Ch. 2

197K 6.6K 176
                                    

"Kau membuatku tidak nyaman."

Bukannya menjauh, Mr. Styles malah semakin mendekatkan wajahnya. Ia menyeringai kecil, membuatku tidak dapat melakukan apa-apa selain berharap hukuman ini akan segera berakhir.

"Aku ingin kau bersikap lebih baik padaku, atau nilaimu untuk mata kuliahku akan mendapatkan nilai F, yang berarti kau tidak lulus." Ia mulai mengancam.

Aku menganggukkan kepala sebagai jawaban, membuatnya menjauh dariku menuju meja dosen. Ia mengambil tas berwarna hitamnya dan melenggang pergi. Aku menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya ke udara bebas.

Apakah Ia melakukan ini pada semua mahasiswi? Batinku.

"Morgan!" Seseorang datang dan langsung menghampiriku, Tessa.

"Hey Tes, kupikir kau sudah pulang." Balasku.

"Belum, aku khawatir padamu. Kau tahu kan Mr. Styles tidak seperti kebanyakan dosen disini."

"Ya, kau benar, dia sangat berbeda."

"Well, kau tidak apa-apa, kan?" Tanya Tessa seraya memeriksa kondisi tubuhku.

Aku menggelengkan kepala, "aku tidak apa-apa, Tes."

"Alright, sekarang kita pulang." Tes langsung menarik tanganku menuju tempat parkir kampus. Kami memang tinggal bersama, lantaran baik aku dan Tes adalah orang-orang perantau. Aku berasal dari Hungaria, sementara Tes dari Argentina.

Begitu berada di dalam mobil, aku langsung membuka ponsel dan mengecek aplikasi perpesanan. Aku sangat berharap Mario, kakak laki-lakiku mengirim pesan dan memberitahuku jika uang untuk membayar biaya kuliah sudah ada, namun hingga saat ini Ia belum memberi kabar.

Sebenarnya aku ingin bekerja, namun Ibu tidak mengizinkan. Ia mengatakan tugasku disini hanyalah kuliah.

Hidup sebagai seorang perantau memang tidak mudah. Aku harus mampu mengelola keuanganku, dan hal ini adalah hal yang paling sulit, karena biasanya uangku akan habis sebelum akhir bulan.

"Aku akan membeli keperluan bulanan, kau mau ikut?" Tess buka suara.

Tak terasa kami sudah berada di depan mini market. Aku memandang keluar sebentar sebelum akhirnya menggelengkan kepala. Keperluan bulananku masih ada, setidaknya cukup untuk seminggu.

"Baiklah, kau tunggu disini, aku tidak akan lama."

"Ya,"

Dengan itu Tes membuka pintu mobil dan melompat keluar. Selagi Tes berbelanja, aku memilih untuk menghubungi Mario. Pikiranku sedikit terganggu lantaran pembayaran uang kuliah paling lambat adalah bulan depan.

"Mario," ucapku pelan saat panggilan keluarku sudah terhubung.

"Morgan, ada apa?" Suaranya terdengar berat.

"Apa kau sudah menyiapkan uang untuk pembayaran kuliahku?"

"Belum, aku terpaksa menggunakan uang kuliahmu untuk membayar hutang kepada Peter kemarin."

Aku menganga mendengar ucapan Mario. Ia menggunakan uang kuliahku untuk membayar hutang? Oh, Tuhan...

"Kenapa kau seenaknya?!" Protesku keras.

"Bukankah aku sudah mengatakan padamu? Aku terpaksa, Morgan." Mario sedikit menekan nada bicaranya.

Oh, sekarang ingin rasanya aku menangis.

"Baiklah,"

"Aku berjanji akan mengirimkan uangnya padamu sesegera mungkin."

Aku tidak menjawab dan memilih untuk menutup ponselku.

The Scandal [h.s]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang