Aku menatap keluar saat mobil bergerak meninggalkan mini market. Suara alunan musik dari radio mobil terdengar. Ekor mataku mendapati Mr. Styles sibuk merogoh sesuatu dari dalam saku celananya, sebuah ponsel.
"Bisa kau membantuku?" Tanyanya.
Aku menoleh, melihat Mr. Styles menyodorkan ponselnya padaku. "Membantu apa?"
"Cari kontak dengan nama Emma, lalu ketikkan pesan jika aku tidak bisa datang malam ini." Balasnya dengan santai.
Aku pun meraih ponsel itu, lalu membuka kontak bernama Emma. Aku mengetik pesan sesuai yang Ia inginkan, setelah itu aku mengembalikan ponsel miliknya. "Sudah."
"Bisa kau bantu aku lagi?" Pinta Mr. Styles untuk yang kedua kalinya.
"Apa lagi?" Aku membalas dengan sedikit kesal.
"Tolong letakkan ponsel itu di dalam saku celana sebelah kanan."
Kenapa permintaannya aneh-aneh?
"Baiklah," aku langsung menunduk untuk bisa memasukkan ponsel ini ke dalam saku celananya. "Kenapa tidak di sebelah kiri?" Tanyaku.
"Celanaku hanya memiliki kantung di sebelah kanan."
Ketika tubuhku secara otomatis berada di atas pangkuannya lantaran kantung celana sialan itu berada di sebelah kanan, Mr. Styles nampak mendesis pelan. "Fuck, kenapa kau menindih penisku, Morgan?"
Sadar jika ucapannya sangat mengganggu, aku langsung menarik tubuhku kembali. Mataku memicing, menatap Mr. Styles dengan tatapan tajam. Apakah dia sudah merencanakan semua ini?
"Omong-omong, terima kasih, Morgan." Ujarnya diiringi kekehan.
Aku hanya membalas dengan anggukkan kepala, tanpa menoleh ke arahnya.
"Bagaimana jika kau mampir ke rumahku?" Tawaran yang Ia berikan sontak membuat mulutku menganga.
"Apa?!" Pekikku keras.
"Mampir ke rumahku."
"Aku tidak bisa, Tes sudah menungguku di apartemen."
"Tes? Kau tinggal bersama dengannya?"
Oh, banyak tanya sekali pria ini.
"Bukan urusanmu, Mr. Styles."
Ia mendecak, "kau kasar sekali padaku, padahal aku hanya bertanya."
"Aku tidak peduli, yang penting kau harus mengantarku ke apartemen sekarang! Aku tidak ingin mampir ke rumahmu!" Aku sedikit membentak. Kurasa wajahku memerah lantaran Mr. Styles berhasil membuatku marah.
"Bagaimana jika aku menolak?"
"Turunkan aku disini." Kataku tak mau kalah.
"Bagaimana jika aku tidak mau?"
Dia serius? Oh, God...
"Fine! Aku akan mampir ke rumahmu, tapi setelah itu tolong antarkan aku kembali ke apartemen."
"Bukan sesuatu yang sulit untuk gadis sepanas dirimu."
.....
Setelah menempuh jarak kurang lebih 15 menit, kami pun tiba di sebuah rumah minimalis yang terletak di pinggiran kota London. Aku sempat tidak ingin turun. Pikiranku kacau. Bagaimana jika Ia melakukan sesuatu yang buruk di dalam sana?
"Kau ingin terus berada disini hingga tua?" Suara Mr. Styles mengintrupsiku.
Aku menggelengkan kepala, lalu membuka pintu mobil, dan mengekor pada Mr. Styles yang sudah melangkah lebih dulu. Hembusan angin terasa begitu dingin. Aku merapatkan jaket yang sedang kukenakan.
"Selamat datang di rumahku, Morgan." Mr. Styles membuka pintu rumahnya. Aku mengedarkan pandanganku ke setiap sudut ruangan. Rumah ini tidak terlalu besar, namun terasa nyaman dan hangat. "Kau suka kopi atau susu hangat?"
"Um, kopi."
"Ah, seharusnya aku tahu, karena kau sudah punya susu."
Memutar mata, aku merasa risih dengan ucapannya. Bisakah sekali saja Ia tidak mengatakan hal yang berbau sensual?
"Tunggu disini, aku akan menyiapkanmu kopi."
"Ya, terima kasih."
Selagi Mr. Styles menyiapkan kopi, aku memilih untuk duduk di sofa. Tiba-tiba aku ingat jika belum memberi kabar pada Tes. Sempat terdiam, aku merasa bingung dengan alasan yang akan kuberikan padanya.
'Aku masih di mini market. Tolong jangan khawatirkan aku ;)' adalah pesan yang aku kirimkan pada Tes sebelum akhirnya seseorang datang mengintrupsi, Mr. Styles. Ia membawa sebuah nampak berisi dua cangkir, lalu meletakkannya di atas meja.
"Kopi panas untukmu." Katanya.
"Terima kasih."
"Katakan saja pada Tes jika aku ingin meminjam temannya sebentar. Kau tahu, tinggal sendirian adalah hal paling menyebalkan."
"Dimana keluargamu?" Sontak pertanyaan itu terlontar dari mulutku.
"Chesire."
Aku mengangguk seraya menyeruput kopi buatannya.
"Bagaimana?" Ia bertanya, bibirnya tersungging.
"Apanya yang bagaimana?" Keningku mengernyit.
"Rasa kopi buatanku."
"Oh, lumayan. Tidak terlalu pahit."
"Hanya lumayan, ya?" Ia mengusap dagunya, masih memperhatikanku.
"Ya, karena ini bukan apa-apa dibandingkan dengan kopi buatanku." Balasku dengan sarkastik.
"Percaya diri sekali kau, Ms. Pearson."
"Kau ingin aku buktikan?"
Ia menganggukkan kepalanya, membuatku harus meletakkan kembali cangkir berisi kopi ini untuk menunjukkan pada Mr. Styles jika ucapanku tadi bukanlah omong kosong belaka. Kami melangkah menuju dapur. Disana ada mesin pembuat kopi. Aku langsung meraih sebuah cangkir, lalu meraciknya dengan bahan pelengkap, seperti gula dan creamer.
"Kau menggunakan creamer?" Tanya Mr. Styles yang ada disampingku.
"Ya, creamer adalah pelengkap yang mampu membuat rasa kopimu lebih nikmat."
"Kau tahu, ada sesuatu yang bisa membuatmu nikmat selain creamer." Katanya, kali ini dengan kedua tangan terlipat di depan dada.
"Apa itu?"
"Aku."
Kegiatanku terhenti begitu mendengar jawaban darinya. Aku masih berdiri disini, dengan jantung yang semakin berdegup keras. Ekor mataku menangkap Mr. Styles sedang menggigit bibir bawahnya selagi Ia memandang ke arah tubuhku.
"Morgan, apakah kau pernah bercinta sebelumnya?"
Nafasku semakin tak terkendali. Aku berusaha untuk setidaknya mengatakan satu atau dua kata, namun gagal, terlebih saat kudapati Mr. Styles menghampiriku. Ia baru berhenti ketika jarak diantara kami tinggal beberapa inci.
"Morgan, kenapa tidak menjawab pertanyaanku, sayang?" Ia berbisik, nafasnya terasa hangat menerpa permukaan kulitku.
"Kurasa pertanyaanmu itu tidak penting, Mr. Styles."
"Oh ya? Bagaimana jika aku memintamu untuk bercinta denganku, hmmm?"
** ** **
Smut alert

KAMU SEDANG MEMBACA
The Scandal [h.s]
FanfictionA story between student, teacher and their scandal. Cover by : @mariestylesx