Ch. 3

167K 6K 263
                                    

Kelas sudah di mulai, aku langsung mengeluarkan buku dan binder. Mr. Styles nampak mengamati seluruh mahasiswa, dan tatapannya berakhir padaku. Ia menyeringai kecil, menunjuk ke arahku. Aku sempat bingung dengan apa yang diisyaratkannya, namun setelah itu aku tahu, lingkar bajuku yang longgar sedikit turun, hampir memperlihatkan setengah dari buah dadaku.

Persetan dengannya.

Beruntung tak ada satu pun mahasiswa yang melihat, karena mereka masih sibuk berbicara atau pun menyiapkan buku.

"Bisa kita mulai?" Ia buka suara. Disaat yang lain menjawab dengan suara, aku hanya menganggukkan kepala. "Ms. Pearson, apa kau siap?" Sial. Kenapa harus aku?

"Ya," balasku tak berminat.

Ia hanya menganggukkan kepala, kemudian membuka buku Human Resource Management yang ketebalannya mampu membuat pingsan seseorang jika buku itu digunakan sebagai alat pukul.

"Sebelumnya aku ingin bertanya, apa itu HRM?"

Here we go, aku paling benci ketika dosen bertanya seperti ini.

"Tidak ada yang menjawab?"

Aku tahu apa yang akan terjadi. Ia akan mengambil daftar nama, memanggil salah satu mahasiswa untuk menjawab dan bam! Jika kau tidak bisa menjawab maka poin-mu berkurang 3, namun jika kau bisa menjawab poinmu akan bertambah 5, atau jika jawabanmu salah poinmu akan berkurang 1.

"Kurasa Morgan tahu jawabannya."

For fuck's sake. Kenapa Ia suka sekali memanggil namaku?

"Um," aku menggaruk tengkuk leherku, melirik ke arah kanan dan kiri, berharap seseorang dapat membantuku. "HRM adalah suatu ilmu yang mengatur hubungan dan peranan sumber daya atau tenaga kerja yang dimiliki oleh individu."

"Jawabanmu sudah benar, namun kurang tepat. Ada yang bisa menambahkan?"

Seorang gadis berambut blonde mengangkat tangannya, Emily.

"Kau bisa menambahkannya, Emily?"

Emily mengangguk, "HRM adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya atau tenaga kerja yang dimiliki oleh individu."

What the heck? Aku hanya kurang menambahkan 'cara'.

"Benar sekali, Emily."

Aku benci pria ini.

"Morgan, poinmu tetap akan aku tambahkan 3. Dan Emily, poinmu akan aku berikan nanti."

Aku memutar mataku. Emily nampak kesenangan karena Ia berhasil mencuri perhatian Mr. Styles. Oh, mungkin satu kampus sudah tahu jika Emily menyukai Mr. Styles.

.....

Aku melompat kegirangan di dalam batin begitu mengetahui kelas sore ini sudah akan berakhir, namun sial, aku masih punya kelas malam. Jika saja salah satu dari Kels, Jossie, Juno atau Tes berada di kelas yang sama denganku pada malam hari, mungkin akan jauh lebih baik.

Aku merapikan buku dan memasukannya ke dalam tas. Setelah selesai, aku buru-buru keluar. Ekor mataku menangkap Mr. Styles sedang mengamati pergerakkanku, namun aku tidak terlalu peduli, karena hal itu sudah sering Ia lakukan.

Sambil menunggu di kelas dimulai, aku memutuskan untuk pergi ke kafeteria. Aku memesan kentang goreng ukuran small dan diet coke. Uang yang tersisa di dompetku tinggal 10 poundsterling. Aku harus memastikan jika uang ini cukup hingga malam hari.

30 menit berselang, aku beranjak dari kursi dan berjalan menuju kelas. Sebelum itu, aku berniat untuk mengambil sesuatu di dalam loker. Koridor yang sepi membuatku bergedik ngeri. Aku benci ketika loker diletakkan pada koridor yang sepi.

Ketika akan membuka loker dengan kunci, aku mendengar suara-suara aneh, seperti suara desahan. Merasa terganggu, aku memberanikan diri untuk memeriksa sebuah ruangan yang kuyakini sebagai sumber suara desahan itu berasal.

Dengan tangan sedikit bergetar aku mendorong pintu tersebut. Betapa terkejutnya aku ketika melihat Mr. Styles dan Emily tengah bercinta di atas meja. Aku yang panik langsung menutup pintu tersebut dengan hati-hati, karena tidak ingin ketahuan. Aku berlari ke arah kelas dengan keringat yang bercucuran.

What was that?

Aku memukul kepalaku, lalu diakhiri dengan menjatuhkan kepala di atas meja. Tontonan tadi sangat menjijikkan.

.....

Kelas sudah berakhir, aku memutuskan untuk segera pulang. Karena jarak kampus dan halte yang cukup jauh, aku memutuskan untuk berjalan lebih cepat. Sesekali aku menoleh ke arah belakang untuk memastikan jika tidak ada seorang pun yang mengikutiku.

Oh, aku memang gampang curiga. Hal ini sering terjadi ketika aku sedang sendirian.

Begitu tiba di halte, aku mendaratkan bokong di atas bench. Sambil menunggu bus datang, aku memutuskan untuk mengecek ponsel; ada satu pesan masuk dari Tessa. Ia bertanya dimana diriku sekarang, namun aku memilih untuk tidak membalas.

15 menit berlalu, bus pun datang. Aku beranjak bench, kemudian memasuki bus yang sekarang sudah berhenti tepat di depan halte. Aku mengedarkan pandangan untuk mencari tempat duduk yang menurutku strategis. Setelah itu aku memutuskan mendengarkan lagu menggunakan earphone.

Keadaan kota London di malam hari memang indah dan menyenangkan. Aku tersenyum begitu bus melewati stadion Wembley. Ini berarti aku hampir tiba di apartemen. Aku tak sabar untuk merebahkan tubuhku di atas tempat tidur.

"Pemberhentian terakhir!" Ujar sang supir. Aku langsung bangun, kemudian meletakkan sebuah kartu khusus pengguna bus ke arah sensor, ini berarti aku sudah membayar tarif bus. Barulah setelah itu aku keluar dari bus dan berjalan menuju apartemen.

Keadaan apartemen masih cukup ramai, mungkin karena malam ini akan diselenggarakan pertandingan sepak bola di Stadion Wembley. Mereka yang tidak dapat menonton langsung ke dalam stadion memutuskan untuk menonton bersama di lobby apartemen atau di kafe.

"Aku pulang!" Teriakku.

Tes muncul dari arah dapur dengan membawa semangkuk sereal. "Hey, Morgan!"

"Kau belum tidur, Tes?" Tanyaku sambil mengikat rambut secara asal.

"Aku ingin menonton bola. Kau tahu kan besok hari libur."

"Di lobby orang-orang sudah berkumpul."

"Heck, aku ingin menonton disini, Morgan."

"Oh, kupikir kau ingin menonton bersama."

"Bagaimana kuliahmu?" Tes mengganti topik pembicaraan.

Aku sempat terdiam. Pikiranku melayang pada kejadian dimana aku melihat Mr. Styles dan Emily bercinta di atas meja.

"Ew," adalah kata yang terlontar secara spontan dari mulutku.

"Maksudmu?" Tes mengernyitkan dahi.

"Sangat membosanku." Kataku diiringi senyuman kecut.

"Kau selalu mengatakan hal itu, Morgan."

"Karena pada kenyataannya materi kuliah memang sangat membosankan, Tes."

"Alright, kau ingin menonton bola bersamaku?" Tawar Tes.

Aku mengangguk setuju, walau pada kenyataannya aku sangat lelah dan ingin tidur.

** ** **

Ada yang bisa bikin gue cover buat buku ini? Kalau ada, tolong comment yhaaaaa... makasih ;)

The Scandal [h.s]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang