Ch. 14

125K 4.1K 217
                                    

Aku berjalan menyusuri koridor, mengamati beberapa mahasiswa yang asyik mengobrol, namun secara tiba-tiba seseorang datang dan menghalauku. Dia Luke. Aku menatapnya datar, berusaha untuk menampik kehadirannya, akan tetapi Ia lebih dulu menarik lenganku.

"Bisa kau lepaskan aku?" Seruku sedikit kesal.

"Aku akan melepaskanmu, tapi dengan satu syarat." Dia sedikit mengancam.

Ayolah, untuk apa dia memberiku sebuah syarat?

Aku mendengus kesal, lalu memberanikan diri untuk menatap kedua matanya. "Sebutkan. Hanya satu, tidak lebih."

"Makan malam denganku."

Aku mengernyitkan dahi, memandangnya dengan seribu pertanyaan. Jika dia ingin mengajakku makan malam, kenapa tidak mengatakan dengan cara yang lebih baik? Dengan cepat aku menepis tangannya, membuat ia sedikit mundur.

"Jika kau ingin mengajakku makan malam, kau bisa menggunakan cara yang lebih baik." Aku menunjuk ke arahnya.

Dia terkekeh pelan, seolah-olah menganggap ucapanku tadi hanyalah sebuah lelucon tak berguna. "Jika aku tidak menggunakan cara ini, maka kau akan menolakku."

Aku memutar mata, kemudian mendorong tubuhnya dan melangkah pergi. Dia belum mencoba, bukan? Maksudku, aku memang tidak menyukai pria itu, namun jika Ia menggunakan cara yang lebih baik, mungkin aku akan menerima ajakannya.

"Morgan!" Ku dengar Luke memanggilku, namun aku memilih untuk tidak mempedulikannya dan tetap berjalan. "Morgan Pearson!"

"Ouch," aku meringis pelan saat merasakan seseorang menyenggol pundakku cukup keras. "Bisakah kau pelan pe --"

"Morgan?"

"Mr. Styles?"

"Bukankah seharusnya kau berada di kelasku?" Ia menatapku heran.

Aku menganggukkan kepala, "ya, aku akan segera masuk."

"Baiklah, aku akan menunggumu di kelas." Dia tersenyum.

Aku memandangnya sebentar hingga Ia berbelok. Barulah setelah itu aku kembali melanjutkan perjalananku, namun bukan ke kelas, melainkan kafeteria. Aku, Juno, Kelsey, Jossie dan Ashton sedang merencanakan sesuatu untuk menemukan keberadaan Tes.

"Guys, apa kalian sudah mendapatkan informasi tentang keberadaan Tessa?" Ujarku sesaat setelah berhasil mendaratkan bokong di kursi, tepat di samping Kelsey.

Kelsey menggelengkan kepala dan berkata; "belum,"

"Oh,"

"Morgan, apakah Tes pernah --" ucapan Ashton berhenti saat ponselku berbunyi, menandakan adanya sebuah pesan masuk.

"Wait a minute, Ash." Aku mengintrupsinya, kemudian membuka ponselku.

'Kau dimana, Morgan?'

Mr. Styles. Dia yang mengirimku sebuah pesan. Aku sempat berpikir sebentar sebelum akhirnya memutuskan untuk membalas pesan tersebut.

'Maaf, aku tidak bisa hadir di kelasmu. Ada sesuatu yang harus aku lakukan.'

Setelah itu aku menutup kembali ponselku, menghadap pada Ashton yang belum sempat melanjutkan ucapannya tadi. "Jadi, Ash, apa yang ingin kau tanyakan tadi?"

Bukannya menjawab, Ia malah menggelengkan kepala dan beralih pada Jossie, membuatku sedikit bingung. Tak lama, seseorang bergabung dengan kami --Luke. Pria itu duduk di depanku, dengan membawa sebuah tas laptop.

.....

Sorenya saat akan melanjutkan kelas, aku bertemu dengan Mr. Styles di lorong tempat menyimpan loker. Ia memandangku dari atas hingga bawah dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada.

"Kenapa kau tidak hadir di kelasku tadi? Apa yang kau lakukan?" Ia bertanya.

"Aku --" belum sempat menjawab pertanyaannya, Ia lebih dulu mendorongku ke loker.

"Aku paling tidak suka jika gadisku membolos." Bisiknya dengan suara rendah yang terdengar renyah. "Kau benar-benar nakal, Morgan. Kurasa aku harus memberimu sebuah hukuman."

Aku tidak memberontak saat Ia mulai mencumbuku, meluncurkan lidah dan bibirnya untuk merasakan kulitku.

"Mr. Styles, kita tidak bisa melakukannya disini." Ucapku seraya berusaha mendorong tubuhnya agar sedikit menjauh.

"Kalau begitu, dimana?" Ia melepaskanku, memunculkan seringaian kecilnya.

Aku menggelengkan kepala, "a --aku tidak tahu."

"Kita akan menggunakan ruanganku, come on!"

Tanganku ditarik olehnya. Kami berjalan menyusuri koridor hingga tibalah kami di ruangan terpencil miliknya. Aku merasa tidak yakin, karena pada dasarnya setiap ruangan di kampus ini memiliki CCTV, tak terkecuali ruangannya.

Aku menggelengkan kepala, berusaha untuk menolak, namun dengan cepat Ia mendorongku ke arah mejanya. Ia kembali mencumbuku, meninggalkan beberapa kissmark disana.

"Ini adalah hukumanmu karena kau membolos tadi." Ia bergumam.

"Aku tahu, tapi kau memiliki CCTV disana. Aku tidak mau seseorang melihatnya!"

Ia lantas melepaskanku dan beralih pada CCTV yang terpasang tepat di sudut ruangan. "Kau tahu, aku sudah mematikan sistem CCTV ini."

Aku hanya menganggukkan kepala, meskipun ku sadari apa yang telah dia lakukan memiliki resiko besar.

"Kau tidak perlu takut lagi sekarang." Setelah itu Ia kembali mencium bibirku.

.....

"Morgan!" Aku berhenti saat mendengar seseorang memanggilku. Disaat yang bersamaan, aku memutar tubuh dan mendapati Luke disana.

"Kau lagi," aku berdecak kesal, memelototinya dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

"Baiklah langsung saja, apa kau menerima ajakan makan malamku?" Ia bertanya.

"Aku tidak tahu apakah aku harus menolak atau menerima ajakanmu, karena kau tahu, kau sedikit menyebalkan."

Dia menggaruk leher belakangnya, kemudian meraih kedua tanganku dan menggenggam dengan erat. "Kali ini saja, Morgan, kumohon."

"Baiklah, aku terima ajakanmu."

"Well, aku akan menjemputmu pukul 7, sampai jumpa!"

Tanpa berucap lagi, Ia langsung pergi meninggalkanku, menerobos kumpulan mahasiwa di sebelah sana. Sebenarnya aku tidak keberatan, karena Luke bukanlah pria yang buruk, ku rasa.

Aku pun kembali melanjutkan perjalananku sambil menikmati permen karet yang masih berada di dalam mulut. Aku meletupkannya beberapa, memandang ke arah lapangan untuk melihat beberapa anak bermain futsal.

Langkahku terhenti seketika saat melihat sosok Mr. Styles di tengah-tengah kerumunan mahasiswa. Dia nampak bersorak untuk menyemangati. Dia sangat manis jika sedang tersenyum, dan terlihat panas saat sedang bercinta.

Mendaratkan bokong di sebuah bench, aku mengamati gerak-geriknya dari sini. Dia terlihat semakin panas saat sedang menyisir rambutnya. Aku hampir hilang, terbawa oleh pesonanya, namun dia lebih dulu menyadari kehadiranku. Lambaian tangannya memberikan sebuah isyarat.

Aku membalas dengan senyuman, dan tak lama Ia datang menghampiriku. "Dimana teman-temanmu?"

"Um, mereka ada kelas."

"Kalau begitu, apa kau mau bergabung denganku? Kita bisa melihat pertandingan dari jarak dekat."

Aku menggeleng, "terima kasih, tapi aku harus segera pulang. Masih banyak pekerjaan yang belum aku selesaikan."

"Baiklah, kita akan bertemu besok."

** ** **

Hi! Pillowtalk udah keluar. Menurut kalian gimana???

The Scandal [h.s]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang