Aku menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya ke udara bebas. Setelah melewati serangkaian prosedur yang harus aku tanda tangani, keputusan yang kubuat akhirnya sudah final.
Aku melangkah meninggalkan ruangan Mr. Styles menuju parking lot. Tes mengatakan akan menungguku disana. Dan benar, sosok gadis dengan rambut blonde dan tubuh yang kurus tengah bersandar di pintu mobilnya sambil melambaikan tangan ke arahku.
Aku tersenyum, sedikit berlari untuk mempersingkat waktu lantaran langit sudah mulai gelap. Aku menepuk pundak Tes, yang Ia balas dengan cengiran kecil. Tes memintaku untuk segera masuk, tidak ingin kebasahan karena rintik-rintik air sudah mulai turun.
"Maaf aku harus membuatmu menunggu lama." Kataku, membuka pembicaraan.
Tes berdecak pelan, "ayolah, Morgan. Kau seperti baru mengenalku beberapa hari saja."
"Mr. Styles yang membuat pertemuan kami menjadi sangat lama." Aku membalas, bersandar pada jok dan menyisir rambutku ke belakang.
"Apa yang Ia katakan?"
Sial. Aku harus menjawab bagaimana?
"Um," aku menggigit bibir bawahku, berusaha mencari jawaban yang mungkin tidak akan membuat Tes curiga. "Dia mengatakan jika aku harus ikut remedial, atau pada akhir semester nanti nilaiku F."
"Dari sekian banyak mahasiswa di kelasnya, hanya dirimu yang tidak lulus kuis?"
"Aku juga tidak tahu, Tes. Padahal aku merasa jawabanku tidak terlalu buruk."
"Kurasa apa yang Kelsey katakan benar, Ia menyukaimu, Morgan."
Memutar mata, aku merasa risih dengan pernyataan yang belum tentu benar ini.
"Menyukaiku? Ayolah, Tes, itu mana mungkin. Lagi pula jika Ia menyukaiku, seharusnya Ia memberikan nilai A, bukan D."
Tes terkekeh, satu tangannya bergerak untuk menyetel radio. "Mungkin saja dengan Ia memberikanmu nilai D, Ia bisa lebih leluasa melakukan pendekatan, bukan begitu?"
Aku diam, memilih untuk tidak menanggapi ucapan Tes. Hal ini membuat suasana menjadi canggung, yang terdengar hanyalah suara alunan musik dari radio mobil.
Tak terasa, mobil sudah memasuki area parkir apartemen. Aku dan Tes langsung turun begitu mobil berhasil diparkirkan. Disini, kami masih memilih untuk diam, hingga pada akhirnya Tes buka suara. "Aku ingin membeli panekuk, kau mau, Morgan?"
Aku mengangguk pelan, "boleh, tapi kau traktir, ya?"
Tes memutar matanya, lalu mengacak-acak rambutku. "Pilih rasa panekuk kesukaanmu."
.....
Aku tersenyum lebar melihat ke arah ponsel begitu Mario mengirimiku pesan yang menyatakan jika uang bulanan dan uang kuliah sudah Ia transfer semalam. Menghentakkan jari ke keypad, aku membalas pesannya. Setelah itu aku memutuskan untuk pergi ke atm, guna mengecek saldoku.
"Tes, aku akan pergi sebentar!" Ujarku seraya meraih dompet dan ponselku.
"Kau mau kemana?" Tes membalas. Ia sedang berada di dapur, sibuk menikmati panekuk yang dibelinya tadi.
"Menghirup udara segar!" Jelas itu adalah suatu kebohongan besar, karena nyatanya keadaan di luar masih hujan, walaupun tidak begitu deras.
Beruntung Tes tidak membalas, sehingga aku langsung pergi menuju lobby apartemen. Sesekali aku melihat ke arah jam tangan selagi elevator yang aku naiki bergerak turun.
Begitu elevator berhenti di lobby, aku segera keluar, kemudian mencari atm centre yang kuketahui terletak di dekat toko kue, lalu mengecek saldo.
Senyumku semakin mengembang begitu melihat saldo di dalam rekeningku. Setidaknya cukup untuk memenuhi kebutuhanku selama 1 bulan penuh.
Oh, perutku berbunyi, padahal aku sudah memakan panekuk tadi.
Tak ingin ambil pusing, aku langsung menarik sejumlah uang dari rekeningku, lalu memutuskan untuk pergi ke mini market yang kebetulan letaknya tidak jauh dari sini.
.....
Aku menyantap ramen yang kubeli di mini market seraya memandang keluar. Udara yang dingin akibat hujan deras membuatku ingin sekali mengisi perut dengan sesuatu yang panas.
"Bisa aku duduk disini?" Tanya seseorang di sebelahku. Aku tidak menoleh dan hanya menganggukkan kepala. "Terima kasih, Morgan."
Alisku saling bertautan ketika Ia menyebut namaku. Darimana dia tahu?! Batinku bergedik ngeri. Apakah dia seorang cenayang? Aku pun menengok untuk melihat seseorang yang sekarang tengah duduk disampingku.
"Mr. Styles?"
Sialan, kenapa aku bisa bertemu dengannya disini?
"Akhirnya kau menyadari kehadiranku." Ia tersenyum. Lesung pipinya terlihat. Perlu aku akui, Ia terlihat manis.
"Kenapa kau bisa ada disini?" Tanyaku penasaran.
Keningnya mengernyit, "karena aku ingin. Lagi pula mini market ini bukan milikmu, kan?" Ia membalas dengan sarkastik.
Aku memutar mata, lalu kembali menyantap ramenku berhubung masih panas.
"Kau tinggal di daerah sini?" Mr. Styles kembali buka suara.
Awalnya aku tidak ingin menjawab. Bagaimana jika Ia menguntitku nanti?
"Kenapa tidak menjawab? Kau takut aku akan menguntitmu?"
Crap! Bagaimana Ia bisa membaca pikiranku?
"Um," aku menggembungkan pipi lantaran mulutku penuh dengan ramen. "Ya, tidak jauh dari sini."
Ia mengangguk, lalu menyesap kopi hangatnya. "Aku tidak menyangka jika kita akan bertemu disini."
Aku hanya membalas ucapannya dengan anggukkan kepala. Begitu ramenku habis, aku langsung pamit padanya. Belum sempat aku pergi, aku merasakan tubuhku tertahan. Mr. Styles menahan tanganku secara dramatis seperti di film-film.
"Bisa aku mengantarmu?"
Oh, tidak. Apakah ini salah satu caranya untuk menguntitku?
"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri. Lagi pula apartemenku tidak..."
"Kau takut jika aku akan tahu dimana kau tinggal?" Alisnya terangkat. Aku merasa terintimidasi.
"Bukan begitu, namun aku tidak ingin merepotkanmu, Mr. Styles." Aku membalas, memaksakan untuk tersenyum.
Dia menggeleng, lalu beranjak dari kursinya dan menarikku keluar dari mini market. Aku sempat menolak, namun Ia tetap memaksaku, hingga kami berada di depan sebuah mobil sedan berwarna hitam.
"Naiklah, aku akan mengantarmu." Ucapnya seraya membukakan pintu mobil untukku.
Aku sedikit terkejut, lantaran sikapnya berbanding terbalik ketika Ia sedang berada di kampus. Di luar, Ia sangat manis, dan aku lebih menyukai dia yang seperti ini.
"Tapi, apartemenku tidak jauh dari sini." Aku bersikeras menolak tawarannya.
"Morgan, apa salahnya? Aku kan hanya ingin mengantarmu."
Aku menghembuskan nafas berat, sebelum akhirnya menjatuhkan putusanku. "Baiklah jika kau memaksa."
** ** **
Aw Mr. Styles

KAMU SEDANG MEMBACA
The Scandal [h.s]
FanfictionA story between student, teacher and their scandal. Cover by : @mariestylesx