya puteri Oom sendiri," ucap Oom Hendri sambil menepuk pundaknya pelan.
"Baik, Oom, aku akan berusaha. Terima kasih," jawabku hormat.
"Kurasa kau sudah boleh pulang siang ini, Alex. Kesehatanmu membaik dengan cepat." Oom Hendri kembali berkata pada Papa sebelum keluar.
Aku sangat senang dengan kabar itu, sehingga aku tidak perlu tidur di sofa sialan itu lagi dan aku bisa menikmati malam pertamaku yang tertunda. Tanpa sadar aku tertawa pelan.
"Bisakah kita mulai makan dan berhenti berpikir yang aneh-aneh?!" sindir Marina, matanya mendelik tajam padaku.
Aku hanya tertawa, tanganku meraih sandwich dan menyesap kopiku dengan pelan. Aku sangat menikmati sarapan pertamaku sebagai seorang suami.
-
Akhirnya kami sampai juga di apartemenku, setelah sebelumnya mengantar Papa mertua ke rumahnya. Aku mengusulkan pada Marina untuk tinggal di apartementku dan dia langsung menyetujuinya. Ah, kurasa dia juga sependapat denganku untuk menghabiskan waktu berdua saja. Haha...
"Di mana dapurnya? Aku akan memasak makan malam," Marina berkata begitu masuk ke apartemen.
"Kau bisa memasak?" tanyaku takjub.
"Sedikit," jawabnya cuek, "yang penting bisa dimakan, bukan?"
Aku mengangguk setuju dan membawanya ke dapurku yang sangat jarang sekali kugunakan. Aku memang lebih suka memesan makanan atau makan di luar karena aku tidak punya waktu untuk memasak. Lagipula, aku tidak bisa masak. Rasanya bahagia sekali ada seorang isteri yang akan memasakkan untukku setiap harinya.
"Apa kau vegetarian?" pertanyaan Marina membuyarkan lamunanku.
"Tidak. Aku pemakan segalanya," jawabku seadanya.
"Bagus, karena aku tidak suka pada model yang hanya makan sayuran karena takut gemuk," komentar Rin sarkastis sambil mengeluarkan daging dari lemari es.
"Aku rajin berolahraga, tahu! Jadi, tidak masalah aku makan apa pun," jawabku bangga.
Suasana makan malam itu terasa menyenangkan, rasanya semuanya lengkap. Tidak seperti ketika aku makan dengan pacar-pacarku sebelumnya.
"Jadi, yang mana kamarmu?" tanya Marina setelah selesai mencuci piring bekas makan tadi.
"Kamar kita, sayang." aku menunjuk sebuah pintu dengan ukiran stainless yang maskulin.
"Kalau begitu aku tidur di kamar yang lain. Di sini ada dua kamar, bukan?"
"Apa?" aku tidak salah dengar, kan? "Kenapa begitu? Bukankah kita sudah sah jadi suami isteri?"
"Aku tahu, aku akan berusaha menjadi isteri yang baik, kecuali hal 'itu'," Marina menahan malu ketika mengucapkannya.
APA?!! Jadi, aku tinggal satu rumah dengan isteriku dan kami tidak akan melakukan hal 'itu'? What the hell! Seharusnya sejak awal aku curiga karena Marina langsung setuju kuajak tinggal di sini.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped in Wedding (Wedding Series #1)
RomancePENGUMUMAN! CERITA SUDAH DITERBITKAN. SEBAGIAN ISI CERITA SUDAH DIHAPUS! :) Sinopsis Trapped in Wedding Berawal dari persahabatan kedua ayah mereka, Marina dan Mario harus menjalani sebuah perjodohan yang mereka tentang habis-habisan. Berbagai renca...