Menghempaskan tubuh di atas sofa, tanganku bergerak untuk mengambil remot tv. Kepalaku sedikit berdenyut, masih memikirkan keberadaan Tes. Ini sudah dua hari, namun Tes belum memberi kabar. Baik aku, Juno, Jossie maupun Kelsey merasa khawatir, karena tidak biasanya ia melakukan hal semacam ini.
Aku mendengus pelan, menyandarkan kepala, membiarkan tv menyala begitu saja. Beberapa saat kemudian, aku mendengar seseorang datang. Aku langsung mengangkat kepalaku, mendapati sosok Tes disana.
"Tessa?!" Pekikku.
"Hai, Morgan, bagaimana kabarmu?" Ia membalas dengan begitu tenang, seperti tidak ada yang terjadi.
"Astaga, Tes! Kau sudah menghilang dua hari!" Seruku.
"Aku tahu. Aku punya alasan lain mengapa aku menghilang selama dua hari." Tes menyandarkan kepalanya di sofa, membuatku semakin bingung.
"Setidaknya kau memberi kabar!"
Tessa hanya menggerdikkan bahu. Detik selanjutnya ia memejamkan kedua mata dan tertidur. Aku masih berada disini, dengan ribuan pertanyaan dikepalaku.
"Kau benar-benar aneh, Tes." Gumamku.
"Hey, aku dengar itu." Dia membalas. "Jika kau ingin bertanya, besok saja."
Memutar mata, aku pun memilih untuk meninggalkannya. Aku berjalan menuju dapur, berniat memasak sesuatu, karena sedari tadi perutku terus berbunyi. Aku memang belum mengisi perutku sejak siang tadi.
Aku mengambil sebungkus kentang beku di dalam freezer untukku goreng. Sambil menunggu kentang tersebut matang, aku menyiapkan piring dan bumbu barbeque, tak lupa dengan diet coke.
"Morgan, apakah Ashton mencariku?" Tes datang dan langsung menempati sebuah kursi.
"Tentu, kau menghilang selama dua hari, Tes! Tanpa memberi kabar!" Aku langsung terbawa emosi, membuatnya memutar mata. "Kau membuat kami semua khawatir."
"Aku tahu, maafkan --" belum sempat Tes melanjutkan ucapannya, bel sudah lebih dulu berbunyi, membuat kami berdua saling bertukar pandangan. "Biar aku yang membukanya." Tes segera beranjak dari kursi itu, kemudian melesat keluar dari dapur.
Sejurus kemudian, aku mendengar Tes memanggilku. Aku berdecak kesal, lantaran mau tak mau harus meninggalkan kentang gorengku yang bahkan belum matang. Aku pun melesat menuju ruang tamu. Mataku melebar begitu melihat sosok Luke disana.
Oh, aku hampir lupa jika dia mengajakku makan malam. Dan, jam berapa sekarang?!
"Benarkah? Kau belum bersiap-siap, Morgan?" Dia mengomel, menatapku dari atas hingga bawah.
"Aku baru pulang. Lebih baik kau batalkan makan malam ini." Balasku ketus.
"Apa?! Tidak mau! Aku sudah berpenampilan se-menarik ini dan kau dengan mudah membatalkannya?!" Luke kembali mengomel.
"Aku bilang; lebih baik kau batalkan makan malam ini."
Dia memutar mata, "itu sama saja bagiku."
"Baiklah, jika kau mau, kau bisa menungguku. Aku akan bersiap-siap." Kataku, meskipun sebenarnya aku sedikit malas. Hal yang aku butuhkan saat ini hanyalah bermalas-malasan di apartemen bersama Tes.
"Aku akan menunggumu."
.....
Kami menyusuri jalanan kota London dengan mobil. Sudah 30 menit, namun Luke masih belum memutuskan restoran mana yang akan kami singgahi. Aku merasa sedikit kesal, dia hanya membuang-buang waktuku.
"Tidakkah di London banyak restoran?" Kataku sedikit jengkel.
Luke tidak menjawab, hingga pada akhirnya ia menghentikan mobilnya di depan sebuah restoran Italia.
"Astaga, Luke, bukankah restoran ini sudah kita lewati tadi?!" Tanyaku geram.
Dia hanya menggerdikkan bahu, kemudian turun dari mobil. Benar-benar menyebalkan. Tidak seharusnya aku menerima ajakan makan malamnya. Lihat, dia bahkan sangat plin-plan dan terkesan cuek. Aku pun segera mengekor pada Luke yang sudah mendahuluiku.
"Kau ini terbuat dari apa sih? Jalanmu lama sekali." Lagi, Luke memprotesku. Kali ini aku memilih untuk tidak menjawab.
Kami pun langsung menempati sebuah meja yang ada. Beberapa saat kemudian, seorang pelayan datang dan kami memesan makanan. Setelah itu, aku memutuskan untuk pergi ke toilet sebentar.
"Kau mau kemana?" Luke sempat mencegahku.
"Toilet."
"Oh, jangan lama-lama."
Aku hanya memutar mata mendengar kalimat terakhir yang ia lontarkan, kemudian melenggang pergi menuju toilet. Aku berdiri di depan cermin, memandang wajah tanpa make up-ku. Mendengus pelan, aku mengambil ponsel di dalam saku celana, mendapati adanya sebuah pesan masuk dari Mr. Styles.
'Bisa kau datang ke apartemenku?'
Menggigit bibir bawah, aku merasa sedikit bimbang. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat membalas pesan darinya.
'Aku tidak bisa. Aku sedang mengerjakan tugas.'
Kurasa sedikit berbohong tidak masalah. Toh Mr. Styles tidak tahu dimana keberadaanku sekarang.
.....
Selesai makan malam, Luke langsung mengantarku pulang. Kali ini dia sedikit berbeda. Dia lebih sering mengajakku berbicara, bahkan tak jarang melontarkan lelucon-lelucon tak berguna yang kuakui cukup lucu.
"Here we go..." Luke menghentikan mobilnya tepat di depan apartemen. Dia langsung menoleh dan menatapku dalam. "Terima kasih karena kau mau menerima ajakanku, Morgan. Aku sempat berpikir jika kau akan menolakku."
Aku tersenyum kecil dan berkata; "tidak masalah."
"Kita akan bertemu besok, yeah?"
"Of course. Sampai jumpa, Luke!" Aku mengucapkan salam perpisahan sebelum akhirnya turun dari mobil.
Aku sempat menunggu sebentar untuk melihat Luke meninggalkan apartemen. Barulah setelah itu aku melenggang pergi. Ketika akan memasuki elevator, seseorang secara tiba-tiba menarikku. Aku sempat memberontak, namun tidak lagi saat menyadari jika dia adalah Mr. Styles.
Kedua mataku melebar. Dia menatapku dalam, seolah-olah menunggu sebuah jawaban yang tak pasti. "Tugas macam apa yang kau kerjakan bersama pria itu?"
Sial.
"Um," aku menggaruk leher belakangku, merasa sedikit cemas. "Aku --"
"Shush... aku tidak membutuhkan sebuah alasan bodoh." Dia meletakkan jari telunjuknya di depan bibirku. Baiklah, tadi dia bertanya, namun dia juga tidak ingin mendengarkan alasan dariku? "Sekarang kau ikut aku, oke?"
"Hmmm, baiklah."
.....
Kami tiba di apartemennya. Aku sudah menduga jika dia akan mengajakku ke tempat ini. Sepi, itulah yang aku rasakan. Mr. Styles sibuk mengambil sesuatu di dapur. Dan tak berapa lama, dia kembali, membawa sebotol champagne dan dua cangkir kecil.
"Kau minum?" Dia bertanya.
Aku mengangguk pelan, "ya, tapi tidak sering."
"Kenapa kau berbohong tadi, hmmm?" Mr. Styles menautkan kedua alisnya. Ia duduk disampingku. "Kau sudah berbohong padaku, dan sekarang kau berbohong lagi?"
Aku menunduk, tidak berani untuk menatap kedua matanya. Ini terlalu canggung, tidak seperti biasanya. Aku dapat merasakan atmosfer yang berbeda disini, terlebih saat Mr. Styles menyentuh pahaku yang masih terbungkus celana jeans.
"Berbaringlah di atas tempat tidur dan buka seluruh pakaianmu."
** ** **
Lollll what are you doing, Harry? Hmmm ;)
Ps. Buku ini bakal berakhir di chapter 20 (semoga). Nggak ada tambahan! Makasih xx
![](https://img.wattpad.com/cover/54688982-288-k904039.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Scandal [h.s]
FanfictionA story between student, teacher and their scandal. Cover by : @mariestylesx